Aku Ada Karena Media Sosial

- Penulis

Sabtu, 12 Oktober 2024 - 06:32 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sumber : Freepik

Sumber : Freepik

SUARA UTAMA – Semua orang ketika menggunakan media sosial, akan terkait dengan pernyataan mendasar yang ada dalam pikirannya masing-masing, “Aku ada karena media sosial.” Walaupun tidak percis sama, namun sedikitnya bersinggungan dengan kalimat dalam konsep tersebut. Menyitir pemikiran salah seorang filosof dari perancis Rene Descartes dengan aliran pemikiran positivismenya, “Cogito  Ergo Sum”  Aku berpikir karena aku ada. Makna pernyataan ini bisa jadi multi interpretatif, namun apabila merujuk pada aliran pemikirannya, makna ini mengarah pada eksistensi, keberadaan secara kontekstual.  Dimana dalam keberadaannya pada suatu lingkungan sosial manusia ingin mendapat pengakuan, dilihat, dianggap karena mempunyai nilai dalam hidupnya.

Keberadaan diri kita terbentuk, karena adanya orang lain yang mengenal kita. Kita tidak pernah tahu, siapa diri kita? sebagai apa? statusnya apa? Hal-hal tersebut memerlukan validasi dari orang lain, yang ada disekeliling kita dimanapun kita berada. Setelah orang lain memberikan pandangan tentang kita, maka kita baru tahu siapakah diri kita. Merujuk  pernyataan Marcel (Kerad 2015) bahwa kita mengenal diri kita, dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Akhirnya kita mengenal diri kita dalam suatu konsep diri. Konsep diri akan terbentuk secara ideal dalam komunikasi interpersonal, namun hal tersebut juga bisa terjadi karena interaksi dalam suatu media sosial,  adanya intensitas komunikasi dalam sebuah group media sosial, semuanya akan membentuk konsep diri kita pada akhirnya akan bermuara pada pencitraan diri.

Jauh sebelum munculnya media-media sosial, media-media mainstream ( televisi, radio, surat kabar, majalah) sering dijadikan sebagai media untuk mengungkapkan oleh siapapun ketika orang mempunyai potensi diri yang dimiliki, yang dianggap mempunyai standar nilai baik. Namun saat sekarang ini semuanya berpindah  menggunakan media sosial, kita dapat dengan mudah menggunakan media sosial di abad ke 21 ini sebagai tempat ekpresi diri. Beberapa media sosial yang kita kenal dan paling sering digunakan oleh kita diantaranya : Tiktok, FB, Whaatsp, Instagram, X. Media-media sosial ini dalam penggunaan disesuaikan dengan kebutuhan kita, bisa digunakan sebagai media promosi suatu produk, bisa juga tentang usaha-usaha pencapaian prestasi kita. Bahkan juga sebagai media informasi tentang perjalanan kita pada suatu tempat wisata,  memperlihatkan kebesaran baju toga dalam kegiatan ilmiah wisuda.

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Aku Ada Karena Media Sosial Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Apakah semua hal tersebut berlebihan? Tergantung dari sudut pandang kita melihatnya, karena setiap manusia mempunyai perbedaan perspektif (sudut pandang) yang dijadikan acuan dalam hidupnya. Meminjam istilah Wilbur Schram  (Effendi 2006) adanya perbedaan Frame of reference (sejauhmana  pengetahuan, wawasan dan ilmu yang didapat seseorang dalam hidupnya) dan Field of experience (sejauhmana pengalaman hidup seseorang yang telah dijalaninya) bahwa, komunikasi akan berhasil apabila pesan yang kita sampaikan cocok dengan dengan kerangka acuan komunikan. Dua hal tersebut menjadi faktor pembeda pada setiap manusia sesuai dengan kapasitasnya. Ketika berkomunikasi dengan orang lain, termasuk dalam menilai apapun objek yang ada dihadapan kita. Perbedaan perspektif inilah yang pada akhirnya akan memunculkan penilaian yang berbeda diantara kita pada siapapun yang menggunakan media sosial.

