Dilema Restorative Justice dalam Penegakan Hukum Pidana di Indonesia

- Penulis

Jumat, 10 Oktober 2025 - 09:01 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi seorang lawyer menyampaikan pembelaan di hadapan majelis hakim dalam sidang perkara pidana.

Ilustrasi seorang lawyer menyampaikan pembelaan di hadapan majelis hakim dalam sidang perkara pidana.

SUARA UTAMA – Jakarta, 10 Oktober 2025 — Konsep restorative justice atau keadilan restoratif dalam sistem hukum pidana Indonesia terus menjadi sorotan publik. Sistem ini mengedepankan pemulihan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat, sehingga dianggap lebih manusiawi dibanding sistem peradilan pidana konvensional (retributive justice). Namun, penerapannya masih menghadapi dilema antara nilai kemanusiaan dan kepastian hukum.

 

Sejarah dan Perkembangan Internasional

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Dilema Restorative Justice dalam Penegakan Hukum Pidana di Indonesia Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Konsep restorative justice pertama kali diterapkan secara formal melalui Victim-Offender Reconciliation Program (VORP) di Kitchener, Kanada, tahun 1974. Program ini mempertemukan pelaku dan korban untuk menyelesaikan konflik secara damai, dengan tujuan memulihkan kerugian dan hubungan sosial.

Di Selandia Baru, sistem family group conference diterapkan melalui Children, Young Persons, and Their Families Act 1989, sedangkan di Afrika Selatan, Truth and Reconciliation Commission pasca-apartheid menekankan rekonsiliasi sosial sebagai bentuk pemulihan keadilan.

Menurut United Nations Basic Principles on the Use of Restorative Justice Programmes in Criminal Matters (2002), pendekatan restoratif dapat diterapkan di setiap tahap sistem peradilan pidana, dengan syarat menjaga hak korban, prinsip kesukarelaan, dan tidak mengurangi kewenangan negara.

 

Restorative Justice di Indonesia

Di Indonesia, nilai-nilai keadilan restoratif telah lama hidup dalam praktik hukum adat, seperti musyawarah untuk perdamaian. Secara formal, konsep ini mulai mendapat pengakuan hukum melalui Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 dan pedoman internal Kepolisian RI dan Mahkamah Agung.

Data Kejaksaan Agung menunjukkan bahwa pada 2023, lebih dari 2.600 perkara pidana ringan diselesaikan dengan mekanisme restoratif, meningkat sekitar 20% dibanding tahun sebelumnya. Namun, pertumbuhan ini menimbulkan pertanyaan tentang konsistensi dan potensi penyalahgunaan.

 

Pandangan Praktisi: Yulianto Kiswocahyono

Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP, praktisi hukum sekaligus konsultan fiskal dan Ketua Komite Tetap Bidang Fiskal dan Moneter KADIN Jawa Timur, menegaskan bahwa restorative justice harus tetap berada dalam koridor kepastian hukum.

BACA JUGA :  Selamat, Wartawan Suara Utama Gus Idur Jabat Ketua NGG Kota Batu dan Bunda Lusi Bendahara

“Restorative justice bukan jalan pintas untuk membebaskan pelaku. Negara tetap harus hadir menjamin keseimbangan antara kepentingan korban, masyarakat, dan pelaku,” ujar Yulianto di Jakarta, Jumat (10/10).

Menurut Yulianto, pendekatan restoratif cocok untuk kasus ringan seperti penganiayaan dan pencurian kecil, tetapi tidak dapat diterapkan pada kejahatan berat seperti korupsi atau kejahatan seksual.

“Keadilan restoratif harus dijalankan secara profesional, transparan, dan berlandaskan prinsip equality before the law. Tanpa mekanisme kontrol yang jelas, ia bisa berubah menjadi alat kompromi,” tambahnya.

 

Pandangan Praktisi Hukum Lain: Eko Wahyu Pramono

Eko Wahyu Pramono, praktisi hukum di Surabaya, menekankan perlunya pengawasan ketat dalam implementasi.

