Islam dan Demokrasi di Indonesia : Perspektif Dua Tokoh Ormas Islam Terbesar, KH. Yahya Cholil Staquf dan Dr.H. Haedar Nashir

- Penulis

Minggu, 8 Juni 2025 - 12:52 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Suara Utama ID.-

Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia menghadirkan dinamika tersendiri dalam hubungan antara Islam dan demokrasi. Dua organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, memainkan peran penting dalam proses demokratisasi di negeri ini. Tokoh sentral dari kedua ormas tersebut, yaitu KH. Yahya Cholil Staquf (Ketua Umum PBNU) dan Haedar Nashir (Ketua Umum PP Muhammadiyah), memiliki pandangan yang kuat, progresif, namun berbeda corak dalam mengaitkan nilai-nilai Islam dengan praktik demokrasi.

Tulisan ini menguraikan dan membandingkan pandangan kedua tokoh tersebut, untuk memahami bagaimana pemikiran Islam dapat menyatu dengan nilai-nilai demokrasi dalam konteks Indonesia yang plural dan beragam.

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Islam dan Demokrasi di Indonesia : Perspektif Dua Tokoh Ormas Islam Terbesar, KH. Yahya Cholil Staquf dan Dr.H. Haedar Nashir Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Profil Singkat Kedua Tokoh

  1. Yahya Cholil Staquf adalah tokoh ulama NU yang dikenal progresif, berpandangan terbuka terhadap dunia global, serta aktif dalam wacana internasional tentang Islam yang damai. Ia menekankan pentingnya Islam yang rahmatan lil alamin sebagai landasan peradaban yang sejalan dengan demokrasi dan hak asasi manusia.
  2. Yahya Cholil Staquf melantangkan gagasan humanitarian Islam sebagai komitmen untuk menciptakan kesejahteraan umat manusia secara keseluruhan. Kontruksi pemikiran tersebut ia namakan Al Islamu Al Insaniyah, Islam untuk kemanusiaan, atau yang santer disebut Humanitarian Islam.

Dr. H. Haedar Nashir adalah cendekiawan dan pemimpin Muhammadiyah yang konsisten menyuarakan pentingnya etika keislaman dalam membangun demokrasi substantif. Ia menekankan pentingnya moralitas publik, rasionalitas, dan keadilan sosial sebagai pilar demokrasi dari perspektif Islam.

berfokus pada pengembangan peradaban Islam yang moderat dan maju, serta dakwah Muhammadiyah yang menggembirakan dan memberdayakan akar rumput. Dia menekankan pentingnya gerakan jamaah dakwah jamaah (GJDJ), dakwah kultural, dan dakwah komunitas

Akar Pemikiran Islam tentang Demokrasi

Kedua tokoh ini berangkat dari pemahaman bahwa demokrasi bukan sekadar sistem politik, melainkan ruang etis untuk mewujudkan nilai-nilai keadilan, musyawarah, dan penghormatan terhadap kemanusiaan — semua nilai ini juga ada dalam ajaran Islam.

  • KH. Yahya Cholil Staquf cenderung melihat demokrasi dalam bingkai peradaban. Bagi beliau, Islam perlu hadir sebagai kekuatan kultural dan spiritual yang menopang tatanan dunia yang damai, bebas dari kekerasan ideologis. Demokrasi dipahami sebagai sarana menjaga keberagaman dan menghindari tirani mayoritas.
  • Dr. H. Haedar Nashir, di sisi lain, memaknai demokrasi sebagai bagian dari cita-cita keadilan sosial dan amar ma’ruf nahi munkar. Demokrasi perlu diwujudkan secara substantif, bukan sekadar prosedural, dan harus melibatkan transformasi etika publik, tata kelola yang bersih, serta partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan.
BACA JUGA :  Agenda Kunjungan Perdana Anies ke DPP PKB

Pandangan terhadap Negara dan Agama

  • KH. Yahya menekankan pentingnya memisahkan urusan agama dari dominasi kekuasaan politik, tanpa harus mengesampingkan kontribusi agama dalam ruang publik. Bagi beliau, negara demokratis yang sehat membutuhkan masyarakat sipil religius yang kritis, bukan negara agama.
  • Dr. H. Haedar Nashir berpandangan bahwa agama harus hadir sebagai inspirasi moral dalam kehidupan berbangsa, namun tidak menjelma menjadi kekuasaan. Ia menolak politisasi agama, tetapi mendukung pengarusutamaan nilai-nilai Islam dalam kebijakan publik yang berkeadilan.

