SUARA UTAMA – Pasca bom atom menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki pada 6 dan 9 Agustus 1945, Kaisar Hirohito mengajukan pertanyaan yang mencengangkan para jenderalnya: “Berapa jumlah guru yang tersisa?” Pertanyaan ini lahir dari kesadaran bahwa jatuhnya Jepang bukan hanya karena perang, tetapi juga karena kurangnya pembelajaran. Sang Kaisar menegaskan bahwa kebangkitan Jepang hanya mungkin terjadi melalui pendidikan, dan ia menginstruksikan untuk mengumpulkan guru-guru yang tersisa. Dengan 45.000 guru yang dikumpulkan, Jepang memulai langkah menuju kebangkitan melalui penghormatan dan kepercayaan terhadap peran guru.
Sejarah itu menggambarkan betapa besar peran guru dalam membangun bangsa. Bahkan di Jepang, jasa guru dihormati dengan semboyan, “She no on wa yama yori mo takai, umi yori mo fukai”, yang berarti “Jasa guru lebih tinggi dari gunung dan lebih dalam dari lautan.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hari ini, 25 November 2024, bangsa Indonesia memperingati Hari Guru ke-30 sebagai wujud penghormatan atas peran besar para pendidik. Tidak dapat dipungkiri, guru menjadi pilar utama dalam melahirkan berbagai profesi, mulai dari dokter, insinyur, hingga pemimpin bangsa. Namun, penghargaan simbolis saja tidak cukup. Sudahkah hak dan kesejahteraan para guru benar-benar terpenuhi?
Ketimpangan Kesejahteraan Guru
Salah satu persoalan yang mencolok adalah ketimpangan kesejahteraan antara guru berstatus PNS, PPPK, dan honorer. Guru honorer sering kali harus berjuang dengan upah yang jauh dari layak, meskipun beban kerja mereka sama beratnya. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi Dinas Pendidikan dan Kementerian Pendidikan untuk menciptakan sistem yang adil dan berkeadilan bagi seluruh guru, tanpa terkecuali.
Kendala dalam Dunia Pendidikan
Guru menghadapi tantangan besar di tengah kompleksitas dunia pendidikan saat ini. Beberapa kendala utama meliputi:
1. Kurikulum yang Tidak Sesuai dengan Kebutuhan Bangsa
Metode pembelajaran saat ini sering dikeluhkan sebagai monoton dan kurang relevan. Pendekatan yang terlalu menekankan penalaran pribadi tanpa memberikan kepastian kerap menurunkan standar intelektual siswa. Di sisi lain, aspek emosional (EQ) dan spiritual (SQ) juga kian terabaikan. Fenomena seperti perundungan, sikap murid yang tidak hormat kepada guru, hingga kriminalisasi terhadap guru menjadi potret suram yang harus diatasi segera.
2. Minimnya Sarana dan Prasarana
Keterbatasan fasilitas pendidikan menjadi hambatan besar. Meskipun pemerintah telah mengalokasikan dana melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS), penggunaan yang terikat pada aturan tertentu kerap membuat pihak sekolah kesulitan memenuhi kebutuhan lainnya. Pemerintah diharapkan dapat memberikan kebijakan yang lebih fleksibel, sehingga pengelolaan dana benar-benar mampu meningkatkan kualitas pendidikan.
Harapan pada Pilkada 2024
Pemilihan Kepala Daerah yang akan berlangsung serentak pada 27 November 2024 diharapkan melahirkan pemimpin yang peduli terhadap dunia pendidikan. Pemimpin daerah memegang peran penting dalam menentukan kebijakan, baik dalam hal kesejahteraan guru maupun pembangunan sarana dan prasarana pendidikan. Siapa pun yang memimpin, haruslah memiliki visi untuk memajukan pendidikan, karena pendidikan adalah fondasi utama masa depan bangsa.
Selamat Hari Guru ke-30
Di tengah tantangan yang ada, semangat dan dedikasi para guru tidak pernah surut. Mereka terus mendidik dengan sabar dan penuh keikhlasan. Sebagai masyarakat, kita memiliki tanggung jawab untuk mendukung dan menghormati peran besar mereka.
“Terima kasih kepada para guru yang telah mencerdaskan anak bangsa. Selamat Hari Guru ke-30. Jayalah selalu para guru!”