SUARA UTAMA – Saat ini event BRICS sedang berlangsung di Rio de Janeiro, Brasil 6-7 Juli 2025. Di tengah krisis geopolitik, ketimpangan ekonomi, dan lemahnya kepercayaan terhadap lembaga-lembaga internasional arus utama, muncul satu poros kekuatan global baru yang makin diperhitungkan: BRICS—akronim dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, BRICS yang kini beranggotakan 11 negara, termasuk Indonesia. Ditambah mitra baru BRICS, yaitu Belarus, Bolivia, Kazakhstan, Kuba, Nigeria, Malaysia, Thailand, Vietnam, Uganda,dan Uzbekistan dikutip dari www.idnfinancials.com/id/news.
Organisasi Kerjasama global ini Didirikan sebagai forum kerja sama ekonomi negara berkembang, BRICS kini berkembang menjadi kekuatan geopolitik yang menyuarakan tatanan dunia multipolar yang lebih inklusif dan berkeadilan.
Dengan diperkirakan mencakup lebih dari 50 % populasi dunia dan sekitar 35% dari PDB global dikutip www.kompas.id, BRICS bukan hanya simbol kebangkitan Dunia Selatan dan Aksi nyata representasi Semangat Bandung 1955 yang mana saat itu Konferensi Asia Afrika sebagaimana dinyatakan oleh Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva, juga cerminan aspirasi banyak negara untuk keluar dari dominasi sistem internasional yang selama ini dikendalikan oleh negara-negara Barat. Namun, seperti poros kekuatan lainnya, BRICS juga menuai pro-kontra.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dukungan dan Kritik: Poros Harapan atau Blok Kepentingan Baru?
◊ Pendapat Pro: BRICS sebagai Kekuatan Korektif Dunia
Prof. Kishore Mahbubani (Singapura), Geopolitik Internasional:
“BRICS menawarkan harapan bagi Dunia Selatan untuk lepas dari dominasi sistem internasional yang timpang. Ini adalah koreksi atas tatanan global yang terlalu lama dikendalikan oleh segelintir negara maju.”
Pendirian New Development Bank (NDB) dan inisiatif dedolarisasi dengan memperluas penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan dinilai sebagai langkah konkret dalam menciptakan sistem ekonomi global yang lebih adil.
- Dr. Yose Rizal Damuri (Direktur CSIS Indonesia):
“Bagi Indonesia dan negara-negara ASEAN, BRICS bisa menjadi mitra strategis dalam memperluas ruang diplomasi ekonomi dan mengurangi ketergantungan pada blok Barat.”
BRICS bukan sekadar blok ekonomi, tetapi sebuah arena diplomasi global yang membuka peluang solidaritas negara berkembang dalam menghadapi krisis pangan, energi, hingga perubahan iklim.
◊ Pendapat Kontra: Risiko Blok Baru yang Tak Demokratis?
- Joseph Nye (Pakar Hubungan Internasional, Harvard):
“Meski mengklaim sebagai suara Dunia Selatan, BRICS belum menunjukkan komitmen nyata terhadap demokrasi global. Kepemimpinan China dan Rusia yang otoriter justru bisa menciptakan tatanan baru yang tetap elitis dan tak inklusif.”
Kritik ini menyoroti bahwa BRICS berpotensi menggantikan dominasi lama dengan dominasi baru, bukan membangun sistem global yang benar-benar inklusif.
- Dr. Dinna Wisnu (Pengamat Hubungan Internasional, Universitas Paramadina):
“BRICS masih belum solid secara kelembagaan. Tanpa integrasi politik dan ekonomi yang kuat, sulit membayangkan BRICS mampu benar-benar menata ulang tatanan dunia.”
Rivalitas internal, seperti antara India dan China, serta perbedaan pendekatan terhadap Barat, menjadi tantangan utama bagi BRICS untuk tampil sebagai satu suara yang solid.
Analisis Prediksi dan Harapan ke Depan: Arah Baru Dunia Global
◊ 1. Geopolitik Global: Mendorong Multipolaritas yang Stabil
Prediksi:
BRICS akan terus memperluas pengaruhnya sebagai kekuatan penyeimbang terhadap dominasi blok Barat.
