Filsafat Hukum: Antara Keadilan, Positivisme, dan Realitas di Indonesia

- Penulis

Selasa, 23 September 2025 - 20:18 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi Lady Justice dengan mata tertutup dan timbangan keadilan, melambangkan imparsialitas hukum di tengah intervensi politik dan modernitas.

Ilustrasi Lady Justice dengan mata tertutup dan timbangan keadilan, melambangkan imparsialitas hukum di tengah intervensi politik dan modernitas.

SUARA UTAMA – Jakarta, 23 September 2025 – Hukum tidak hanya soal pasal-pasal dan undang-undang yang tertulis. Di balik teks hukum, ada pertanyaan mendasar: apa hakikat hukum itu sendiri, untuk apa hukum diciptakan, dan bagaimana hubungan hukum dengan keadilan serta moral? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang menjadi ranah filsafat hukum, cabang filsafat yang menelaah dasar, tujuan, dan nilai dari hukum.

 

Apa Itu Filsafat Hukum?

Filsafat hukum merupakan bagian dari filsafat yang secara kritis menelaah keberadaan hukum. Jika ilmu hukum membahas isi aturan, maka filsafat hukum membahas dasar dan tujuan hukum.

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Filsafat Hukum: Antara Keadilan, Positivisme, dan Realitas di Indonesia Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ada tiga pertanyaan pokok yang menjadi fokus filsafat hukum:

  1. Ontologi hukum – apa hakikat hukum? Apakah hukum hanya norma tertulis, atau juga mencakup adat dan moral?
  2. Epistemologi hukum – bagaimana cara kita mengetahui hukum yang adil? Apakah cukup dari teks, atau juga dari nilai moral dan pengalaman sosial?
  3. Aksiologi hukum – apa tujuan hukum? Apakah demi kepastian, keadilan, atau kemanfaatan masyarakat?

 

Aliran-Aliran dalam Filsafat Hukum

Sejarah mencatat munculnya berbagai aliran besar:

  • Hukum Alam (Natural Law): hukum harus sesuai dengan moral dan keadilan universal.
  • Positivisme Hukum: hukum sah jika dibuat oleh penguasa, terlepas dari adil atau tidaknya.
  • Sosiologi Hukum: hukum dipahami sebagai gejala sosial yang harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
  • Hukum Progresif: hukum adalah sarana untuk mencapai keadilan substantif, bukan sekadar teks formal.

 

Hans Kelsen dan Positivisme Hukum

Tokoh yang sangat berpengaruh dalam positivisme hukum modern adalah Hans Kelsen dengan Teori Hukum Murni (Pure Theory of Law). Menurutnya, hukum adalah sistem norma yang berlaku berdasarkan hierarki norma: dari konstitusi, undang-undang, hingga peraturan teknis.

Kelsen menolak mencampurkan hukum dengan moral atau politik. Baginya, hukum yang sah adalah hukum yang ditetapkan secara formal, dan kepastian hukum lebih utama daripada penilaian moral yang subjektif.

Namun, pandangan ini menuai kritik karena dianggap terlalu kaku. Jika hukum hanya dipandang sebagai norma formal, maka aturan yang menindas sekalipun tetap sah selama dibuat penguasa.

BACA JUGA :  Jelang 1 Bulan, Panitia Milad Mubarok AR-LC Gelar Rapat Lanjutan

 

Indonesia: Civil Law dengan Nuansa Pancasila

Indonesia mewarisi sistem civil law dari Belanda. Ciri khasnya: undang-undang sebagai sumber hukum utama, kodifikasi hukum (KUHPerdata, KUHP), dan hakim yang cenderung terikat pada teks undang-undang.

Dalam praktiknya, Indonesia juga sangat positivistik: asas legalitas dalam KUHP dan hierarki norma dalam UU No. 12/2011 menunjukkan jejak kuat ajaran Kelsen.

Namun, Indonesia tidak murni positivistik. Pancasila dijadikan dasar filosofis hukum, sehingga setiap aturan harus selaras dengan nilai keadilan sosial, kemanusiaan, dan ketuhanan. Selain itu, keberadaan hukum adat, syariah di daerah tertentu, serta putusan progresif Mahkamah Konstitusi memperlihatkan bahwa moralitas dan keadilan juga ikut dipertimbangkan.

