Oleh: Firmansyah Usman
Di Lelilef darah para buruh tambang tak terkeringkan
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Angin musim ini tak dapat menghapusnya
Juga hujan tak dapat membersihkannya
Begitu pula darah petani
Waktu pun tak dapat menghilangkannya
Aku tak mau bersaksi seperti Pablo Neruda
‘Sejak saat itu tanah, roti dan anggur di El Salvador berasa darah’
– Banemo, (Rabu 13/03/2024)
Matinya Buruh Tambang
Oleh: Firmansyah Usman
Di surat kabar pagi
Seorang buruh tambang ambruk semalam
Tubuhnya terbakar api
Dari semburan tungku nikel
Di meja tuan Bupati surat kabar itu belum di baca
Ada tamu penting dari Ibu Kota
Di kantor Serikat Pekerja tak nampak seorang pun
Tubuh buruh tambang itu terbujur kaku di kamar jenazah
Sedang di pabrik pagi itu juga
Buruh kembali bekerja
Seperti biasa, seperti biasa
Aroma maut malam itu
Berganti partikel-partikel debu
Dan besi-besi karat
Di loket pendaftaran, manusia-manusia baru Antri untuk menjadi buruh
Alangkah bahagianya maut
Datang tak dijemput
Pulang tak diantar
– Banemo, (Senin, 11/03/2024)
Aku Butuh Rumah Tadinya
Oleh: Firmansyah Usman
Aku butuh rumah tadinya
Tadinya aku butuh rumah
Lantas aku ganti kalimat rumah dengan tanah
Ternyata semua orang butuh tanah
Aku tegaskan lagi semua orang butuh tanah
Tanah untuk sebuah rumah
Apa yang kita harapkan dari cerobong besi…
– Banemo, (Minggu 10/3/2024)
Penulis : Firmansyah Usman