SUARA UTAMA – Jakarta, 6 September 2025 – Pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp2.357,7 triliun pada 2026, atau tumbuh 13,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, kalangan dunia usaha menilai kebijakan ini berpotensi menimbulkan tekanan apabila tidak didukung strategi yang realistis.
Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP, Konsultan Pajak sekaligus Ketua Komite Tetap Bidang Fiskal dan Moneter Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Jawa Timur, menegaskan bahwa pemerintah harus berhati-hati dalam menetapkan target ambisius tersebut. Menurutnya, apabila penerimaan pajak tidak tercapai sementara belanja negara tetap dijalankan sesuai rencana, akan timbul persoalan pembiayaan.
“Pertanyaan mendasarnya sederhana: kalau target penerimaan tidak terpenuhi, kekurangannya ditutup dari mana? Apakah melalui utang baru atau pemangkasan belanja negara? Keduanya sama-sama berisiko, terutama di tahun anggaran akhir periode pemerintahan yang penuh proyek strategis,” ujar Yulianto.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Risiko terhadap Daya Beli dan Konsumsi Nasional
Yulianto menekankan, konsumsi rumah tangga yang menyumbang lebih dari 60 persen terhadap PDB nasional harus dijaga stabilitasnya. Pemangkasan belanja negara atau kenaikan pajak daerah tanpa perencanaan matang dapat langsung menekan daya beli masyarakat.
Ia mencontohkan pengurangan transfer ke daerah yang mendorong sejumlah pemerintah kabupaten menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), seperti di Pati dan Bone. Kebijakan semacam ini, menurutnya, justru bisa menurunkan kemampuan masyarakat untuk berbelanja, sehingga kontraproduktif dengan target pertumbuhan ekonomi.
Alokasi Anggaran Dipertanyakan
Yulianto juga mengkritisi alokasi belanja Rp335 triliun untuk Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Menurutnya, belanja sebesar itu lebih baik diarahkan untuk sektor kesehatan, pendidikan vokasi, dan penguatan produktivitas tenaga kerja.
“Jangan sampai belanja negara hanya terkesan memenuhi janji politik jangka pendek, tetapi tidak memberi dampak jangka panjang pada daya saing ekonomi. Evaluasi ulang belanja negara penting agar benar-benar pro rakyat,” tegasnya.
Perlunya Strategi Pajak yang Realistis
Yulianto juga menekankan bahwa target penerimaan pajak harus disertai strategi yang jelas, seperti ekstensifikasi berbasis digital, perbaikan kepatuhan wajib pajak, serta penyederhanaan birokrasi perpajakan. Tanpa langkah-langkah konkret ini, target hanya akan menimbulkan beban psikologis bagi dunia usaha.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














