Yulianto Kiswocahyono Minta DJP Hati-hati Terapkan Benchmarking Industri dalam Pemeriksaan Pajak

- Penulis

Senin, 20 Oktober 2025 - 10:27 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ketua Komite Tetap Bidang Fiskal dan Moneter KADIN Jawa Timur, Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP, mengimbau Direktorat Jenderal Pajak (DJP) agar berhati-hati dalam menerapkan metode benchmarking industri dalam pemeriksaan pajak. Ia menekankan pentingnya transparansi, konteks bisnis, dan dialog terbuka antara fiskus dan wajib pajak untuk menjaga keadilan dan kepatuhan sukarela dalam sistem perpajakan nasional.

Ketua Komite Tetap Bidang Fiskal dan Moneter KADIN Jawa Timur, Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP, mengimbau Direktorat Jenderal Pajak (DJP) agar berhati-hati dalam menerapkan metode benchmarking industri dalam pemeriksaan pajak. Ia menekankan pentingnya transparansi, konteks bisnis, dan dialog terbuka antara fiskus dan wajib pajak untuk menjaga keadilan dan kepatuhan sukarela dalam sistem perpajakan nasional.

SUARA UTAMA – Surabaya, 22 Oktober 2025 — Ketua Komite Tetap Bidang Fiskal dan Moneter Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Jawa Timur, Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP, mengimbau Direktorat Jenderal Pajak (DJP) agar berhati-hati dalam menerapkan metode benchmarking industri dalam proses pemeriksaan dan pengawasan pajak.

Menurutnya, benchmarking atau pembandingan kinerja keuangan wajib pajak dengan rata-rata industri sejenis memang dapat menjadi alat analisis awal untuk menilai kewajaran pelaporan pajak. Namun, ia menegaskan bahwa metode tersebut tidak boleh dijadikan satu-satunya dasar dalam menentukan koreksi atau penetapan pajak terhadap wajib pajak.

Benchmarking industri bisa menjadi indikator awal yang baik, tetapi tidak boleh digunakan secara tunggal dan kaku tanpa mempertimbangkan kondisi riil dari setiap wajib pajak,” ujar Yulianto saat ditemui seusai diskusi fiskal di Surabaya, Minggu (19/10).

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Yulianto Kiswocahyono Minta DJP Hati-hati Terapkan Benchmarking Industri dalam Pemeriksaan Pajak Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pentingnya Transparansi dan Konteks Bisnis

Yulianto menilai, perbedaan kondisi bisnis antara satu wajib pajak dengan yang lain sering kali menjadi penyebab utama munculnya perbedaan rasio keuangan. Faktor seperti lokasi usaha, skala bisnis, musim penjualan, efisiensi operasional, serta model bisnis (online atau offline) dapat memengaruhi margin dan kinerja perusahaan.

Karena itu, ia meminta DJP untuk lebih transparan dalam penyusunan dan penerapan data pembanding, termasuk sumber data, metode penghitungan rasio, serta karakteristik perusahaan yang dijadikan acuan.

Jika DJP ingin membandingkan, maka pembandingnya juga harus sebanding secara bisnis dan operasional, bukan hanya dari sektor industrinya saja,” ujarnya.

Menurut Yulianto, wajib pajak juga berhak untuk meminta penjelasan dan memberikan klarifikasi apabila hasil benchmarking menunjukkan perbedaan signifikan. Ia menekankan pentingnya dialog terbuka dan objektif antara fiskus dan wajib pajak agar proses pemeriksaan berjalan adil dan konstruktif.

Landasan Hukum Penerapan Benchmarking Pajak

Secara hukum, praktik benchmarking pajak oleh DJP memiliki dasar yang sah, tetapi penggunaannya tetap harus sesuai dengan prinsip kewajaran dan pembuktian objektif.

Beberapa ketentuan yang menjadi acuan antara lain:

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
BACA JUGA :  Usai Copot 26 Pegawai Pajak, Purbaya Bidik Oknum Bea Cukai

Pasal 12 ayat (3) menyebutkan bahwa koreksi atau penetapan pajak harus dilakukan berdasarkan data, keterangan, dan bukti yang nyata. Dengan demikian, benchmarking tidak dapat menjadi bukti tunggal dalam melakukan koreksi pajak.

  1. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2011 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi Antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa.

Dalam aturan ini, benchmarking digunakan dalam konteks transfer pricing, yakni untuk membandingkan kewajaran harga atau laba antar pihak berelasi.

