Suara Utama,Kal-Bar
أَلْهَىٰكُمُ ٱلتَّكَاثُرُ
حَتَّىٰ زُرْتُمُ ٱلْمَقَابِرَ
كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ
ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ
Sedekah, Mengendalikan Amarah dan Memaafkan (Bagian Pertama)
Antara Syukur dan Kufur akan Nikmat Allah
كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ ٱلْيَقِينِ
لَتَرَوُنَّ ٱلْجَحِيمَ
ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ ٱلْيَقِينِ
ثُمَّ لَتُسْـَٔلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ ٱلنَّعِيمِ
Artinya:
1. Bermegah-megahan telah melalaikan kamu
2. sampai kamu masuk ke dalam kubur.
3. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),
4. dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.
5. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,
6. niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim,
7. dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ainul yaqin,
8. kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu). (QS At-Takatsur: 1-8)
Asbabun Nuzul
Dalam Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al Munir disebutkan bahwa Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Buraidah. Dia mengatakan, “Ayat ini turun berkenaan dengan dua kabilah dari kalangan kaum Anshar. Yakni Bani Haritsah dan Bani Harits. Mereka saling berbangga dan memperbanyak harta.
Satu kabilah mengatakan, “Adakah di antara kalian orang seperti fulan bin fulan bin fulan?” Kabilah yang satu lagi melakukan hal yang serupa. Mereka saling berbangga dengan menyebut orang-orang yang masih hidup.
Kemudian mereka berkata, “Mari ikutlah kami ke kuburan.” Lantas salah satu dari dua kabilah itu mengatakan, “Adakah di antara kalian orang seperti fulan bin fulan bin fulan?” Mereka berkata saling menunjuk-nunjuk kuburan tersebut. Lalu Allah menurunkan Surat At-Takatsur (Bermegah-megahan telah melalaikan kamu sampai kamu masuk ke dalam kubur).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Interpretasi Para Mufasir
Dalam kitab At-Tafsîrul Munîr li Ma’âlimit Tanzîl ayat pertama dengan makna: “Yakni, bersaing untuk saling mengalahkan dengan prestasi (manaqib). Artinya banyaknya harta, banyaknya pengikut atau followers telah menyibukkan kalian dan menyombongkan semua itu dari merencanakan dan bersiap-siap sebelum terjadi hal yang sangat mengerikan pada hari Kiamat.”
Dalam Khawatir Qur’aniyah ditegaskan bahwa surah At-Takatsur ini memberikan ancaman kepada setiap orang yang hanya hidup untuk kelezatan dan kesenangan fisik semata. Oleh karena itu jangan menjadi seperti mereka.
Ibnu Taimiyah pernah ditanya mengenai ‘ainul yakin dan ‘ilmu yakin, menurutnya ‘ilmu yakin adalah sesuatu yang diketahui dengan mendengar, kabar berita, pengqiyasan (permisalan) dan berpikir tanpa melihat secara langsung. Sedangkan ‘ainul yakin adalah menyaksikan langsung dengan penglihatan. Ada juga haqqul yakin, yaitu dengan merasakan secara langsung.
Isi Kandungan Ayat Disarikan dari Berbagai Tafsir
Pertama, surah At-Takatsur memberikan ancaman kepada setiap orang yang hanya hidup untuk kelezatan dan kesenangan duniawi semata. Kedua, orang yang senantiasa berlomba-lomba dalam kesenangan duniawi, ia bisa terlalaikan dari ibadah dan baru tersadar ketika kematian telah tiba.
Ketiga, pada hari kiamat nanti, orang-orang yang berlomba-lomba dalam kesenangan duniawi akan mengetahui akibatnya. Keempat, orang yang terlalaikan dari akhirat karena bermegahan di dunia, kelak akan menyaksikan neraka secara langsung karena menjadi penghuninya. Kelima, setiap yang kita nikmati merupakan nikmat dari Allah yang kelak akan ditanya dan dimintai pertanggungjawaban.
