SUARA UTAMA – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengambil langkah tegas untuk menjaga kepentingan pemilik sah rekening perbankan dan melindungi integritas sistem keuangan nasional. Melalui kebijakan penghentian sementara transaksi pada rekening dormant atau rekening yang tidak aktif dalam jangka waktu tertentu, PPATK berupaya menutup celah yang kerap dimanfaatkan pelaku kejahatan keuangan.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, dalam keterangan pers yang dirilis di laman resmi @PPATK (19/7/2025) menyampaikan bahwa keputusan ini diambil setelah hasil analisis lima tahun terakhir menunjukkan maraknya penyalahgunaan rekening dormant. PPATK menemukan lebih dari 140 ribu rekening tidak aktif dengan total dana Rp 428,6 miliar yang berpotensi digunakan untuk kejahatan, mulai dari pencucian uang, jual beli rekening, peretasan, hingga tindak pidana korupsi. Langkah ini, menurut Ivan, bukan hanya bertujuan mencegah kejahatan, tetapi juga memastikan dana nasabah tetap aman dan hak mereka terlindungi.
Pendapat Regulator dan Politisi:
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, menyatakan dukungan penuh terhadap kebijakan PPATK ini. “Langkah penghentian sementara rekening dormant sangat penting untuk mengamankan dana masyarakat. Kami akan mendorong seluruh bank agar mempercepat proses pembaruan data nasabah, sehingga rekening yang masih aktif kepemilikannya tetap terjaga,” ujarnya (CNBC Indonesia, 21/7/2025).
Ketua Komisi XI DPR RI, Kahar Muzakir, menilai kebijakan ini sebagai wujud perlindungan negara terhadap hak-hak masyarakat. “Komisi XI akan mengawasi implementasi kebijakan ini agar tidak mengganggu nasabah aktif. Fokusnya harus pada pencegahan penyalahgunaan rekening, bukan sekadar menutup akses,” katanya dalam rapat kerja dengan pemerintah.
Pendapat Pakar dan Ekonom:
Ekonom senior INDEF, Bhima Yudhistira, menilai kebijakan PPATK ini tepat untuk menjaga kepercayaan publik. “Jika rekening dormant tidak diawasi, risikonya adalah dana masyarakat bisa disalahgunakan untuk kejahatan terorganisir. Ini bisa menggerus kepercayaan terhadap sistem perbankan,” ujarnya (Kompas, 20/7/2025).
Pakar hukum perbankan dari Universitas Indonesia, Dr. Dian Puspitasari, menekankan pentingnya perbankan memperkuat kebijakan Know Your Customer (KYC) dan Customer Due Diligence (CDD). “Kebijakan PPATK sejalan dengan prinsip internasional pencegahan pencucian uang. Namun, bank juga harus proaktif menghubungi nasabah agar mereka memperbarui data dan tidak sekadar menutup rekening,” jelasnya.
Perspektif Media dan Masyarakat:
Media nasional seperti Tempo menulis bahwa kebijakan ini menjadi sinyal serius pemerintah dalam menekan praktik money mule dan sindikat penipuan daring yang memanfaatkan rekening pasif. Sejumlah warganet juga mendukung langkah PPATK, namun meminta agar proses verifikasi rekening dormant dipermudah dan tidak menyulitkan masyarakat di daerah.
Himbauan kepada Nasabah: PPATK menghimbau masyarakat untuk waspada dan aktif menjaga rekeningnya. “Rekening yang tidak terpakai bisa jadi celah kejahatan. Mari jaga rekening kita, jaga Indonesia dari kejahatan keuangan,” tegas Ivan Yustiavandana. Pemilik rekening dormant diminta segera menghubungi bank jika menerima notifikasi, demi keamanan data dan dana mereka.
Analisis Penulis: Langkah PPATK ini patut diapresiasi sebagai bentuk keberanian negara menutup ruang bagi kejahatan keuangan. Namun, kebijakan ini harus diimbangi dengan edukasi publik dan kemudahan prosedur bagi pemilik rekening. Jangan sampai masyarakat yang kurang melek digital justru kesulitan mengakses dana mereka sendiri. Selain itu, perbankan harus memperkuat teknologi deteksi anomali transaksi dan bekerja sama secara erat dengan aparat penegak hukum untuk memburu sindikat penjual rekening dan pelaku pencucian uang.
Perlindungan hak nasabah tidak boleh berhenti pada penutupan rekening dormant, tetapi harus menjadi agenda berkelanjutan yang mencakup peningkatan literasi keuangan, transparansi biaya administrasi, dan penyederhanaan proses verifikasi. Dengan begitu, upaya ini tidak hanya melindungi dana nasabah, tetapi juga memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan dan menjaga stabilitas ekonomi nasional.