  1. Surat Edaran DJP No. SE-15/PJ/2018 tentang Pedoman Pengawasan Kepatuhan Wajib Pajak.

DJP dapat menggunakan data pembanding industri sebagai alat analisis risiko untuk menentukan apakah wajib pajak patuh, namun tetap diwajibkan melakukan konfirmasi dan klarifikasi kepada wajib pajak sebelum mengambil tindakan pemeriksaan.

Dengan demikian, benchmarking diakui secara hukum sebagai alat bantu analisis, bukan dasar koreksi mutlak. Penggunaan hasil benchmarking wajib disertai pemeriksaan lanjutan serta pembuktian yang mendalam.

Dorongan Reformasi Fiskal yang Inklusif

Selain mengkritisi penerapan benchmarking, Yulianto juga menyoroti pentingnya reformasi sistem perpajakan yang inklusif dan berorientasi pada dialog. Menurutnya, reformasi pajak tidak cukup hanya mengandalkan digitalisasi atau sistem seperti CoreTax, tetapi juga harus menyentuh aspek keadilan prosedural dan partisipasi wajib pajak.

Kebijakan fiskal yang baik adalah yang mendorong kepatuhan sukarela, bukan yang menimbulkan ketakutan. Karena itu, setiap instrumen seperti benchmarking harus disertai standar etika dan transparansi yang kuat,” tegasnya.

Penutup

Dengan pendekatan yang lebih hati-hati, transparan, dan berbasis dialog, Yulianto berharap DJP dapat menjadikan benchmarking bukan sebagai alat tekanan, melainkan sebagai sarana edukatif untuk memperkuat kesadaran pajak di kalangan pelaku usaha.

Pajak adalah kewajiban bersama. DJP dan dunia usaha seharusnya bisa berjalan seiring untuk mencapai tujuan fiskal yang adil dan berkelanjutan,” pungkasnya.

 

Penulis : Odie Priambodo

Editor : Andre Hariyanto

Sumber Berita : Wartawan Suara Utama

Berita Terkait

Eksorsisme atau Skizofrenia? Mengurai Ambiguitas Kerasukan dalam Perspektif Medis dan Teologis
Meriah West Java Festival (WJF) 2025 Guncang Kiara Artha Park Bandung
Galian C dan PETI Marak di Kelurahan Kampung Baruh Tabir, Abu Bakar Diduga Jadi Aktor Lapangan
Tim Jelajah Titik Cahaya Tempuh Perjalanan Ekstrem untuk Survei Kebutuhan Masjid di Pedalaman Timor 
Ambiguitas Konsep ‘Menguji Kepatuhan’ dalam Pemeriksaan Pajak: Kritik terhadap Pasal 12A PMK 15/2025
The Seven Lakes Festival 2025 Probolinggo Sukses di Gelar, Ini Harapan Pengunjung 7 Danau dan 7 Air Terjun 
Savira, Yatim Piatu Penderita Tumor Langka Butuh Pertolongan, Bupati Merangin Diharap Hadirkan Kepedulian
Terindikasi Dugaan Kongkalikong, Pengadaan Barang dan Jasa serta Pengelolaan Gizi RSUD Waluyo jati 
Berita ini 23 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 8 November 2025 - 21:28 WIB

Eksorsisme atau Skizofrenia? Mengurai Ambiguitas Kerasukan dalam Perspektif Medis dan Teologis

Sabtu, 8 November 2025 - 20:27 WIB

Meriah West Java Festival (WJF) 2025 Guncang Kiara Artha Park Bandung

Sabtu, 8 November 2025 - 14:41 WIB

Galian C dan PETI Marak di Kelurahan Kampung Baruh Tabir, Abu Bakar Diduga Jadi Aktor Lapangan

Sabtu, 8 November 2025 - 13:19 WIB

Tim Jelajah Titik Cahaya Tempuh Perjalanan Ekstrem untuk Survei Kebutuhan Masjid di Pedalaman Timor 

Sabtu, 8 November 2025 - 13:03 WIB

Ambiguitas Konsep ‘Menguji Kepatuhan’ dalam Pemeriksaan Pajak: Kritik terhadap Pasal 12A PMK 15/2025

Sabtu, 8 November 2025 - 09:49 WIB

Savira, Yatim Piatu Penderita Tumor Langka Butuh Pertolongan, Bupati Merangin Diharap Hadirkan Kepedulian

Sabtu, 8 November 2025 - 09:02 WIB

Terindikasi Dugaan Kongkalikong, Pengadaan Barang dan Jasa serta Pengelolaan Gizi RSUD Waluyo jati 

Sabtu, 8 November 2025 - 07:47 WIB

KWIP Merangin Kutuk Keras Aksi Premanisme terhadap Wartawan di Dam Betuk

Berita Terbaru