SUARA UTAMA – Pada Minggu pagi, 3 Agustus 2025, Monumen Nasional (Monas), simbol kebanggaan rakyat Indonesia di jantung Ibu Kota Jakarta, menjadi saksi sejarah saat gelombang solidaritas untuk Palestina menggema begitu kuat hingga seolah menembus langit dunia. Ribuan warga dari berbagai kalangan memadati kawasan Monas, membawa bendera Palestina, poster perlawanan, dan doa-doa yang dilantunkan serempak, menunjukkan bahwa nurani bangsa ini tetap hidup dan peduli atas tragedi kemanusiaan yang menimpa rakyat Palestina.
Acara tersebut bukan sekadar unjuk rasa, melainkan panggilan moral dari bangsa Indonesia kepada dunia internasional. Dari panggung utama, para tokoh nasional, pemuka agama, aktivis kemanusiaan, hingga perwakilan pelajar menyuarakan tuntutan gencatan senjata permanen, diakhirinya pendudukan, serta diusutnya kejahatan perang yang dilakukan rezim Zionis terhadap warga sipil di Gaza dan Tepi Barat.
Menlu RI Sugiono: “Kita Tidak Netral dalam Ketidakadilan”
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam pidatonya yang penuh semangat dan empati, Menteri Luar Negeri RI, Sugiono, menyatakan bahwa posisi Indonesia tidak pernah berubah dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina.
“Dari jantung Ibu Kota ini, suara rakyat Indonesia kita kirimkan ke langit dunia: kita tidak akan diam, kita tidak netral dalam ketidakadilan! Palestina adalah soal kemanusiaan, bukan sekadar geopolitik,” tegasnya disambut sorak dan pekikan takbir dari massa yang hadir.
Sugiono juga menekankan pentingnya peran negara-negara OKI, ASEAN, dan PBB untuk bertindak lebih konkret dalam menekan Israel menghentikan agresi. Ia mendesak agar Mahkamah Internasional segera menyidangkan kejahatan perang di Gaza dan bahwa Indonesia siap menjadi jembatan diplomatik untuk mendorong investigasi internasional.
Pemuka Agama dan Doa Bersama Lintas Iman
Tak hanya dari aspek politik, acara ini juga sarat dengan muatan spiritual. Sejumlah pemuka agama hadir memberikan doa dan refleksi. Ketua MUI menyatakan bahwa membela Palestina adalah amanah konstitusi dan kemanusiaan. Sementara perwakilan PGI dan Konferensi Waligereja Indonesia menekankan pentingnya solidaritas lintas iman untuk perdamaian dunia.
“Saat anak-anak mati kelaparan dan rumah-rumah dihancurkan, diam adalah pengkhianatan,” ujar seorang rohaniwan Kristen di tengah suasana hening doa bersama.
Solidaritas dari Rakyat, untuk Palestina
Rangkaian acara ini diisi pula dengan orasi budaya, pembacaan puisi, penampilan musik religi, dan penggalangan dana kemanusiaan. Banyak peserta membawa poster dengan pesan menyentuh seperti “Free Gaza Now”, “Save Palestinian Children”, dan “Kemanusiaan Tidak Bisa Didiamkan.”
Bendera Merah Putih dan Palestina dikibarkan berdampingan. Anak-anak membawa gambar Dome of the Rock, sementara kaum muda memekikkan yel-yel dukungan. Media internasional seperti Al Jazeera, Reuters, dan Anadolu Agency turut meliput secara langsung, memperlihatkan bahwa suara Jakarta memang menggema hingga ke penjuru dunia.
Penutup: Monas Jadi Saksi, Dunia Harus Tahu
Acara ini berakhir menjelang siang, namun getarannya masih terasa. Dari Monas yang kokoh menjulang, suara dukungan untuk Palestina telah dikirimkan ke angkasa, melintasi batas-batas benua, menuju hati nurani dunia.
“Ini bukan sekadar solidaritas simbolik,” ujar seorang peserta. “Ini adalah seruan nurani, bahwa di Jakarta—dari jantung Ibu Kota—Palestina tidak sendiri.”














