SUARA UTAMA — Aksi massa besar-besaran yang mengguncang Gedung DPR RI pada 25–28 Agustus 2025 bukan sekadar unjuk rasa biasa. Fenomena ini menjadi panggung terbuka atas akumulasi berbagai kepentingan: dari mafia bisnis yang terusik, elit politik yang terancam reshuffle, civil society yang kecewa, hingga elit global yang merasa terganggu dengan arah kebijakan Presiden Prabowo Subianto.
Latar Belakang: Titik Didih Politik
Pulbaket intelijen mengungkap tujuh faktor utama pemicu aksi. Dari gagalnya negosiasi Hasyim dengan adik Rizal Chalid, penangkapan besar-besaran Kejagung terhadap mafia migas, sawit, hingga narkoba, sampai kekecewaan keluarga Jokowi karena Gibran tidak dilibatkan penuh dalam pemerintahan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain itu, beberapa kebijakan Presiden Prabowo—seperti pengembalian jabatan Kunto, amnesti Tom Lembong dan Hasto, serta sinyal reshuffle barisan “Genk Solo”—memicu gejolak internal. Kekecewaan civil society, buruh, mahasiswa, serta tekanan dari elit global memperkuat gelombang perlawanan yang tumpah ruah di Senayan.
Pandangan Media Nasional
- Kompas menilai bahwa aksi ini mencerminkan “kontradiksi transisi kekuasaan” yang belum tuntas. “Demo DPR 25 Agustus menjadi simbol tarik-menarik antara warisan politik lama dan arah baru yang ingin ditempuh Presiden Prabowo,” tulis editorialnya.
- Tempo menggarisbawahi aspek mafia ekonomi. Menurutnya, keberanian Kejagung menyentuh mafia sawit, migas, dan tambang jelas memukul sumber dana kelompok oligarkis. “Ada tangan tak terlihat yang menggunakan massa untuk melawan balik penegakan hukum.”
- Republika lebih menyoroti keresahan masyarakat sipil. “Buruh, mahasiswa, dan ormas Islam merasa pemerintahan ini belum sepenuhnya lepas dari bayang Jokowi, sehingga tuntutan pembaruan demokrasi muncul di jalanan.”
Analisis Pakar Politik
Pakar politik dari Universitas Indonesia, Prof. Maswadi Rauf, menyebut demo ini sebagai “akumulasi multi-kepentingan yang sulit dipisahkan.” Menurutnya, setiap kelompok membawa agenda berbeda, tapi menyatu di lapangan. “Inilah yang membuat fenomena 25 Agustus rumit. Ada yang ingin deligitimasi Prabowo, ada yang sekadar ingin negosiasi posisi.”
Sementara pengamat politik LIPI, Syamsuddin Haris, menilai isu “Bubarkan DPR” lebih sebagai jargon provokatif yang dipakai kelompok anarko dan mahasiswa binaan. “Tujuan utamanya bukan konstitusional, melainkan menekan pemerintah agar masuk kompromi.”
Pandangan Militer dan Keamanan
Mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, mengingatkan bahwa pola demonstrasi kali ini mirip dengan people power di beberapa negara lain. “Ada kombinasi antara civil society genuine dengan operasi terstruktur yang digerakkan aktor besar. Bila dibiarkan, stabilitas nasional terancam.”
Sementara itu, analis pertahanan dari Lembaga Ketahanan Nasional, Brigjen (Purn) Soleman Ponto, menekankan pentingnya sikap hati-hati aparat. “Prabowo sangat trauma dengan demo mahasiswa 1998. Kalau salah penanganan, justru bisa memicu eskalasi.”
Sikap Partai Politik
- Gerindra sebagai partai utama pendukung pemerintah menegaskan bahwa aksi ini sarat kepentingan elit. “Kami melihat jelas ada upaya mendeligitimasi Presiden Prabowo lewat isu DPR,” ujar Sekjen Gerindra.
- PDIP mengambil posisi kritis. “Prabowo harus berani memutus mata rantai Jokowi dan oligarki. Kalau tidak, demo akan terus meluas,” kata salah satu elite DPP.
- Golkar dan PAN cenderung moderat. Keduanya menekankan perlunya dialog terbuka dengan mahasiswa dan kelompok sipil, sambil tetap menjaga stabilitas.
- PKS dan partai oposisi lain menilai aksi ini bukti kekecewaan rakyat. “Tuntutan bubarkan DPR mungkin ekstrem, tapi keresahan soal oligarki dan mafia adalah nyata,” kata Presiden PKS.