Peran Ormas dalam Demokrasi

NU dan Muhammadiyah, sebagai ormas Islam besar, memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas demokrasi Indonesia.

  • Di bawah KH. Yahya, NU diproyeksikan sebagai pelindung keberagaman, penjaga harmoni antaragama, serta pendukung kebijakan negara selama tidak menyalahi prinsip keadilan dan kemanusiaan. Ia juga menekankan pentingnya mengglobalisasi Islam Indonesia yang damai.
  • Di bawah Dr. H. Haedar Nashir, Muhammadiyah menekankan gerakan tajdid (pembaruan) dan pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan, kesehatan, serta kontrol sosial terhadap pemerintah. Demokrasi dimaknai dalam kerangka pelayanan sosial dan etika kebangsaan.

Titik Temu dan Perbedaan

Titik Temu:

  • Keduanya menolak radikalisme dan politisasi agama.
  • Menekankan pentingnya Islam moderat dalam menopang demokrasi.
  • Memahami demokrasi sebagai alat, bukan tujuan akhir.

Perbedaan:

  • KH. Yahya lebih menekankan pendekatan kultural dan diplomasi global.
  • Dr. H. Haedar Nashir lebih sistematis dalam pendekatan institusional dan pembangunan etika demokrasi substantif.

Kesimpulan Perspektif  KH. Yahya Cholil Staquf dan Dr.H. Haedar Nashir

Pemikiran KH. Yahya Cholil Staquf dan Dr. H. Haedar Nashir mencerminkan kekayaan khazanah Islam Indonesia dalam mendukung demokrasi. Meskipun pendekatan mereka berbeda, keduanya mengarah pada tujuan yang sama: mewujudkan tatanan masyarakat yang adil, damai, dan berkeadaban.

Kedua tokoh ini menunjukkan bahwa Islam tidak bertentangan dengan demokrasi, bahkan dapat menjadi kekuatan moral dan sosial dalam membangun negara demokratis yang sehat. Dalam konteks tantangan kontemporer seperti polarisasi politik, intoleransi, dan krisis etika, gagasan mereka menjadi kontribusi penting bagi masa depan demokrasi Indonesia.

Penulis : Tonny Rivani

Berita Terkait

Negara Hadir: Bupati Subang Jenguk Dua Warga Penderita Tumor di Ciasem, Biaya Medis Ditanggung Pemda
Tuntutan Tinggi BCKS, Minat Guru Rendah: Alarm Peringatan Kepemimpinan Sekolah di Daerah
Anak Usia Sekitar 10 Tahun Kesetrum Listrik di GMK, Beruntung PKL dan Paguyuban Sigap Mengambil Tindakan 
Jambore Posyandu Jadi Momentum, Honor Kader di Subang Dinaikkan
Krisis Penegakan Hukum di Indonesia
Pemerintah Sesuaikan PTKP 2025 untuk Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Kaleidoskop 2025: Bukan Sekadar Bencana Alam, tetapi Bencana Tata Kelola
Pernah Berhadapan dengan Hukum, Eko Wahyu Pramono Kini Aktif di Advokasi Publik
Berita ini 75 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 15 Desember 2025 - 14:04 WIB

Negara Hadir: Bupati Subang Jenguk Dua Warga Penderita Tumor di Ciasem, Biaya Medis Ditanggung Pemda

Minggu, 14 Desember 2025 - 17:02 WIB

Tuntutan Tinggi BCKS, Minat Guru Rendah: Alarm Peringatan Kepemimpinan Sekolah di Daerah

Minggu, 14 Desember 2025 - 12:46 WIB

Anak Usia Sekitar 10 Tahun Kesetrum Listrik di GMK, Beruntung PKL dan Paguyuban Sigap Mengambil Tindakan 

Sabtu, 13 Desember 2025 - 22:45 WIB

Jambore Posyandu Jadi Momentum, Honor Kader di Subang Dinaikkan

Sabtu, 13 Desember 2025 - 15:21 WIB

Krisis Penegakan Hukum di Indonesia

Sabtu, 13 Desember 2025 - 11:16 WIB

Pemerintah Sesuaikan PTKP 2025 untuk Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Sabtu, 13 Desember 2025 - 11:11 WIB

Kaleidoskop 2025: Bukan Sekadar Bencana Alam, tetapi Bencana Tata Kelola

Jumat, 12 Desember 2025 - 18:30 WIB

Pernah Berhadapan dengan Hukum, Eko Wahyu Pramono Kini Aktif di Advokasi Publik

Berita Terbaru