Media Sosial sebagai Pencitraan Diri

Dorongan untuk selalu melakukan perbandingan  postingan, melihat orang lain begitu sempurna dengan siapapun termasuk dengan teman-temannya, memantik kita untuk menggunakan media sosial dengan cara yang sama dalam bentuk yang berbeda. Ingin mendapatkan perhatian dan pengakuan orang lain, dengan mendapatkan like, komentar maupun follower membuat kita merasa tervalidasi.

BACA JUGA :  6 Tips dan Trik Agar Terlihat Awet Muda dan Mempunyai Daya Tarik Tersendiri

Media sosial dijadikan salah satu media  yang mampu membangun Personal Branding (membangun nama baik), tentunya dengan ragam tujuan masing-masing untuk bisnis, untuk profesionalisme atau hanya sekedar orang lain tahu saja.

Media sosial dijadikan tempat untuk lari dari realitas kehidupan sehari-hari yang terasa membuat siapapun terkadang hidupnya terasa monoton, jenuh dan membosankan. Dunia idealnya ditemukan dan ada pada media sosial yang membuatnya nyaman, lama kelamaan dijadikan realitas dunia dalam hidup.

Pertimbangan dalam Penggunaan Media Sosial

Tuntutan untuk selalu hadir dalam kesempurnaan di media sosial, menjadi tekanan tersendiri menjadikan kita tidak mempunyai ruang dan waktu untuk melakukan sesuatu di dunia realitas yang sebenarnya. Dimana disekeliling kita masih banyak orang-orang yang membutuhkan kehadiran kita, kebersamaan dengan kita, perhatian kita untuk saling berbagi dalam hal-hal lainnya yang sifatnya saling menguatkan.

Selalu membandingkan diri dengan orang lain secara terus-menerus di media sosial, akan mengakumulasi munculnya rasa rendah diri, perasaan tidak aman. Penggunaan media sosial secara terus-menerus dan tidak sehat akan memicu adanya kecemasan, depresi dalam suatu kesehatan mental yang terganggu. Ariana (2024) menegaskan, secara mental penggunaan media sosial secara berlebihan dapat menyebabkan depresi, kecemasan dan OCD ( Obsesive Compulsive Disorder) karena adanya ketidakmampuan mengontrol perilaku berulang untuk mengaskes media sosial dan seterusnya. Rahmah (2024) mengingatkan, bahwa media sosial bukanlah  cerminan realitas sejati, menurutnya konten yang ditampilkan seringkali tidak sesuai dengan realitas sejati dan dapat menimbulkan tekanan psikologis.

Sharing informasi yang berlebihan apabila tidak dikelola dan dikontrol dengan baik, menjadi boomerang pada diri sendiri. Dimana informasi-informasi pribadi dapat menjadi ancaman dan sekaligus titik lemah kita secara digital terhadap suatu persoalan tertentu. Hal tersebut sesuai dengan pandangan Safitri (2024) bahwa, keamanan data pribadi di media sosial sangat penting karena informasi yang dibagikan di platform ini seringkali bersifat pribadi dan sensitif. Data seperti lokasi, aktifitas sehari-hari dan detail pribadi lainnya bisa digunakan oleh penyerang untuk melakukan serangan yang lebih terarah dan berbahaya, seperti penipuan identitas atau pencurian akun.

Menggunakan secara Proporsional dan Wajar

Pertimbangan secara matang dalam bermedia sosial sangat diperlukan dan menentukan, adanya proses pertimbangan untuk berpikir sebelum berbagi. Terutama infomasi-informasi pribadi atau konten yang dapat merugikan diri sendiri atau orang lain. Penggunaan etika dalam bermedia sosial tentunya prioritas utama, menghormati hak orang lain, menghindari ujaran kebencian dan jangan pernah menyudutkan suatu kelompok tertentu atau membuat jatuhnya  nama baik seseorang.  Hal-hal informasi yang disampaikan sesuai fakta dan data yang otentik sehingga dapat dipertanggung jawabkan ketika suatu saat menghadapi masalah.