Benang Kusut: Lima Arus dalam Demonstrasi
Fenomena 25 Agustus melahirkan lima aliran besar:
- Genk Solo, Oligarki, dan Elit Global yang menggunakan jaringan anarko dan preman untuk buat rusuh.
- Elit politik terancam reshuffle yang menunggangi demo untuk bargaining.
- Oposisi dan anti-Jokowi yang menekan Prabowo agar putus total dari Jokowi.
- Civil society tengah yang anti Jkw sekaligus anti Prabowo, menuntut kembali ke UUD 1945.
- Kelompok oportunis bayaran yang hanya ikut arus demi keuntungan.
Suara Rakyat dan Harapan ke Depan
Hasil survei nasional LSI (Agustus 2025) menunjukkan bahwa 64,3% responden mendukung gebrakan Prabowo dalam memberantas mafia migas, sawit, tambang, dan judi online. Dukungan publik terhadap kepemimpinan Prabowo juga naik ke 62%, meningkat signifikan dibanding survei Mei lalu yang berada di angka 55%.
Sebaliknya, tingkat kepuasan publik terhadap kepemimpinan Jokowi yang lalu terus menurun. 72% responden menyatakan kecewa dengan gaya pemerintahan Jokowi yang dianggap terlalu memberi ruang pada oligarki dan kroni politik, sehingga publik menaruh harapan besar pada Prabowo untuk membalik keadaan.
Menurut Direktur Eksekutif Indikator Politik, Burhanuddin Muhtadi, “Rakyat sudah jenuh dengan pola lama. Mereka ingin Prabowo benar-benar memutus mata rantai oligarki, tidak lagi tersandera kepentingan keluarga Jokowi, dan menjaga kedaulatan dari intervensi asing.”
Aspirasi serupa juga disuarakan kelompok buruh dan mahasiswa. Mereka menekankan pentingnya konsistensi Prabowo dalam melawan mafia dan menolak kompromi politik yang bisa mengkhianati harapan rakyat.
Pada akhirnya, mayoritas publik berharap Presiden Prabowo tidak lengah terhadap gerakan di belakang layar yang berpotensi merusak demokrasi dan kemajuan Indonesia. Rakyat menunggu keberanian sang Presiden untuk menegakkan hukum secara tuntas, sekaligus menjaga stabilitas agar transisi menuju Indonesia Emas 2045 tetap terjaga.
Sumber Berita : 1. Lembaga Survei Indonesia (LSI). (2025, Agustus). Rilis Survei Nasional: Evaluasi Publik terhadap Pemerintahan dan Harapan terhadap Presiden Prabowo. Jakarta: LSI. 2. Indikator Politik Indonesia. (2025, Juli). Opini Publik terhadap Stabilitas Politik Nasional dan Gerakan Massa di Parlemen. Jakarta: Indikator. 3. Kompas. (2025, 15 Agustus). Mayoritas Publik Dukung Gebrakan Prabowo Berantas Mafia, Kritik Keras terhadap Oligarki Lama. Harian Kompas. 4. Tempo. (2025, 12 Agustus). Fenomena Aksi Massa DPR: Antara Aspirasi Publik dan Manuver Elit Politik. Tempo.co. 5. CNN Indonesia. (2025, 10 Agustus). Prabowo Dinilai Tegas, Publik Kecewa pada Jokowi. CNN Indonesia. 6. Republika. (2025, 11 Agustus). Pakar Militer: Aksi Massa Bisa Dimanfaatkan Elit Global untuk Melemahkan Indonesia. Republika.co.id. 7. Suara Pembaruan. (2025, 14 Agustus). Partai Politik Pecah Pandangan Soal Demonstrasi DPR dan Langkah Presiden Prabowo. Suara Pembaruan. 8. Harian Sindo. (2025, 9 Agustus). Gerakan Massa DPR: Gejolak Politik atau Rekayasa Oligarki? Sindo Daily. 9. Liputan6. (2025, 16 Agustus). Survei: 72% Publik Kecewa dengan Gaya Kepemimpinan Jokowi di Periode Sebelumnya. Liputan6.com. 10. Burhanuddin Muhtadi. (2025). Wawancara Eksklusif: Tantangan Prabowo Menghadapi Mafia Politik dan Oligarki. Jakarta: Indikator Politik.














