SUARA UTAMA – Gelombang demonstrasi yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir kembali mengingatkan kita bahwa demokrasi Indonesia masih menghadapi tantangan serius dalam menjaga saluran komunikasi antara rakyat dan pemerintah. Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan pesan penting kepada Presiden Prabowo Subianto: jangan menyepelekan suara rakyat yang disampaikan lewat aksi protes, dan jadikan dialog sebagai jalan utama meredam gejolak.
SBY dan Tradisi Dialog
SBY dikenal sebagai presiden yang kerap menekankan pentingnya dialog politik maupun sosial. Selama dua periode kepemimpinannya, ia berusaha membuka ruang komunikasi dengan banyak pihak—dari aktivis, mahasiswa, hingga ormas. Pesannya kepada Prabowo bukan sekadar nasihat normatif, tetapi peringatan bahwa komunikasi yang macet bisa menjadi bara dalam sekam.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dialog yang intensif dengan rakyat, kata SBY, bukan hanya bentuk keramahan politik, melainkan kebutuhan mendasar untuk menjaga legitimasi pemerintahan. Rakyat ingin didengar, bukan hanya dipimpin.
Mengapa Kepala Daerah Harus Ikut?
Namun, dialog bukan hanya tanggung jawab presiden. Kepala daerah—gubernur, bupati, dan wali kota—pun memegang peran strategis sebagai ujung tombak pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat. Aksi protes yang muncul di jalanan tidak selalu ditujukan langsung kepada pemerintah pusat, melainkan seringkali berakar dari problem lokal: harga kebutuhan pokok, kebijakan pembangunan daerah, konflik lahan, atau layanan publik yang buruk.
Jika kepala daerah hanya menunggu arahan pusat tanpa proaktif membangun komunikasi dengan masyarakat, maka ruang ketidakpuasan akan semakin melebar. Prabowo bisa membuka dialog nasional, tetapi jika tidak diikuti oleh langkah nyata di tingkat daerah, dampaknya akan timpang.
Survei Terbaru: Kepercayaan Publik Tinggal Modal Dialog
Berbagai survei nasional terbaru menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada Presiden Prabowo sangat tinggi—berada di kisaran 83 % hingga nyaris 91 %.:
- Survei Indikator Politik Indonesia, Mei 2025, mencatat 82,7 % kepercayaan publik terhadap presiden (detiknews, suaraindo.com).
- Lembaga Indonesia Political Opinion (IPO) pada waktu yang sama bahkan melaporkan 97,5 % kepercayaan publik terhadap presiden sebagai institusi, serta 81 % kepuasan terhadap kinerja Prabowo (Sultra ANTARA News).
- Sementara itu, survei Indonesian Social Survey (ISS) bulan Juli–Agustus 2025 menemukan 90,9 % tingkat kepercayaan masyarakat kepada Presiden—angka tertinggi sejak era reformasi (Teropong News, www.jpnn.com).
Namun, hasil survei ISS juga menyoroti bahwa indeks kesejahteraan ekonomi (hanya 42,6 dari 100) jauh di bawah rata-rata lainnya seperti rasa aman dan kepercayaan institusi (Teropong News). Ini menunjukkan bahwa meski afektif seperti rasa aman dan legitimasi tinggi, kepuasan publik masih rapuh jika ekonomi tidak membaik.
Pandangan Parpol dan Pakar Politik
Beberapa partai politik menyambut pesan SBY dengan mendukung pentingnya keterlibatan kepala daerah dalam dialog:
- Politisi Demokrat berkata, “Pesan Pak SBY itu sederhana: jangan alergi kritik. Presiden dan kepala daerah harus jadi pemimpin yang mau mendengar.”
- Dari kubu PDIP, legislatornya menegaskan perlunya mekanisme kebijakan hasil dialog, bukan sekadar simbolisme.
Pakar politik UGM, Mada Sukmajati, menambahkan bahwa stabilitas pemerintahan bergantung pada responsif pemerintah terhadap kritik publik: “Jika Prabowo ingin pemerintahan tidak terganggu oleh protes, ia harus membuka ruang dialog. Kepala daerah harus aktif karena mereka berada di titik paling dekat dengan masyarakat.”
