SUARA UTAMA – Surabaya, 27 Oktober 2025 – Dalam dinamika pasar saham yang semakin cepat dan volatil, strategi averaging up kini dinilai sebagai pendekatan investasi yang lebih relevan dibandingkan averaging down. Para analis dan pelaku pasar sepakat bahwa strategi menambah posisi saat harga saham naik mencerminkan kedisiplinan dalam mengikuti tren pasar, bukan melawannya.
Perubahan Paradigma di Kalangan Investor
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Fenomena ini menunjukkan pergeseran perilaku investor dari orientasi “harga murah” menuju pola pikir trend following. Jika sebelumnya banyak investor memilih menambah pembelian saat harga turun (averaging down), kini tren justru mengarah pada strategi menambah posisi di saham yang tengah menunjukkan kekuatan harga (averaging up).
Menurut data dari sejumlah komunitas saham daring, lebih dari 60% trader aktif di Indonesia kini menggunakan pendekatan momentum trading yang mengutamakan pembelian bertahap saat tren naik.
Hal ini juga tercermin dari kenaikan aktivitas transaksi saham berkapitalisasi besar yang menunjukkan pola breakout buying selama kuartal ketiga tahun 2025.
“Investor modern tidak lagi terpaku pada harga murah, tetapi pada arah dan kekuatan tren. Averaging up adalah bentuk adaptasi terhadap realitas pasar yang dinamis,” ujar Tambah Yulianto
Pandangan Profesional: Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP
Investor senior Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP, menilai bahwa averaging up merupakan strategi yang lebih selaras dengan prinsip manajemen risiko jangka panjang. Menurutnya, dalam pasar yang semakin efisien, harga mencerminkan sentimen dan kekuatan fundamental secara lebih cepat.
“Strategi averaging up lebih rasional. Ketika harga naik, berarti pasar sudah memberikan validasi terhadap keputusan investasi kita. Menambah posisi pada momentum seperti ini justru memperkuat portofolio yang sehat,” jelas Yulianto kepada SUARA UTAMA, Senin (27/10/2025).
“Sebaliknya, averaging down kerap menjadi jebakan psikologis. Banyak investor berpikir harga murah berarti kesempatan, padahal tren turun bisa menandakan masalah fundamental atau penurunan minat pasar,” tambahnya.
Kapan Averaging Down Masih Layak Dilakukan
Meski demikian, Yulianto tidak menolak sepenuhnya praktik averaging down. Ia menegaskan bahwa strategi ini tetap bisa digunakan oleh investor jangka panjang yang memahami betul nilai intrinsik dari saham yang dimiliki.
“Kalau kita bicara saham-saham dengan fundamental kokoh, seperti perbankan besar atau sektor komoditas strategis, averaging down bisa masuk akal. Tapi harus berbasis pada analisis, bukan emosi,” ungkapnya.
Menurutnya, kunci utama dalam menentukan strategi bukan sekadar harga atau tren, melainkan niat investasi dan horizon waktu.
Trader harian akan lebih cocok dengan averaging up berbasis momentum, sedangkan investor nilai (value investor) bisa tetap menggunakan averaging down dengan pendekatan jangka panjang.
Analisis Risiko dan Psikologi Pasar
Strategi averaging up menuntut disiplin tinggi dalam pengelolaan risiko. Trader harus mampu menentukan titik masuk (entry point) yang jelas, sekaligus menetapkan stop loss untuk membatasi kerugian jika harga berbalik arah.
Hal ini berbeda dengan averaging down, yang sering dilakukan tanpa batasan risiko, hanya berbekal harapan harga akan pulih.
Para psikolog keuangan menilai, salah satu kesalahan umum investor pemula adalah overconfidence keyakinan berlebihan bahwa harga akan kembali naik.
“Masalah terbesar bukan pada strateginya, tetapi pada ego investor. Banyak yang ingin ‘membenarkan’ keputusan salah dengan membeli lebih banyak,” tulis laporan Investor Sentiment 2025 yang dirilis oleh Institute of Behavioral Finance.
Kesimpulan: Disiplin dan Data Adalah Kunci
Tren pergeseran ke arah averaging up mencerminkan kematangan pasar modal Indonesia. Strategi ini menuntut disiplin, analisis teknikal yang solid, serta pemahaman akan dinamika makroekonomi.
Yulianto Kiswocahyono menegaskan, keberhasilan dalam berinvestasi tidak ditentukan oleh strategi semata, tetapi oleh konsistensi dan pengelolaan emosi.
“Averaging up atau down hanyalah alat. Yang menentukan hasil akhirnya adalah seberapa disiplin kita menjalankan rencana investasi. Pasar akan selalu berubah, tapi prinsip kehati-hatian tidak pernah ketinggalan zaman,” tutupnya.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