“Konsep ini ideal di atas kertas, tapi di lapangan sering muncul ketimpangan, terutama jika pelaku dan korban memiliki perbedaan status sosial. Keadilan restoratif bisa menjadi elitis jika tidak dikawal,” ujar Eko.

Eko menyoroti bahwa keberhasilan restorative justice di negara seperti Kanada dan Selandia Baru didukung oleh sistem hukum yang transparan dan kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum. Di Indonesia, kepercayaan tersebut masih perlu diperkuat melalui akuntabilitas dan evaluasi berkelanjutan.

Kesimpulan

Keadilan restoratif memiliki potensi besar untuk membangun sistem hukum pidana yang lebih manusiawi di Indonesia, terutama untuk tindak pidana ringan. Namun, praktiknya harus diimbangi dengan regulasi yang tegas, pengawasan independen, dan kepastian hukum.

Yulianto menekankan:

“Restorative justice adalah wajah baru hukum pidana Indonesia. Wajah ini hanya akan tampak adil jika negara menegakkan hukum dengan konsisten menyeimbangkan kepastian hukum, kemanusiaan, dan moral publik.”

 

Penulis : Odie Priambodo

Editor : Andre Hariyanto

Sumber Berita : Wartawan Suara Utama

Berita Terkait

Orang Tua Kader PKS Palaran Jadi Korban Kecelakaan, Penabrak Diduga Kabur dari Rumah Sakit
Eksorsisme atau Skizofrenia? Mengurai Ambiguitas Kerasukan dalam Perspektif Medis dan Teologis
Meriah West Java Festival (WJF) 2025 Guncang Kiara Artha Park Bandung
Galian C dan PETI Marak di Kelurahan Kampung Baruh Tabir, Abu Bakar Diduga Jadi Aktor Lapangan
Tim Jelajah Titik Cahaya Tempuh Perjalanan Ekstrem untuk Survei Kebutuhan Masjid di Pedalaman Timor 
Ambiguitas Konsep ‘Menguji Kepatuhan’ dalam Pemeriksaan Pajak: Kritik terhadap Pasal 12A PMK 15/2025
The Seven Lakes Festival 2025 Probolinggo Sukses di Gelar, Ini Harapan Pengunjung 7 Danau dan 7 Air Terjun 
Savira, Yatim Piatu Penderita Tumor Langka Butuh Pertolongan, Bupati Merangin Diharap Hadirkan Kepedulian
Berita ini 241 kali dibaca

Berita Terkait

Minggu, 9 November 2025 - 08:32 WIB

Orang Tua Kader PKS Palaran Jadi Korban Kecelakaan, Penabrak Diduga Kabur dari Rumah Sakit

Sabtu, 8 November 2025 - 21:28 WIB

Eksorsisme atau Skizofrenia? Mengurai Ambiguitas Kerasukan dalam Perspektif Medis dan Teologis

Sabtu, 8 November 2025 - 20:27 WIB

Meriah West Java Festival (WJF) 2025 Guncang Kiara Artha Park Bandung

Sabtu, 8 November 2025 - 14:41 WIB

Galian C dan PETI Marak di Kelurahan Kampung Baruh Tabir, Abu Bakar Diduga Jadi Aktor Lapangan

Sabtu, 8 November 2025 - 13:19 WIB

Tim Jelajah Titik Cahaya Tempuh Perjalanan Ekstrem untuk Survei Kebutuhan Masjid di Pedalaman Timor 

Sabtu, 8 November 2025 - 10:05 WIB

The Seven Lakes Festival 2025 Probolinggo Sukses di Gelar, Ini Harapan Pengunjung 7 Danau dan 7 Air Terjun 

Sabtu, 8 November 2025 - 09:49 WIB

Savira, Yatim Piatu Penderita Tumor Langka Butuh Pertolongan, Bupati Merangin Diharap Hadirkan Kepedulian

Sabtu, 8 November 2025 - 09:02 WIB

Terindikasi Dugaan Kongkalikong, Pengadaan Barang dan Jasa serta Pengelolaan Gizi RSUD Waluyo jati 

Berita Terbaru