SUARA UTAMA, NAGEKEO NTT
Di balik megahnya pembangunan di pusat Kabupaten Nagekeo, tersembunyi sebuah kampung kecil yang seolah tak pernah masuk dalam peta keadilan pembangunan. Maki Paket, nama kampung itu. Terletak di Kelurahan Mbay II, Kecamatan Aesesa, wilayah ini sebenarnya hanya berjarak beberapa kilometer dari kantor Bupati Nagekeo. Tapi soal pembangunan? Warganya seakan hidup ratusan kilometer dari perhatian pemerintah.
Sekilas Dekat, Tapi Sejauh-Jauhnya dari Pemerataan
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Maki Paket terdiri dari dua Rukun Tetangga (RT) dengan sekitar 52 kepala keluarga. Meski secara geografis dekat dari pusat pemerintahan, kondisi infrastruktur dan pelayanan publik di sana sangat memprihatinkan.
“Kalau om mau ke Maki Paket, jangan lewat jalan baru yang digusur tahun 2013. Nanti om tidak bisa balik. Jalan itu sekarang tergenang air, motor bisa macet. Kalau mau, putar jauh lewat jalan PT Cheetham,” ujar Paulus Ratu, pemuda asal Maki Paket, kepada Media Suara Utama.
Jalan yang dimaksud Paulus adalah akses utama warga yang pernah dijanjikan akan ditingkatkan. Kala itu, pembangunan jalan sempat disentuh melalui proyek era kepemimpinan sebelumnya. Tapi seiring waktu dan bergantinya kepala daerah, janji itu ikut terkubur bersama lumpur yang kini menenggelamkan jalan mereka.
“Jalan itu sempat jadi prioritas, kami dengar begitu. Tapi sekarang sudah ganti bupati. Kami hanya berharap yang baru tidak lupa kami,” tambah Paulus.
Listrik? Tiangnya Ada. Tapi Arusnya Entah Ke Mana
Tak hanya soal jalan, listrik juga menjadi mimpi panjang yang belum menyala. Di kampung itu, tiang-tiang listrik berdiri kokoh, seolah membawa harapan. Namun kenyataan berkata lain: tidak ada kabel, tidak ada arus.
“Kami tidak tahu kabelnya ke mana. Yang ada hanya tiang. Jadi sampai sekarang kami masih bergantung pada panel surya bantuan dari Yayasan Wadah Foundation. Puji Tuhan, panel itu masih berfungsi sampai hari ini,” kata Paulus.
Ia menyebut, bantuan panel surya itu bisa hadir berkat dukungan dari Kaka Yan Siga, seorang anggota DPR yang selama ini diam-diam memperhatikan warga kampung kecil tersebut. “Kalau tidak ada Kaka Yan, mungkin kami masih gelap total,” ujarnya.
Air Bersih: Bantuan Ada, Tapi Hanya Untuk Seremonial
Warga Maki Paket juga pernah menerima bantuan sumur bor dari Polres Nagekeo sekitar dua tahun lalu. Namun lagi-lagi, itu tidak benar-benar menjadi solusi.

“Sumur itu sempat dipakai sebentar saja. Habis itu, mesin dan fiber-nya hilang entah ke mana. Sekarang yang tersisa hanya besinya. Kami tidak pernah benar-benar menikmati air bersih dari sumur itu,” keluh warga.
Akhirnya, air hujan dan aliran dari sumber alam yang jauh jadi harapan terakhir. Di musim kering, mereka harus menempuh jarak untuk mendapatkan air. Bukan hanya melelahkan, tapi juga sangat berisiko bagi lansia dan anak-anak.
Warga Bertahan, Tapi Sampai Kapan?
Di tengah semua keterbatasan itu, warga Maki Paket tetap bertahan. Mereka tidak meminta kemewahan, hanya ingin akses jalan yang layak, air bersih yang mengalir, dan listrik yang benar-benar menyala tiga kebutuhan dasar yang seharusnya menjadi hak semua warga negara.
“Kami ini bukan di gunung atau pulau terpencil. Kami ini hanya di belakang kantor bupati. Tapi rasanya seperti tinggal di dunia lain,” ujar seorang ibu rumah tangga yang enggan disebutkan namanya.
Melalui rilis ini, Media Suara Utama mengetuk hati pemerintah daerah dan semua pihak yang berwenang pembangunan yang adil bukan hanya tentang beton dan proyek, tetapi tentang kehadiran nyata untuk mereka yang selama ini luput dari perhatian.
Penulis: Severinus je
Sumber Berita: Suara Utama














