SUARA UTAMA – Selama ini informasi-informasi berita yang ada dimasyarakat didominasi oleh media-media mainstream yang sudah lama ada dan berkiprah di jagat informasi. Peristiwa seaktual apapun untuk melihat objektifitas, netralitas dan keberimbangan suatu berita sumbernya ada pada media-media mainstream. Semuanya tertata dalam suatu sistem yang melibatkan unsur-usur didalamnya. Mulai dari jurnalis, redaktur, editor, sekretaris sampai pada tingkatan pimpinan redaksi. Semua bahan informasi hasil liputan lapangan dikomunikasikan, dilaporkan secara internal pada pihak-pihak tersebut melalui suatu proses termasuk proses saringan (gatekeeper) dengan mengedepankan edit, verifikasi, kelayakan dan kaitan dengan rambu-rambu kode etik jurnalistik.
Informasi berita yang sampai pada masyarakat, adalah hasil dari proses jurnalisme yang terstandarisasikan secara profesional sehingga infomasi berita yang dikonsumsi oleh masyarakat adalah merupakan informasi berita yang dapat dipertanggung jawabkan secara etika profesi jurnalisme yang baik. Walaupun dalam media mainstream ini banyak yang berubah bentuk (surat kabar, televisi, radio, majalah bertransformasi ke portal media online) karena tuntutan perkembangan teknologi komunikasi. Namun secara prinsip jurnalisme, tetap mengedepankan marwah ekosistem dunia jurnalistik yang menjadi sumber acuan informasi yang baik dan berkualitas.
Kaitan dengan hal tersebut sesaknya informasi dimasyarakat selama ini tidak hanya bersumber dari media mainstream, riuhnya informasi berasal dari media-media sosial : instagram, youtube, facebook, Tiktok, telegram, vlog dan bloger pribadi mewarnai informasi-informasi yang ada dan berseliweran selama ini. Tidak dipungkiri keberadaan media sosial mampu menjadi sumber informasi yang selalu diakses oleh masyarakat ketika terdapat suatu peristiwa yang menjadi perhatian publik. Walaupun secara prinsip jurnalisme tidak menggunakan kaidah-kaidah jurnalisme yang profesional, namun aktualitasnya minimal menjadi hal yang harus diperhitungkan oleh media-media mainstream.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Fenomena akses dan konsumsi masyarakat akan informasi dari media sosial, diperkuat oleh data hasil survey Jakpat dalam GoodStats (2024) Media sosial menjadi informasi utama bagi masyarakat Indonesia. Media sosial mendapat 89%, situs web 51%, televisi 52%, koran 12%, radio 11% dan majalah 7%. Gambaran data tersebut menegaskan pada kita bahwa, media sosial menjadi salah satu media rujukan yang di konsumsi oleh masyarakat selanjutnya media-media mainstream. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan dalam proses reportase berita yang disampaikan pada publik meniru pola proses jurnalisme yang dilakukan oleh jurnalis-jurnalis media mainstream. Tentunya hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi media-media mainstream, mengingat dalam media sosial semuanya hampir menyatu dengan masyarakat terutama dalam fitur-fitur yang tersaji didalamnya, realtime mampu mempersonalisasi dapat berinteraksi secara langsung dan timbal balik secara intens dengan pembuat konten.
Bisa jadi untuk ke depan orang sudah tidak membutuhkan informasi berita lagi dari media mainstream, tapi bersumber dari media sosial. Salah satu contoh nyata adalah anggaran belanja publikasi media pemprov Jabar tahun 2024 sebesar 49.9m, untuk tahun 2025 menjadi 3,1m. Artinya institusi sekelas pemprov jabar mengurangi anggaran publikasi untuk media meanstream. Informasi komunikasi yang dibangun melalui figur gubernur Jabar kang Dedi Mulyadi (KDM) yang sering menggunakan youtube, Instagram dalam aktifitas kesehariannya, begitu pula tanggapan cepat apabila terdapat keluhan-keluhan yang dilaporkan oleh masyarakat langsung ke channelnya KDM. Selain itu pula masyarakat Jabar sering membuat laporan-laporan aktual tentang suatu kondisi wilayahnya langsung ke media sosialnya KDM. Disini tercipta efektifitas komunikasi yang dibangun antara pemerintah daerah dengan masyarakatnya.
Berdasarkan realitas tersebut, sekarang masyarakat dapat langsung membuat reportase pemberitaan melalui media sosial yang dimilikinya, untuk dilaporkan pada publik. Hebatnya lagi dengan dengan media sosial selain sebagai pembuat konten, penyaring konten, penyebar konten secara bersamaan menjadi penikmat konten yang dibuatnya sendiri. Sebenarnya ada yang namanya jurnalisme warga yang difasilitasi oleh media-media mainstream, namun harus melalui proses dalam penayangannya oleh redaktur. Disisi lain masyarakat membutuhkan kecepatan informasi secara real time untuk langsung dibaca.
Titik lemah
Salah satu titik lemah informasi dari media sosial, apabila tidak jelas dan pembuat konten ada niat dengan agenda tertentu dapat mengarah pada pemberitaan hoaks maupun feak tentunya informasi berita yang disebarkan dapat berurusan dengan hukum. Selain itu informasi berita masuk kategori sampah, yang tentunya akan diabaikan oleh masyarakat dan dianggap sebagai media provokator informasi.
Namun apabila masyarakat mampu membentuk komunitas jurnalisme warga melalui media sosial yang diinisiasi oleh beberapa warga yang paham tentang jurnalisme, tidak menutup kemungkinan komunitas masyarakat tersebut mampu membuat informasi berita dari media sosial pada umumnya seperti media mainstream.
Tentunya hal ini layak untuk diperhitungkan oleh media-media mainstream. Mengingat nilai-nilai berita yang di angkat dalam jurnalisme warga ini murni berita-berita untuk kepentingan publik semata. Apabila kondisi jurnalisme media sosial ini terus-menerus diperbaiki beberapa kekurangannya, bisa jadi suatu saat akan merebut hati masyarakat dan menggeser media mainstream untuk menempati posisi utama sebagai sumber informasi berita.
Konsistensi media mainstream
Pertanyaannya adalah, apakah media mainstream siap untuk mensikapi perkembangan informasi visual media sosial yang mengarah pada jurnalisme media sosial?. Tidak ada kata yang tidak siap, media sebagai sumber utama informasi berita selama ini dengan segala konsekuensi yang ada, harus tetap berproses sesuai aturan main dan adaptasi inovasi yang terus dilakukan seiring perkembangan jaman.
Semuanya dikembalikan pada pemangku kepentingan bagi media mainstream itu sendiri mulai dari pemilik, redaksi, sekretariat sampai dengan para jurnalisnya. Semuanya di arahkan pada satu tujuan yang sama sebagai bagian dari suatu sistem komunikasi nasional, mempunyai tugas yang mulia dalam memberikan pencerahan dan penguatan bagi masyarakat. Apapun perubahan-perubahan konsep maupun bentuk yang terjadi dalam teknologi komunikasi dalam mengimbangi media sosial semuanya harus diikuti atas perubahan tersebut, tanpa mengurangi esensi profesi jurnalismenya selama ini. Walaupun tidak mudah dalam pelaksanaannya, karena banyak variabel yang berpengaruh didalamnya.
Penulis : Agus Budiana, Mengabdi pada Suara Utama.