Sharing informasi pribadi yang sensitif hanya dibatasi untuk orang-orang yang ada disekeliling kita yang dapat kita percaya. Mengatur durasi waktu dalam menggunakan media sosial dengan prioritas kegiatan lain yang lebih bermanfaat, sehingga waktu yang kita gunakan dalam kegiatan sehari-hari dapat berjalan secara efektif. Media sosial dapat dijadikan sebagai salah satu media kita dalam menjalin dan merawat hubungan baik  dengan semua pihak.

Semua orang butuh untuk eksistensi, karena menegaskan keberadaan kita sebagai mahluk sosial yang harus selalu berinteraksi dengan mahluk sosial lainnya dalam kehidupan sehari-hari.  Salahkah kita bila kita membuat pernyataan “Aku Ada Karena Aku Menulis.”

 

 

 

 

 

Penulis : Agus Budiana, penulis Book Chapter : Eksistensi Insan Komunikasi di Era Digitalisasi

Editor : Redaksi Suara Utama

Berita Terkait

HIMASOS Bangun Tradisi Kritis dan Solidaritas Lewat Kegiatan Sosiologi in The Area di Pacet
UMKM Sumatera Didorong Bangkit Lewat Skema Insentif Fiskal Pascabencana
Menakar Keadilan Pemungutan Pajak atas Pendapatan Hari Tua
Dampak Stop Izin Perumahan oleh Gubernur Dedi Mulyadi: Siapa Diuntungkan, Siapa Dikorbankan?
Kontradiksi Kebijakan Penghentian Penerimaan Guru Honorer Versus Kekurangan Guru pada SMP dan SMA
Sumitro Djojohadikusumo: Pahlawan Nasional yang Terlambat Diakui Negara
Kiat Sukses Akreditasi Unggul: Langkah Strategis Menghadapi BAN-PT dan LAM-PT
PT Arion Indonesia Uji Materi Pasal 78 UU Pengadilan Pajak ke MK
Berita ini 434 kali dibaca

Berita Terkait

Kamis, 18 Desember 2025 - 17:34 WIB

HIMASOS Bangun Tradisi Kritis dan Solidaritas Lewat Kegiatan Sosiologi in The Area di Pacet

Kamis, 18 Desember 2025 - 14:28 WIB

UMKM Sumatera Didorong Bangkit Lewat Skema Insentif Fiskal Pascabencana

Kamis, 18 Desember 2025 - 13:26 WIB

Menakar Keadilan Pemungutan Pajak atas Pendapatan Hari Tua

Kamis, 18 Desember 2025 - 12:47 WIB

Dampak Stop Izin Perumahan oleh Gubernur Dedi Mulyadi: Siapa Diuntungkan, Siapa Dikorbankan?

Rabu, 17 Desember 2025 - 12:45 WIB

Sumitro Djojohadikusumo: Pahlawan Nasional yang Terlambat Diakui Negara

Rabu, 17 Desember 2025 - 10:28 WIB

Kiat Sukses Akreditasi Unggul: Langkah Strategis Menghadapi BAN-PT dan LAM-PT

Rabu, 17 Desember 2025 - 08:58 WIB

PT Arion Indonesia Uji Materi Pasal 78 UU Pengadilan Pajak ke MK

Minggu, 14 Desember 2025 - 17:02 WIB

Tuntutan Tinggi BCKS, Minat Guru Rendah: Alarm Peringatan Kepemimpinan Sekolah di Daerah

Berita Terbaru

Ilustrasi seorang lelaki tua duduk termenung dengan tatapan berat, menggambarkan pergulatan batin para pensiunan yang menghadapi penurunan pendapatan di masa senja. Janggut putih dan gurat usia pada wajahnya melambangkan perjalanan panjang pengabdian hidup yang kini diuji oleh kebijakan fiskal negara.

Berita Utama

Menakar Keadilan Pemungutan Pajak atas Pendapatan Hari Tua

Kamis, 18 Des 2025 - 13:26 WIB