Teknokrat Anak Bangsa yang disia-siakan

- Penulis

Senin, 9 Juni 2025 - 14:31 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

FOTO : Ricky Elson sang ahli pembuat motor listrik pertama di Indonesia

FOTO : Ricky Elson sang ahli pembuat motor listrik pertama di Indonesia

SUARA UTAMA.Ricky Elson adalah sosok teknokrat Indonesia yang namanya sempat mencuat saat ia memutuskan pulang ke tanah air setelah lebih dari satu dekade berkarier di Jepang. Di negeri Sakura, Ricky bekerja di sebuah perusahaan ternama, dimana ia terlibat langsung dalam pengembangan motor listrik berkecepatan tinggi, salah satu teknologi inti dalam kendaraan listrik. Keahliannya membuatnya disegani di dunia teknologi Jepang, namun hatinya tetap terpaut pada tanah kelahiran. Ia pulang dengan harapan bisa berkontribusi nyata untuk Indonesia, khususnya dalam membangun kemandirian teknologi di bidang transportasi ramah lingkungan.

Sepulangnya ke Indonesia, Ricky tidak memilih jalur nyaman seperti menjadi konsultan industri atau pejabat perusahaan besar. Ia lebih memilih membangun Pabrik Mikrohidro dan bengkel teknologi di daerah Sumatera Barat, tempat ia bisa mendidik anak-anak muda, melatih mereka mengembangkan teknologi sendiri. Di sana, ia mengembangkan motor listrik lokal dan bahkan sempat meluncurkan prototipe mobil listrik hasil karya anak bangsa. Mimpi besarnya adalah menciptakan kendaraan listrik nasional yang benar-benar dibuat dan dikuasai teknologinya oleh bangsa Indonesia sendiri.

Namun jalan Ricky tidak mulus. Ketika mobil listrik nasional Garuda dan Selo dipamerkan pada era awal 2010-an, proyek itu sempat mendapatkan sorotan besar dari publik dan pemerintah. Sayangnya, dukungan nyata tidak datang sepenuhnya. Alih-alih diberi ruang dan perlindungan sebagai proyek strategis nasional, kendaraan listrik karya Ricky malah tersandung masalah legalitas karena urusan regulasi dan uji tipe. Pemerintah terkesan enggan memberi karpet merah, seolah enggan mengambil risiko terhadap inovasi anak bangsa yang belum masuk dalam jalur industri besar.

Padahal, di banyak negara maju, teknokrat seperti Ricky menjadi tulang punggung arah kebijakan teknologi. Di Indonesia, ia justru terkesan jalan sendiri, tanpa dukungan penuh dari lembaga riset negara, industri, maupun regulasi yang progresif. Alih-alih menjadi mitra strategis, Ricky justru lebih sering diberi pujian simbolis namun minim dukungan sistematis. Harapan akan adanya kolaborasi antara negara dan anak bangsa seperti dirinya hanya menjadi wacana yang mengambang.

Meski begitu, Ricky tidak berhenti. Ia tetap konsisten di jalur pendidikan dan pemberdayaan teknologi. Lewat kegiatan di daerah, ia mencetak generasi muda yang tidak hanya mengerti teori, tetapi juga mampu menciptakan sendiri alat dan teknologi. Ia percaya bahwa kemajuan bangsa tidak hanya ditentukan dari kota besar atau keputusan pejabat, tapi dari akar rumput, dari desa-desa yang diberdayakan dengan ilmu dan teknologi.

Kisah Ricky Elson menjadi cermin bagaimana Indonesia sering kali kurang peka dalam mengelola potensi terbaik anak bangsanya. Di saat dunia berlomba mengembangkan kendaraan listrik dan teknologi hijau, kita justru membiarkan teknokrat handal seperti Ricky berjuang sendirian. Tidak ada kebijakan besar yang sungguh-sungguh memayungi inisiatif seperti milik Ricky agar bisa menjadi bagian dari strategi nasional.

Kini, banyak pihak menyesali minimnya perhatian terhadap kiprah Ricky. Namun penyesalan tidak cukup. Indonesia membutuhkan keberanian untuk membangun ekosistem teknologi yang berpihak pada inovator lokal. Kisah Ricky Elson seharusnya menjadi pelajaran: bahwa talenta anak bangsa bukan untuk disia-siakan, tapi harus dirangkul, diberi ruang, dan dijadikan tulang punggung pembangunan teknologi negeri ini.

 

Penulis : Ilham Akbar

Berita Terkait

HIMASOS Bangun Tradisi Kritis dan Solidaritas Lewat Kegiatan Sosiologi in The Area di Pacet
UMKM Sumatera Didorong Bangkit Lewat Skema Insentif Fiskal Pascabencana
Menakar Keadilan Pemungutan Pajak atas Pendapatan Hari Tua
IPMAMI & YLBHI Laporkan Dugaan Pelanggaran HAM di Jila Mimika ke Komnas HAM
Kontradiksi Kebijakan Penghentian Penerimaan Guru Honorer Versus Kekurangan Guru pada SMP dan SMA
Proyek Sekolah Rasa “Silang Dinas”, Papan Informasi di SDN 091 Rantau Panjang Bikin Publik Geleng Kepala
Solidaritas Peduli Jila Gelar Aksi Damai di DPRK Mimika
Kiat Sukses Akreditasi Unggul: Langkah Strategis Menghadapi BAN-PT dan LAM-PT
Berita ini 55 kali dibaca

Berita Terkait

Kamis, 18 Desember 2025 - 17:34 WIB

HIMASOS Bangun Tradisi Kritis dan Solidaritas Lewat Kegiatan Sosiologi in The Area di Pacet

Kamis, 18 Desember 2025 - 14:28 WIB

UMKM Sumatera Didorong Bangkit Lewat Skema Insentif Fiskal Pascabencana

Kamis, 18 Desember 2025 - 13:26 WIB

Menakar Keadilan Pemungutan Pajak atas Pendapatan Hari Tua

Kamis, 18 Desember 2025 - 13:21 WIB

IPMAMI & YLBHI Laporkan Dugaan Pelanggaran HAM di Jila Mimika ke Komnas HAM

Kamis, 18 Desember 2025 - 06:44 WIB

Proyek Sekolah Rasa “Silang Dinas”, Papan Informasi di SDN 091 Rantau Panjang Bikin Publik Geleng Kepala

Rabu, 17 Desember 2025 - 18:17 WIB

Solidaritas Peduli Jila Gelar Aksi Damai di DPRK Mimika

Rabu, 17 Desember 2025 - 10:28 WIB

Kiat Sukses Akreditasi Unggul: Langkah Strategis Menghadapi BAN-PT dan LAM-PT

Rabu, 17 Desember 2025 - 08:58 WIB

PT Arion Indonesia Uji Materi Pasal 78 UU Pengadilan Pajak ke MK

Berita Terbaru

Ilustrasi seorang lelaki tua duduk termenung dengan tatapan berat, menggambarkan pergulatan batin para pensiunan yang menghadapi penurunan pendapatan di masa senja. Janggut putih dan gurat usia pada wajahnya melambangkan perjalanan panjang pengabdian hidup yang kini diuji oleh kebijakan fiskal negara.

Berita Utama

Menakar Keadilan Pemungutan Pajak atas Pendapatan Hari Tua

Kamis, 18 Des 2025 - 13:26 WIB