Purbaya dan Revolusi Antikorupsi: Akankan Gebrakannya Merubah Sistem?

- Penulis

Jumat, 31 Oktober 2025 - 08:54 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto Ilustrasi Purbaya Yudhi Sadewa Menkeu RI (Kemenkeu go id)

Foto Ilustrasi Purbaya Yudhi Sadewa Menkeu RI (Kemenkeu go id)

SUARA UTAMA – Saat Angin Bersih Berembus dari Tengah Birokrasi

Di tengah kelelahan publik menyaksikan wajah lama korupsi yang terus berganti topeng, muncul satu sosok yang menyalakan kembali harapan akan pemerintahan yang bersih: Purbaya.

Langkah-langkah tegasnya dalam membongkar praktik penyimpangan internal dan menertibkan mekanisme kerja lembaga yang dipimpinnya Kementrian Keuangan RI kini menjadi pembicaraan luas. Ia bukan hanya menegakkan aturan, tetapi menantang sistem yang selama ini nyaman dalam kelamnya.

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Purbaya dan Revolusi Antikorupsi: Akankan Gebrakannya Merubah Sistem? Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pertanyaannya kini: apakah gebrakan Purbaya hanyalah percikan sesaat — atau awal dari revolusi antikorupsi yang akan mengubah wajah birokrasi Indonesia?

  1. Dimensi Politik : Keberanian yang Mengusik Stabilitas Kekuasaan

Di ranah politik, langkah bersih Purbaya jelas bukan tanpa risiko. Ketegasannya berpotensi mengusik kelompok-kelompok yang selama ini diuntungkan oleh budaya kompromi dan patronase. Dalam sistem politik yang masih kental dengan transaksi kekuasaan, pejabat seperti Purbaya ibarat “anomali”.

Namun justru di situlah nilai pentingnya: politik tanpa integritas adalah mesin tanpa arah. Jika Purbaya mampu menjaga konsistensinya, ia berpotensi menjadi simbol baru politik beretika di tengah generasi pejabat yang sering kali pragmatis. Banyak pengamat menyebut, kehadirannya dapat memengaruhi arah reformasi birokrasi lintas kementerian dan bahkan menginspirasi kepala daerah yang selama ini hanya menjadi penonton gebrakan pusat.

Langkahnya menguji dua hal sekaligus: sejauh mana pemerintah berani mendukung pembersihan sistem, dan seberapa kuat publik mampu mengawal perubahan itu dari luar lingkar kekuasaan.

  1. Dimensi Hukum: Dari penegakan ke Pembenahan Sistemik

Dari sisi hukum, revolusi antikorupsi yang digerakkan Purbaya tidak berhenti pada pembuktian kasus, tetapi menyentuh akar masalah: sistem pengawasan yang lemah dan birokrasi yang menormalisasi penyimpangan.

Purbaya mendorong transparansi berbasis digital, pelaporan keuangan yang bisa diaudit publik, dan mekanisme evaluasi integritas pejabat internal. Langkah-langkah ini bisa menjadi model pembaruan hukum administratif yang selama ini tertinggal.

Jika pendekatannya diperluas ke level nasional, Indonesia berpeluang melahirkan National Integrity Framework — sistem yang bukan hanya menghukum pelaku korupsi, tetapi mencegah korupsi sebelum terjadi.

Namun, sebagaimana pengalaman banyak reformator sebelumnya, tantangan terbesar bukan di regulasi, melainkan di resistensi internal. Budaya “asal bapak senang” masih kuat, dan keberanian semacam ini sering kali dibayar mahal oleh sosok-sosok seperti Purbaya.

  1. Dimensi Sosial: Harapan Baru di Tengah Sinisme Publik
BACA JUGA :  Ketika Angka dan Kebijakan Tak Lagi Mewakili Rakyat

Publik Indonesia sudah lama skeptis. Tiap kali muncul jargon good governance, yang tampak justru kebalikannya. Namun fenomena Purbaya menghadirkan efek psikologis baru: percaya bahwa kejujuran masih mungkin menjadi kekuatan politik.