Hikmah Surat At-Takatsur
Dalam Tafsir Al-Lubab jilid 4 disebutkan sejumlah hikmah dari surat At-Takatsur. Pertama, hal duniawi membuat manusia lengah hingga datang kematiannya. Kedua, peringatan Allah SWT atas persaingan bermegah-megah di dunia tidak akan membawa kepuasan, yang ada hanya tekanan.
Ketiga, mereka yang terlena akan keduniaan, kelak di akhirat akan menyesal. Keempat, semua kenikmatan yang diberi oleh Allah akan diadili.
Sementara itu dalam Tafsir al-Misbah, paling sedikit ada tiga ayat yang menggambarkan faktor-faktor yang bisa melengahkan manusia. Pertama, angan-angan kosong. Allah SWT berfirman:
ذَرْهُمْ يَأْكُلُوْا وَيَتَمَتَّعُوْا وَيُلْهِهِمُ الْاَمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُوْنَ
“Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong) mereka, kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatannya).” (QS Al-Hijr: 3)
Kedua, perkataan dusta. Allah berfirman:
وَالْخَامِسَةُ اَنَّ لَعْنَتَ اللّٰهِ عَلَيْهِ اِنْ كَانَ مِنَ الْكٰذِبِيْنَ
”Dan (sumpah) yang kelima bahwa laknat Allah akan menimpanya, jika dia termasuk orang yang berdusta.” (QS An-Nur: 7)
Ketiga, harta benda dan anak yang dimiliki. Allah berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُلْهِكُمْ اَمْوَالُكُمْ وَلَآ اَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ ۚوَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْخٰسِرُوْنَ
”Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barangsiapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS Al-Munafiqun: 9)
Nilai-nilai Pedagogis
Surat At-Takatsur: 1-8 di atas mengandung sejumlah nilai pendidikan (pedagogis). Di antaranya, pertama, mendidik kita menjadi pribadi yang bersyukur atas limpahan nikmat dari-Nya dan menjauhi sifat bermegah-megahan yang melalaikan kehidupan akhirat.
Kedua, mendidik kita menjadi pribadi yang taat dan menjauhi sifat pamer, sombong serta berfoya-foya yang dapat melalaikan kita dari mengingat Allah.
Ketiga, mengajarkan kepedulian sosial dan menumbuhkan akhlak terpuji dengan membantu orang yang membutuhkan dan kelaparan dari harta yang kita miliki.
Keempat, mendidik kita menjadi pribadi yang senantiasa bermuhasabah karena apa yang kita miliki itu milik Allah dan akan diadili.
Fenomena Flexing
Dewasa ini, jagat media sosial (medsos) diramaikan dengan fenomena Flexing atau pamer. Ia kerap disebut dengan ‘orang kaya palsu’ yang cenderung suka memamerkan harta kekayannya. Dalam ilmu psikologi, kemunculan Flexing ini tidak lain bertujuan untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain.
Fenomena pamer ini pada dasarnya didasari oleh orang-orang yang memiliki kepercayaan diri yang rendah. Di samping itu karena kebanyakan manusia memaknai kebahagiaan dari hal-hal yang bersifat materialistik. Padahal makna kebahagiaan yang sebenarnya ialah ketika manusia mampu bersyukur.
Flexing atau pamer ialah menunjukkan sesuatu yang dimiliki kepada orang lain dengan maksud memperlihatkan kelebihan atau keunggulan untuk menyombongkan diri. Flexing juga bisa diartikan sebagai sikap menunjukkan sesuatu yang dimiliki oleh seseorang tetapi dengan cara yang dianggap oleh orang lain tidak menyenangkan. Pendek kata, flexing adalah memamerkan sesuatu atau yang dimiliki secara mencolok.
Lalu apa saja bentuk flexing atau pamer yang sering disebar di medsos? Flexing bisa berupa makanan, pasangan, kekayaan, kecantikan, ketampanan, keturunan, dan kemewahan. Flexing juga bisa berupa kekuasaan, jabatan, kebaikan, curhatan , dan lain-lain.
