Oleh: Eko Wahyu Pramono – Mahasiswa Ilmu Hukum
SUARA UTAMA – Saat ini DPR RI sedang membahas RUU KUHAP atau Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana. RUU ini penting karena akan mendampingi berlakunya KUHP baru (Undang-Undang No. 1 Tahun 2023) yang mulai berlaku Januari 2026. Harapannya, KUHAP yang baru ini bisa lebih baik dari KUHAP lama yang dibuat tahun 1981.
RUU ini merupakan inisiatif dari DPR, khususnya Komisi III, yang berisi banyak ahli hukum seperti profesor, doktor, hingga mantan penegak hukum dan advokat. Mereka menyatakan siap menerima masukan agar RUU KUHAP benar-benar memperbaiki sistem hukum pidana kita.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Salah satu hal penting dalam RUU KUHAP ini adalah jaminan perlindungan hak asasi manusia (HAM). RUU ini juga merujuk pada perjanjian-perjanjian internasional seperti Konvensi Anti Penyiksaan, Perjanjian Hak Sipil dan Politik, dan Konvensi Anti Korupsi. Semua ini menunjukkan bahwa RUU KUHAP punya niat untuk menyesuaikan diri dengan standar HAM dunia.
Mengapa Harus Ada Pengawasan Hakim?
Saat ini, dalam sistem hukum kita, penyidik (misalnya polisi) bisa langsung menetapkan seseorang sebagai tersangka hanya dengan dua alat bukti. Setelah itu, bisa langsung dilakukan penangkapan dan penahanan, bahkan sampai 120 hari. Masalahnya, semua keputusan ini hanya ditentukan oleh penyidik sendiri, tanpa pengawasan dari hakim.
Dalam KUHAP lama, memang ada mekanisme praperadilan untuk menguji apakah penangkapan dan penahanan itu sah. Tapi kenyataannya, praperadilan tidak berjalan efektif. Seharusnya, praperadilan dilakukan sebelum seseorang ditahan (pre-factum), tapi saat ini dilakukan setelahnya (post-factum). Akibatnya, perlindungan terhadap HAM jadi lemah.
Karena itu, dalam RUU KUHAP yang baru, sangat penting untuk memastikan bahwa semua tindakan yang merampas kebebasan orang (seperti menetapkan tersangka, menggeledah, menyita, atau menahan) harus melalui pengawasan hakim lebih dulu. Ini disebut judicial scrutiny.
Pentingnya Sistem Peradilan yang Terpadu
Selain soal perlindungan HAM, RUU KUHAP juga seharusnya mendukung pembentukan sistem peradilan terpadu. Maksudnya, semua lembaga hukum seperti polisi, jaksa, advokat, dan lembaga pemasyarakatan bekerja dalam satu sistem hukum yang saling terhubung dan diawasi secara utuh oleh lembaga peradilan.
UUD 1945 dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman sudah mengatur bahwa peradilan harus independen dan menyatu. Sayangnya, draf RUU KUHAP saat ini belum menunjukkan arah ke sistem terpadu itu. Peradilan masih terbagi dalam berbagai sektor hukum acara yang jalan sendiri-sendiri.
RUU KUHAP adalah kesempatan emas untuk memperbaiki sistem hukum pidana kita. Tidak cukup hanya memperbaiki prosedur, tapi juga harus memperkuat keadilan yang benar-benar dirasakan masyarakat. Semua tindakan penegakan hukum yang menyangkut kebebasan seseorang harus diawasi hakim lebih dulu. Dengan begitu, negara kita benar-benar menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keadilan.
Semoga DPR RI benar-benar serius memperhatikan hal ini dalam proses pengesahan RUU KUHAP.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