Di media sosial, gerakannya mendapat dukungan luas dari jurnalis, aktivis, dan masyarakat sipil. Dukungan ini bukan hanya soal figur, tetapi tanda bahwa publik siap menjadi mitra dalam gerakan bersih.

Momentum ini penting, karena korupsi bukan semata tindakan kriminal — ia adalah penyakit sosial. Jika masyarakat mulai menolak gratifikasi kecil, laporan fiktif, dan perilaku oportunis, maka semangat Purbaya akan menemukan gaungnya di ruang publik, bukan hanya di ruang sidang.

  1. Dimensi Moral dan Kepemimpinan: Ketika Integritas Menjadi Warisan

Revolusi sejati tidak diukur dari berapa banyak orang yang ditangkap, melainkan berapa banyak hati yang berubah. Di titik inilah Purbaya menunjukkan bahwa kepemimpinan moral masih relevan di abad pragmatis.

Ia memulihkan makna dasar jabatan publik: melayani, bukan dilayani. Dalam setiap kebijakan, ia menanamkan pesan bahwa melawan korupsi bukan sekadar urusan hukum, tapi urusan harga diri bangsa.

Bila pejabat lain meniru gaya kepemimpinannya — tegas, transparan, dan tak pandang bulu — maka revolusi antikorupsi tak lagi utopia. Ia akan menjadi norma baru.

Penutup : Dari Gebrakan Menjadi Gerakan Nasional

Sejarah Indonesia mencatat banyak gebrakan, tapi sedikit yang berubah menjadi gerakan. Revolusi antikorupsi yang kini disimbolkan oleh Purbaya bisa menjadi titik balik — asalkan publik tidak berhenti di tepuk tangan.

Saat pejabat lain masih ragu, dan banyak kepala daerah memilih diam, langkah Purbaya adalah pengingat bahwa reformasi sejati dimulai dari keteguhan satu orang yang berani berbeda.

Kini bola ada di tangan bangsa ini:Apakah kita akan menjadikannya inspirasi perubahan, atau membiarkannya tenggelam dalam gelombang kompromi lama?

Penulis : Tonny Rivani

Berita Terkait

Dakwah Dan Aktivitas Amar Ma’ruf Nahi Munkar  
Penguatan HAM Dalam Wadah Negara Demokrasi Indonesia
Kepatuhan Pajak di Tangan Algoritma: Solusi atau Ancaman?
Friedrich Nietzsche dan Gema Abadi dari Kalimat “Tuhan Telah Mati”
Penulis Tak Lagi Dibebani Administrasi Pajak? Kemenekraf Mulai Lakukan Pembenahan
Eko Wahyu Pramono Gugat Politeknik Negeri Jember ke PTUN Surabaya
Janji Boleh Lisan, Pembuktiannya Harus Kuat: Pesan Advokat Roszi Krissandi
Membedah Pemikiran Filsuf Baruch De Spinoza
Berita ini 37 kali dibaca

Berita Terkait

Kamis, 4 Desember 2025 - 19:29 WIB

Dakwah Dan Aktivitas Amar Ma’ruf Nahi Munkar  

Kamis, 4 Desember 2025 - 16:12 WIB

Penguatan HAM Dalam Wadah Negara Demokrasi Indonesia

Rabu, 3 Desember 2025 - 15:29 WIB

Kepatuhan Pajak di Tangan Algoritma: Solusi atau Ancaman?

Rabu, 3 Desember 2025 - 14:43 WIB

Friedrich Nietzsche dan Gema Abadi dari Kalimat “Tuhan Telah Mati”

Selasa, 2 Desember 2025 - 14:11 WIB

Penulis Tak Lagi Dibebani Administrasi Pajak? Kemenekraf Mulai Lakukan Pembenahan

Selasa, 2 Desember 2025 - 12:48 WIB

Eko Wahyu Pramono Gugat Politeknik Negeri Jember ke PTUN Surabaya

Senin, 1 Desember 2025 - 20:03 WIB

Janji Boleh Lisan, Pembuktiannya Harus Kuat: Pesan Advokat Roszi Krissandi

Senin, 1 Desember 2025 - 14:21 WIB

Membedah Pemikiran Filsuf Baruch De Spinoza

Berita Terbaru