Larangan Perbuatan Flexing
Allah SWT berfirman:
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۚ
”Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” (QS Luqman: 18)
Dalam Tafsir Al-Misbah jilid X halaman 111 disebutkan, ayat ini merupakan nasihat Luqman berkaitan dengan akhlak dan sopan santun berinteraksi dengan sesama manusia. Luqman menasihati anaknya ataupun siapa saja di muka bumi, jangan melakukan penghinaan dan kesombongan. Akan tetapi, tampakkanlah wajah berseri dan penuh rendah hati.
Lebih lanjut, ayat di atas menegaskan Allah tidak akan melimpahkan kasih sayang pada orang yang sombong dan membanggakan diri. Pasalnya, bumi ini diciptakan Allah untuk manusia.
Sementara itu, dalam sebuah hadis qudsi, Rasulullah SAW bersabda: Allah SWT mengancam akan menghinakan dan menghilangkan pahala bagi para pelaku flexing. Ketika hari kiamat telah tiba, maka akan ada suara memanggil, “Di manakah orang yang suka pamer? Di manakah orang yang ikhlas? Berdirilah kalian semua! Tunjukkan amal perbuatan kalian, dan ambillah pahala-pahala kalian dari Tuhan kalian semua.”
Dari penjelasan di atas maka diambil kesimpulan bahwa perilaku flexing atau pamer harta merupakan kesombongan. Sombong merupakan perbuatan yang amat terlarang dalam Islam dan pelakunya mendapat ancaman berupa keterhinaan dalam kehidupan akhirat berupa hilangnya semua pahala amalannya.
Manusia tidak pernah puas atas dunia atau kehidupan dunia kecuali setelah dibenamkan dalam tanah. Rasulullah SAW bersabda:
لَوْ أَنَّ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ، وَلَنْ يَمْلأَ فَاهُ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
“Jika anak Adam memiliki lembah emas, maka ia menginginkan agar ia memiliki dua lembah emas, dan sekali-kali mulutnya tidak akan puas kecuali setelah diisi tanah (mati), dan Allah menerima tobat orang yang bertobat kepadanya.” (HR Imam Bukhari)
Padahal semua perbuatan manusia akan dihisab. Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِي بَرْزَةَ الْأَسْلَمِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ
Dari Abu Barzah Al Aslami berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai ditanya tentang umurnya untuk apa dia habiskan, tentang ilmunya untuk apa dia amalkan, tentang hartanya dari mana dia peroleh dan ke mana dia infakkan dan tentang tubuhnya untuk apa dia gunakan.” (HR Tirmidzi)
Menyikapi Fenomena Flexing
Lalu bagaimana kita menyikapi fenomena flexing yang kini sedang marak? Pertama, senantiasa ingat bahwa amal shalih lebih baik daripada duniawi. Allah berfirman:
اَلْمَالُ وَالْبَنُوْنَ زِيْنَةُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۚ وَالْبٰقِيٰتُ الصّٰلِحٰتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَّخَيْرٌ اَمَلًا
”Harta dan anak-anak merupakan perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus-menerus lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS Al-Kahfi: 46)
Kedua, janganlah terperdaya dunia dan kesenangan yang palsu. Allah berfirman:
اِعْلَمُوْٓا اَنَّمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَّلَهْوٌ وَّزِيْنَةٌ وَّتَفَاخُرٌۢ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِى الْاَمْوَالِ وَالْاَوْلَادِۗ كَمَثَلِ غَيْثٍ اَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهٗ ثُمَّ يَهِيْجُ فَتَرٰىهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُوْنُ حُطَامًاۗ وَفِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيْدٌۙ وَّمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانٌ ۗوَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ
”Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu. (QS Al-Hadid: 20)
