SUARA UTAMA – Surabaya, 27 Oktober 2025 – Konsultan pajak senior sekaligus Ketua Komite Tetap Bidang Fiskal dan Moneter Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Jawa Timur, Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP, mendorong pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP), untuk menyusun pedoman yang jelas dan transparan dalam penerapan prinsip substance over form di bidang perpajakan.
Menurutnya, prinsip tersebut penting untuk menjamin keadilan pajak, namun berpotensi disalahartikan jika tidak memiliki batasan dan panduan yang tegas.
Penerapan Prinsip Harus Proporsional
Yulianto menjelaskan bahwa prinsip substance over form bertujuan agar pajak dikenakan berdasarkan substansi ekonomi suatu transaksi, bukan hanya bentuk hukumnya. Prinsip ini, katanya, merupakan fondasi penting dalam sistem perpajakan modern yang adil dan efisien.
Namun, ia menegaskan bahwa penerapan prinsip ini harus dilakukan secara objektif dan proporsional, agar tidak merugikan wajib pajak yang telah berupaya patuh.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Prinsip substance over form memang penting, tapi jangan dijadikan alat untuk mengebuk wajib pajak. Pelaksanaannya harus didasari fakta ekonomi yang sebenarnya, bukan semata tafsir subjektif dari fiskus,” ujar Yulianto dalam keterangan yang diterima Suara Utama.
Risiko Ketidakpastian Hukum
Menurut Yulianto, penerapan prinsip tersebut tanpa pedoman yang jelas bisa menimbulkan ketidakpastian hukum dan menurunkan kepercayaan dunia usaha terhadap sistem perpajakan nasional.
Ia menilai, banyak pelaku usaha yang khawatir tafsir berlebihan terhadap prinsip ini akan berujung pada perlakuan tidak adil saat pemeriksaan pajak.
“Wajib pajak yang sudah memenuhi kewajiban formalnya seharusnya dilindungi. Jangan sampai setiap perbedaan bentuk hukum langsung dianggap sebagai penghindaran pajak,” tambahnya.
DJP Diminta Susun Panduan Teknis
Untuk menghindari kesalahpahaman, Yulianto mendorong DJP agar segera menerbitkan pedoman teknis terkait implementasi prinsip substance over form. Panduan ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi para pemeriksa pajak sekaligus memberikan kepastian bagi wajib pajak.
“Kepastian hukum dan keadilan harus berjalan beriringan. DJP perlu memastikan setiap interpretasi dilakukan berdasarkan data dan fakta ekonomi yang obyektif, serta melalui proses yang akuntabel,” tegasnya.
Latar Belakang Prinsip Substance Over Form
Prinsip substance over form merupakan konsep perpajakan yang menegaskan bahwa pajak harus dikenakan berdasarkan kenyataan ekonomi yang sesungguhnya, bukan hanya pada bentuk atau dokumen hukumnya.
Prinsip ini digunakan untuk mencegah praktik penghindaran pajak (tax avoidance) yang dilakukan melalui rekayasa bentuk hukum transaksi.
Dalam konteks hukum Indonesia, prinsip ini memiliki dasar pada Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), yang memberi kewenangan kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk menilai kembali transaksi yang tidak mencerminkan kondisi ekonomi sebenarnya.
Penerapan prinsip ini banyak ditemukan dalam kasus transfer pricing, leasing, dan restrukturisasi usaha antarperusahaan.
Menjaga Keadilan dan Kepastian
Melalui pandangannya, Yulianto menegaskan bahwa tujuan utama sistem perpajakan bukanlah semata-mata mengejar penerimaan negara, tetapi juga menciptakan keadilan fiskal dan kepastian hukum.
Ia berharap agar penerapan prinsip substance over form benar-benar diarahkan untuk menegakkan keadilan, bukan justru menimbulkan ketakutan bagi dunia usaha.
“Prinsip ini seharusnya menjadi alat pembinaan, bukan penindasan. Dunia usaha akan lebih patuh jika merasa diperlakukan adil dan diberi kejelasan,” tutupnya.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