Suara Ormas dan Media Nasional
Ketua PBNU menyampaikan, “Dialog dengan rakyat itu bagian dari amanah kepemimpinan. Kalau suara rakyat diabaikan, potensi gejolak sosial semakin besar.” Muhammadiyah sejalan dengan itu, menyarankan agar komunikasi publik dibentuk secara sejuk dan tidak represif.
Media seperti Kompas menulis bahwa pesan SBY adalah peringatan awal—dialog tidak cukup hanya di tingkat pusat. Tempo mengingatkan bahwa kepala daerah sering paling dekat menerima aspirasi warga; mereka harus diberdayakan untuk meredam isu sebelum membesar.
Belajar dari Negara Lain
Pengalaman internasional menunjukkan bahwa dialog adalah kunci meredam gejolak:
- Korea Selatan (2016–2017): Pemerintah memilih jalur hukum dan ruang publik, bukan represi, sehingga transisi kekuasaan berjalan damai meski ada protes besar.
- Chile (2019): Dialog nasional mengarah pada perumusan konstitusi baru lewat referendum setelah gejolak terkait tarif transportasi.
- Afrika Selatan (pasca-apartheid): Rekonsiliasi nasional dibangun lewat dialog luas antara berbagai kelompok, menjadikan negara lebih stabil pasca-konflik.
Risiko Jika Dialog Ditinggalkan
Pengalaman global membuktikan bahwa kegagalan membuka ruang dialog bisa meningkatkan ketegangan, mengubah aspirasi menjadi tuntutan massa, bahkan mengarah ke instabilitas politik. Dialog bukan soal memaksakan kesepakatan, melainkan menyediakan kanal aman bagi rakyat untuk didengar, menenangkan emosi, dan meningkatkan legitimasi.
Penutup
Dengan tingkat kepercayaan publik yang tinggi terhadap Presiden Prabowo—berada antara 83 % hingga 90,9 % berdasarkan berbagai survei (detiknews, Teropong News, Sultra ANTARA News)—pemerintah memiliki modal politik besar. Modal ini akan berjalan efektif jika dikombinasikan dengan dialog terbuka, inklusif di seluruh lapisan pemerintahan, termasuk pada kepala daerah.
Dialog adalah oksigen demokrasi. Pesan SBY kepada Prabowo harus mengalir hingga balai kota, kantor bupati, hingga pendopo gubernur. Dengan demikian, pemerintah pusat dan daerah bisa berjalan seiring, meredam gejolak, dan menjadikan aspirasi rakyat sebagai energi konstruktif dalam konsolidasi demokrasi Indonesia.
Sumber Berita : Referensi Pustaka : 1. Indikator Politik Indonesia. (2025, Mei). Survei Nasional: Tingkat Kepercayaan Publik terhadap Presiden Mencapai 82,7%. Diakses dari Detik News. 2. Indonesia Political Opinion (IPO). (2025, Mei). Survei Kepercayaan Publik terhadap Lembaga Negara: Presiden dan TNI Paling Dipercaya. Diakses dari Antara News Sultra. 3. Indonesian Social Survey (ISS). (2025, Juli–Agustus). Tingkat Kepercayaan Publik pada Presiden Capai 90,9%. Diakses dari Teropong News dan JPNN. 4. Kompas. (2025, September). Tajuk Rencana: Pentingnya Dialog Pasca Demo. Jakarta: Harian Kompas. 5. Tempo. (2025, September). Editorial: Kepala Daerah Jangan Abai dalam Dialog Sosial. Jakarta: Majalah Tempo. 6. Mada Sukmajati. (2023). Responsivitas Pemerintah terhadap Kritik Publik. Yogyakarta: UGM Press. 7. PBNU. (2025). Pernyataan Sikap tentang Pentingnya Dialog Nasional. Jakarta: Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. 8. PP Muhammadiyah. (2025). Seruan Kebangsaan: Komunikasi Sejuk untuk Meredam Gejolak. Yogyakarta: Muhammadiyah Center. 9. Kim, S. (2018). Protest and Political Change in South Korea: From Candlelight to Impeachment. Seoul: Yonsei University Press. 10. Garretón, M. A. (2020). Social Protests and Constitutional Reform in Chile. Santiago: Universidad de Chile Press. 11. Mandela, N. (1995). Long Walk to Freedom. Johannesburg: Macdonald Purnell.