Ketiga, senantiasa memandang negeri akhirat yang kekal. Rasulullah SAW bersabda:
اللَّهِ سَمِعْتُ نَبِيَّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ جَعَلَ الْهُمُومَ هَمًّا وَاحِدًا هَمَّ الْمَعَادِ كَفَاهُ اللَّهُ هَمَّ دُنْيَاهُ وَمَنْ تَشَعَّبَتْ بِهِ الْهُمُومُ فِي أَحْوَالِ الدُّنْيَا لَمْ يُبَالِ اللَّهُ فِي أَيِّ أَوْدِيَتِهِ هَلَكَ
“Saya pernah mendengar Nabi kalian SAW bersabda, “Barangsiapa menjadikan segala macam keinginannya hanya satu, yaitu keinginan tempat kembali (negeri Akhirat), niscaya Allah akan mencukupkan baginya keinginan dunianya. Dan barangsiapa yang keinginannya beraneka ragam pada urusan dunia, maka Allah tidak akan memedulikan di manapun ia binasa.” (HR Ibn Majah)
Keempat, perbaiki hati dan amal kalian. Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
Dari Abu Hurairah dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, tetapi Allah melihat kepada hati dan amal kalian.” (HR Muslim)
Kelima, bersikaplah rendah hati. Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ خَطَبَهُمْ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
Dari Nabi SAW bahwa beliau berkhutbah di hadapan para sahabat dengan mengatakan, “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla telah mewahyukan kepadaku supaya kalian bersikap rendah hati, sampai tidak ada lagi salah seorang dari kalian saling berbangga diri kepada yang lainnya.” (HR Ibnu Majah)
Abdul Rauf al-Munawi dalam Faidh al-Qadīr menyebutkan bahwa Ibn Qayyim menjelaskan sikap tawadhu’ adalah merendahkan diri di hadapan Allah SWT sehingga dia tidak lagi memandang dirinya lebih tinggi dan lebih mulia dibandingkan makhluk Allah yang lainnya. Sedangkan orang yang takabur yaitu orang yang meninggikan dirinya lebih dari yang lain, dia meremehkan makhluk Allah yang lainnya.
Oleh karena itu orang-orang yang melakukan tindakan flexing ini mencemari nilai-nilai persamaan dan kehormatan antarsesama karena mereka berupaya mengangkat diri untuk dipandang dan melahirkan sifat sombong. Tidak sepatutnya manusia berlaku sombong atas pemberian yang hanya berupa titipan dari yang Mahakuasa.
Keenam, menziarahi kuburan untuk menjadikan zuhud dari kemewahan dunia dan mengingat kehidupan akhirat. Rasulullah SAW bersabda:
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوا الْقُبُوْرَ، فَإِنَّهَا تُزَهِّدُ فِى الدُّنْيَا وَتُذَكِّرُ اْلآخِرَةَ. (رواه ابن ماجه عن ابن مسعود)
“Saya pernah melarang kalian menziarahi kubur, maka sekarang ziarahilah kubur itu, karena menziarahi kubur akan menjadikan zuhud dari kemewahan dunia dan mengingatkan kalian pada kehidupan akhirat.” (HR Ibnu Mājah dari Ibnu Mas‘ūd)
Kisah Teladan
Manusia pada umumnya berlomba-lomba mengumpulkan harta kekayaannya untuk menjadi kaya. Berbagai kepentingan dunia dipikirkan, namun mereka, tanpa disadari, lupa mengumpulkan bekal di untuk akhirat. Mungkin kita bisa belajar dari Abdurrahman bin Auf, bahwa harta bukanlah segalanya. Beliau salah satu sahabat Nabi yang kaya raya namun gemar bersedekah.
Abdurrahman bin Auf lahir dari ibu bernama Shafiyah, sedangkan ayahnya bernama ‘Auf bin ‘Abdu ‘Auf bin ‘Abdul Harits bin Zahrah. Dengan kekayaannya yang dimiliki, dia justru menangis karena khawatir akan memasuki surga paling terakhir.
“Suatu ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam berkata, Abdurrahman bin Auf akan masuk surga terakhir karena terlalu kaya, sehingga dihisabnya paling lama. Mendengar hal tersebut Abdurrahman bin Auf pun berpikir keras, bagaimana caranya agar ia kembali menjadi miskin supaya dapat memasuki surga lebih awal.”