 

Politik Mengintervensi Hukum

Meski teori hukum murni ala Kelsen menolak campur tangan politik, praktik di Indonesia justru menunjukkan hal sebaliknya. Praktisi hukum Eko Wahyu Pramono menegaskan bahwa masyarakat perlu jujur mengakui realitas politik dalam pembentukan hukum.

“Kita harus setuju bahwa hukum di Indonesia adalah produk politik. Undang-undang lahir dari legislator yang diisi oleh orang-orang partai. Seharusnya hukum yang mengintervensi politik, tetapi yang terjadi justru politik mengintervensi hukum,” ujarnya.

Contoh nyata adalah revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) pada 2019. Perubahan aturan ini dinilai banyak pihak justru melemahkan independensi KPK. Alih-alih memperkuat pemberantasan korupsi, revisi tersebut dipandang sebagai bentuk intervensi politik terhadap lembaga hukum.

Kondisi ini memperlihatkan paradoks: hukum di Indonesia masih dominan positivistik, namun keberlakuannya sering ditentukan oleh tarik-menarik kepentingan politik.

 

Penutup

Filsafat hukum mengajarkan bahwa hukum bukan sekadar teks, melainkan juga refleksi atas keadilan dan kemanusiaan. Indonesia yang berakar pada civil law memang cenderung positivistik, tetapi tetap dituntut menghadirkan hukum yang hidup, berjiwa Pancasila, dan mampu memberi keadilan bagi rakyat.

Penulis : Odie Priambodo

Editor : Andre Hariyanto

Sumber Berita : Wartawan Suara Utama

Berita Terkait

Orang Tua Kader PKS Palaran Jadi Korban Kecelakaan, Penabrak Diduga Kabur dari Rumah Sakit
Eksorsisme atau Skizofrenia? Mengurai Ambiguitas Kerasukan dalam Perspektif Medis dan Teologis
Meriah West Java Festival (WJF) 2025 Guncang Kiara Artha Park Bandung
Galian C dan PETI Marak di Kelurahan Kampung Baruh Tabir, Abu Bakar Diduga Jadi Aktor Lapangan
Tim Jelajah Titik Cahaya Tempuh Perjalanan Ekstrem untuk Survei Kebutuhan Masjid di Pedalaman Timor 
Ambiguitas Konsep ‘Menguji Kepatuhan’ dalam Pemeriksaan Pajak: Kritik terhadap Pasal 12A PMK 15/2025
The Seven Lakes Festival 2025 Probolinggo Sukses di Gelar, Ini Harapan Pengunjung 7 Danau dan 7 Air Terjun 
Terindikasi Dugaan Kongkalikong, Pengadaan Barang dan Jasa serta Pengelolaan Gizi RSUD Waluyo jati 
Berita ini 39 kali dibaca

Berita Terkait

Minggu, 9 November 2025 - 08:32 WIB

Orang Tua Kader PKS Palaran Jadi Korban Kecelakaan, Penabrak Diduga Kabur dari Rumah Sakit

Sabtu, 8 November 2025 - 21:28 WIB

Eksorsisme atau Skizofrenia? Mengurai Ambiguitas Kerasukan dalam Perspektif Medis dan Teologis

Sabtu, 8 November 2025 - 20:27 WIB

Meriah West Java Festival (WJF) 2025 Guncang Kiara Artha Park Bandung

Sabtu, 8 November 2025 - 14:41 WIB

Galian C dan PETI Marak di Kelurahan Kampung Baruh Tabir, Abu Bakar Diduga Jadi Aktor Lapangan

Sabtu, 8 November 2025 - 13:19 WIB

Tim Jelajah Titik Cahaya Tempuh Perjalanan Ekstrem untuk Survei Kebutuhan Masjid di Pedalaman Timor 

Sabtu, 8 November 2025 - 10:05 WIB

The Seven Lakes Festival 2025 Probolinggo Sukses di Gelar, Ini Harapan Pengunjung 7 Danau dan 7 Air Terjun 

Sabtu, 8 November 2025 - 09:02 WIB

Terindikasi Dugaan Kongkalikong, Pengadaan Barang dan Jasa serta Pengelolaan Gizi RSUD Waluyo jati 

Jumat, 7 November 2025 - 22:10 WIB

Wartawan NTV Jadi Korban Intimidasi di Lokasi Tambang Ilegal Dam Betuk, Lapor ke Polres Merangin

Berita Terbaru