Harapan:
Menjadi jembatan dialog global dan penyeimbang konflik dunia, serta memperjuangkan reformasi Dewan Keamanan PBB agar lebih inklusif terhadap negara-negara berkembang.
◊ 2. Ekonomi dan Keuangan Global: Membangun Sistem Alternatif
Prediksi:
BRICS mendorong dedolarisasi dan penguatan sistem pembayaran antarnegara berbasis mata uang lokal.
Harapan:
Sistem keuangan global yang tidak hanya didominasi oleh IMF dan Bank Dunia, melainkan didukung oleh institusi baru yang lebih representatif dan berpihak pada pembangunan jangka panjang negara berkembang.
◊ 3. Teknologi dan Inovasi: Kolaborasi Global Selatan
Prediksi:
Kerja sama BRICS akan meluas pada riset teknologi, energi terbarukan, dan kecerdasan buatan.
Harapan:
Negara-negara berkembang tak hanya menjadi pasar teknologi, tapi juga pusat inovasi, terutama dalam solusi yang relevan untuk krisis iklim, kesehatan, dan pangan.
◊ 4. Sosial dan Budaya: Menguatkan Identitas Global Selatan
Prediksi:
Meningkatnya diplomasi budaya dan pertukaran pendidikan antarnegera BRICS.
Harapan:
Terbangunnya solidaritas lintas budaya dan sejarah kolonial yang memperkuat identitas kolektif Dunia Selatan sebagai agen perubahan global.
◊ 5. Lingkungan dan Iklim: Menuju Keadilan Iklim Global
Prediksi:
BRICS akan memainkan peran lebih besar dalam diplomasi iklim, meski menghadapi dilema antara industrialisasi dan keberlanjutan.
Harapan:
Tumbuhnya kepemimpinan kolektif BRICS dalam memperjuangkan transisi energi yang adil, dengan tetap mempertahankan hak negara berkembang untuk bertumbuh.
Posisi Indonesia: Menjaga Jarak atau Siap Bergabung?
Sebagai negara demokrasi besar dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia berada dalam posisi strategis. Meski belum bergabung secara formal dalam BRICS, Indonesia dianggap sebagai mitra potensial.
Dr. Riza Sihbudi (BRIN):
“Jika BRICS ingin betul-betul menjadi inklusif, mereka harus membuka diri terhadap negara-negara kunci seperti Indonesia, Meksiko, dan Turki yang punya bobot geopolitik dan ekonomi.”
Keterlibatan Indonesia akan memperkuat posisi Global Selatan sekaligus menjadi ruang baru untuk memperjuangkan kepentingan nasional dalam kerangka global.
Penutup: Dari Harapan Menuju Aksi Nyata
BRICS bukanlah solusi tunggal, tapi ia membuka jalan baru untuk tata dunia yang lebih seimbang. Masa depan tatanan global ditentukan oleh keberanian untuk mendobrak monopoli kekuasaan dan membangun kepercayaan antarbangsa.
Poros kekuatan ini menantang dunia untuk membayangkan masa depan di mana suara negara berkembang tak lagi dibisukan, melainkan menjadi bagian sentral dari desain masa depan umat manusia yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan. Dimana “BRICS adalah manifestasi dari gerakan non–blok Bandung. BRICS menghidupi semangat Bandung,” kata Lula di hadapan para pemimpin negara anggota BRICS.
Sumber Berita : Referensi : 1. Mahbubani, Kishore. Has the West Lost It? A Provocation. Penguin Books, 2018 2. Nye, Joseph. Is the American Century Over? Polity Press, 2015. 3. Stuenkel, Oliver. The BRICS and the Future of Global Order. Lexington Books, 2015 4. Hurrell, Andrew. On Global Order: Power, Values, and the Constitution of International Society. Oxford University Press, 2007. 5. Al Jazeera (2024). “BRICS Expansion: Will More Members Mean More Power?” 6. Kompas (2024). “BRICS dan Indonesia: Menghitung Peluang Ekonomi dan Diplomasi Global” 7. Tempo (2023). “Menimbang Arah Baru Kerja Sama Global Lewat BRICS”