Agar jatuh miskin, Abdurrahman bin Auf pernah menyedekahkan separuh hartanya pada zaman Nabi. Setelah itu ia bersedekah lagi sebanyak 40.000 dinar yang kebanyakan harta bendanya diperoleh dari hasil perdagangan.
Suatu hari ada salah satu kaum Anshar bernama Sa’ad yang terkenal dengan kekayaannya di Madinah menawarkan harta pada Abdurrahman bin Auf. Akan tetapi, saat itu penawaran ditolak dan dia malah bertanya lokasi pasar yang ada di Madinah saat itu.
Setelah dicari tahu, ternyata harga sewa pasar di Madinah sangat mahal, banyak orang-orang yang ingin berdagang namun tidak ada modal besar untuk menyewa tempat. Dengan peluang dan inisiatifnya, Abdurrahman bin Auf membeli tanah itu dan menjadikannya sebagai kavling-kavling pasar. Kavling-kavling tersebut dia bangun dan digunakan oleh pedagang Muslim tanpa membayar sewa. Abdurrahman bin Auf menerapkan sistem bagi hasil yang lebih adil, sehingga tidak memberatkan dan mencekik para pedagang yang masih merintis.
Abdurrahman bin Auf pernah memberikan 200 uqiyah emas (1 uqiyah setara dengan kurang lebih 31 gram) untuk memenuhi kebutuhan logistik dalam perang Tabuk. Saat ada seruan untuk berinfak dari Rasulullah SAW, ia tak pernah berpikir panjang dan ragu-ragu.
Begitupun saat perang Badar yang jumlahnya mencapai 100 orang, dia memberikan santunan 400 dinar kepada masing-masing veteran. Abdurrahman bin Auf juga menyumbangkan 40 ribu dinar, 500 ekor kuda, dan 1.500 unta untuk para pejuang.
Tidak hanya itu, dia juga pernah bersedekah dengan membeli kurma yang hampir busuk dari para sahabat di Madinah. Semua pedagang pun sontak gembira karena kurma mereka bisa dijual, begitu pun Abdurrahman bin Auf yang senang dan berharap akan jatuh miskin.
Namun, tiba-tiba ada seseorang yang datang dan mengaku berasal dari utusan Yaman. Dia memberitakan bahwa di negerinya sedang terkena wabah penyakit menular, sehingga rajanya mengutus dirinya untuk mencari kurma busuk.
Menurutnya, kurma busuk merupakan salah satu obat yang bisa menyembuhkan dari penyakit menular itu. Akhirnya utusan raja Yaman tersebut memborong semua kurma milik Abdurrahman bin Auf dengan harga 10 kali lipat dari harga kurma biasa.
Kedermawanannya itu tidak membuat Abdurrahman bin ‘Auf langsung jatuh miskin, justru kehidupannya terus meningkat. Keberhasilannya dalam bisnis membuatnya dijuluki sebagai tangan emas, karena apa pun yang dikerjakan selalu sukses dan membuahkan hasil yang besar.
Di saat Abdurrahman bin Auf merelakan semua hartanya agar jatuh miskin, saat itu pula Allah memberikan limpahan harta berkali-kali lipat untuknya. Hingga pada waktunya, dia meninggal di usia 72 tahun dan masuk dalam deretan 10 sahabat Nabi yang dijamin masuk surga.
Baginya, warisan terbaik yang ditinggalkan pada keluarganya saat meninggal bukanlah harta atau kekayaan, melainkan ajaran Islam dan teladan dari Rasulullah SAW. Semoga kita bisa meneladani sifat dari seorang Abdurrahman bin Auf.
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ جَهْدِ البَلاَءِ، وَدَرَكِ الشَّقَاءِ ، وَسُوءِ القَضَاءِ ، وَشَمَاتَةِ الأَعْدَاء
“Ya Allah aku meminta perlindungan kepada-Mu dari beratnya cobaan, kesengsaraan yang hebat, takdir yang jelek, dan kegembiraan musuh atas kekalahan.” (HR Bukhari dan Muslim) []