Tak Semua Harus Masuk Penjara, KUHP Baru Prioritaskan Pembinaan dan Restorasi Sosial

- Penulis

Selasa, 28 Oktober 2025 - 15:14 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP pengamat hukum dan perpajakan, memberikan pandangan tentang penerapan KUHP baru yang menekankan pembinaan dan pendekatan restoratif dalam pemidanaan kejahatan verbal

Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP pengamat hukum dan perpajakan, memberikan pandangan tentang penerapan KUHP baru yang menekankan pembinaan dan pendekatan restoratif dalam pemidanaan kejahatan verbal

SUARA UTAMA – Surabaya, 28 Oktober 2025 — Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang akan berlaku mulai 1 Januari 2026 membawa perubahan besar dalam sistem pemidanaan Indonesia. Salah satu perubahan utama adalah hilangnya ancaman penahanan bagi tindak pidana verbal, seperti penghinaan, pencemaran nama baik, maupun penyerangan terhadap harkat dan martabat Presiden atau lembaga negara.

Pidana Pengawasan dan Kerja Sosial Gantikan Penjara

Dalam KUHP baru, hakim memiliki kewenangan menjatuhkan pidana pengawasan bagi tindak pidana dengan ancaman hukuman tidak lebih dari lima tahun, serta pidana kerja sosial untuk ancaman tidak lebih dari tiga tahun.
Kedua jenis pidana ini menjadi alternatif dari hukuman penjara, yang selama ini dianggap terlalu represif terhadap pelaku pelanggaran ringan.

“Orientasi hukum pidana kita kini bergeser dari pembalasan ke pembinaan,” ujar salah satu pakar hukum pidana Universitas Indonesia. “Pelaku tetap bertanggung jawab, tetapi tidak harus kehilangan kebebasan fisiknya.”

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Tak Semua Harus Masuk Penjara, KUHP Baru Prioritaskan Pembinaan dan Restorasi Sosial Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kejahatan Verbal Tak Memenuhi Syarat Penahanan

Berdasarkan syarat objektif penahanan sebagaimana diatur dalam KUHAP, penahanan hanya dapat dilakukan jika tindak pidana tersebut diancam dengan pidana lebih dari lima tahun penjara. Karena hampir semua kejahatan verbal memiliki ancaman di bawah ambang itu, maka penahanan terhadap pelakunya tidak dimungkinkan secara hukum.

Dengan demikian, kasus-kasus seperti penghinaan terhadap Presiden, lembaga negara, maupun individu ke depan lebih diarahkan untuk ditangani melalui pendekatan non-pemenjaraan, seperti pidana pengawasan, kerja sosial, atau denda, kecuali hakim menilai ada alasan yang memberatkan untuk menjatuhkan pidana penjara.

BACA JUGA :  YPPN Adakan Halal Bi Halal Secara Virtual 1444 H

Paradigma Baru: Hukum yang Humanis dan Restoratif

Kebijakan ini menunjukkan arah baru hukum pidana Indonesia menuju sistem yang lebih humanis dan restoratif. Pemerintah berupaya menghindari kriminalisasi berlebihan terhadap ekspresi warga, sekaligus mengurangi overkapasitas lembaga pemasyarakatan yang selama ini menjadi masalah kronis.

Menurut Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP, pengamat hukum dan perpajakan, perubahan ini merupakan langkah maju yang perlu didukung dengan penegakan hukum yang adil dan proporsional.

“KUHP baru ini mencerminkan semangat pembaruan hukum pidana yang lebih berkeadilan. Namun pelaksanaannya harus konsisten, agar tidak terjadi bias antara perlindungan martabat dan pembatasan kebebasan berekspresi,” ujar Yulianto.
“Masyarakat juga perlu diedukasi bahwa kebebasan berbicara tetap memiliki batas etik dan hukum.”

Menuju Pemidanaan yang Lebih Berkeadilan

Dengan diberlakukannya KUHP baru ini, diharapkan aparat penegak hukum dapat lebih selektif dalam melakukan penahanan, serta lebih fokus pada pencegahan, pembinaan, dan reintegrasi sosial pelaku.
Masyarakat pun diharapkan memahami bahwa tidak semua perbuatan yang menyinggung secara verbal akan berujung pada penjara, melainkan pada bentuk hukuman yang lebih mendidik dan proporsional.

 

Penulis : Odie Priambodo

Editor : Andre Hariyanto

Sumber Berita : Wartawan Suara Utama

Berita Terkait

Orang Tua Kader PKS Palaran Jadi Korban Kecelakaan, Penabrak Diduga Kabur dari Rumah Sakit
Eksorsisme atau Skizofrenia? Mengurai Ambiguitas Kerasukan dalam Perspektif Medis dan Teologis
Meriah West Java Festival (WJF) 2025 Guncang Kiara Artha Park Bandung
Galian C dan PETI Marak di Kelurahan Kampung Baruh Tabir, Abu Bakar Diduga Jadi Aktor Lapangan
Tim Jelajah Titik Cahaya Tempuh Perjalanan Ekstrem untuk Survei Kebutuhan Masjid di Pedalaman Timor 
Ambiguitas Konsep ‘Menguji Kepatuhan’ dalam Pemeriksaan Pajak: Kritik terhadap Pasal 12A PMK 15/2025
The Seven Lakes Festival 2025 Probolinggo Sukses di Gelar, Ini Harapan Pengunjung 7 Danau dan 7 Air Terjun 
Savira, Yatim Piatu Penderita Tumor Langka Butuh Pertolongan, Bupati Merangin Diharap Hadirkan Kepedulian
Berita ini 26 kali dibaca

Berita Terkait

Minggu, 9 November 2025 - 08:32 WIB

Orang Tua Kader PKS Palaran Jadi Korban Kecelakaan, Penabrak Diduga Kabur dari Rumah Sakit

Sabtu, 8 November 2025 - 21:28 WIB

Eksorsisme atau Skizofrenia? Mengurai Ambiguitas Kerasukan dalam Perspektif Medis dan Teologis

Sabtu, 8 November 2025 - 20:27 WIB

Meriah West Java Festival (WJF) 2025 Guncang Kiara Artha Park Bandung

Sabtu, 8 November 2025 - 14:41 WIB

Galian C dan PETI Marak di Kelurahan Kampung Baruh Tabir, Abu Bakar Diduga Jadi Aktor Lapangan

Sabtu, 8 November 2025 - 13:19 WIB

Tim Jelajah Titik Cahaya Tempuh Perjalanan Ekstrem untuk Survei Kebutuhan Masjid di Pedalaman Timor 

Sabtu, 8 November 2025 - 10:05 WIB

The Seven Lakes Festival 2025 Probolinggo Sukses di Gelar, Ini Harapan Pengunjung 7 Danau dan 7 Air Terjun 

Sabtu, 8 November 2025 - 09:49 WIB

Savira, Yatim Piatu Penderita Tumor Langka Butuh Pertolongan, Bupati Merangin Diharap Hadirkan Kepedulian

Sabtu, 8 November 2025 - 09:02 WIB

Terindikasi Dugaan Kongkalikong, Pengadaan Barang dan Jasa serta Pengelolaan Gizi RSUD Waluyo jati 

Berita Terbaru