Suarautama.id, Nias Selatan – Kasus penganiayaan yang menimpa Dehenafao Laia alias Ama Awis (44), warga Desa Hiliorudua, Kecamatan Aramo, Kabupaten Nias Selatan, terus bergulir tanpa kejelasan hukum yang memadai. Meskipun laporan pengaduan sudah diajukan sejak 8 September 2023, hingga kini para terdakwa yang terlibat dalam pengeroyokan tersebut belum ditahan, meskipun berkas perkara telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Gunungsitoli Cabang Nias Selatan. Hal ini memicu kekhawatiran yang mendalam dari korban, yang merasa keselamatannya masih terancam.
Hari ini, sabtu (01/03/25) kepada awak media, Dehenafao Laia melalui kuasa hukumnya, Ely fama Zebua, SH., MH & Partners, mengajukan permohonan kepada Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan Negeri Gunungsitoli Cabang Nias Selatan untuk segera menahan para terdakwa dalam kasus penganiayaan ini. Permohonan tersebut terkait dengan Nomor Perkara: 1/Pid.B/2025/PN.Gst.
Dehenafao mengungkapkan bahwa meskipun ia telah melaporkan kejadian tersebut hampir dua tahun lalu, dan sudah ada Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), hingga saat ini belum ada tindakan tegas dalam bentuk penahanan terhadap para terdakwa. “Saya merasa terancam setiap hari, mereka masih bebas berkeliaran dan terus mengancam keselamatan saya,” ujar Dehenafao dengan perasaan yang sangat kecewa.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Peristiwa penganiayaan ini bermula pada 8 September 2023, saat Dehenafao menghadiri rapat Pemerintah Desa Hiliorudua yang membahas penggunaan anggaran Dana Desa. Dalam rapat tersebut, Dehenafao mengajukan pertanyaan mengenai transparansi anggaran yang menurutnya tidak jelas. Namun, pertanyaan tersebut tidak diterima dengan baik oleh Tehenibe Laia alias Ama Terangi, yang merupakan famili Kepala Desa Hiliorudua. Ketegangan antara keduanya memuncak hingga terjadi cekcok mulut yang berujung pada aksi kekerasan fisik.
Untuk menghindari konflik lebih lanjut, Dehenafao memutuskan untuk meninggalkan rapat dan pulang. Namun, saat berjalan menuju rumah, ia dikejar oleh Tehenibe Laia dan tujuh orang lainnya yang langsung melakukan pemukulan terhadapnya. Kejadian tersebut mengakibatkan Dehenafao mengalami luka memar di wajah, leher, dan tubuh, serta luka berdarah di kepala. Beruntung, aksi kekerasan tersebut dihentikan oleh warga setempat yang melihat kejadian tersebut.
Meskipun sudah hampir dua tahun berlalu sejak kejadian tersebut, proses hukum terhadap para terdakwa masih jauh dari kata tuntas. Setelah melaporkan kejadian tersebut ke Polres Nias Selatan pada malam yang sama, Dehenafao berharap kasusnya segera diproses dengan serius. Namun, kenyataannya hingga kini, meskipun berkas perkara telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Gunungsitoli Cabang Nias Selatan, para terdakwa—termasuk Tehenibe Laia alias Ama Terangi, Aroziduhu Laia alias Ama Roslina, Faogoziduhu Laia alias Ama Arwa, dan Talinaso Laia alias Ama Hida—masih belum ditahan.
Penasehat hukum Dehenafao, Elyfama Zebua, SH., MH, menyatakan bahwa pihaknya merasa kecewa dengan kelambanan dalam proses hukum ini. “Kami menghormati proses hukum yang berjalan, namun kami berharap agar keadilan segera ditegakkan. Kasus ini sudah cukup lama berjalan, dan kami berharap para terdakwa segera ditahan,” tegas Ely.
Ely juga menyebutkan bahwa bukti-bukti yang ada, termasuk keterangan saksi, rekonstruksi, dan rekaman video kejadian, sudah cukup untuk memastikan bahwa kasus ini bisa segera diselesaikan secara adil. “Kami berharap agar semua pihak terkait, mulai dari kepolisian hingga pengadilan, dapat bekerja lebih cepat dan transparan dalam menangani kasus ini,” tambah Ely.
Kasus ini menyoroti pentingnya penegakan hukum yang tegas, adil, dan transparan. Dehenafao Laia menyatakan rasa kekhawatirannya karena masih merasa terancam oleh para terdakwa yang bebas berkeliaran. “Mereka terus memancing keributan, baik di acara pernikahan, di jalan, bahkan di warung. Saya sangat berharap agar pihak berwenang segera menahan para terdakwa demi keselamatan saya,” ungkapnya.
Ely Fama Zebua menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal kasus ini sampai tuntas. “Kami akan memastikan bahwa keadilan ditegakkan dengan cara yang adil. Kami juga berharap agar kasus ini dapat diselesaikan tanpa adanya upaya untuk menutupi atau mengintimidasi demi kepentingan pribadi,” kata Ely.
Pihak kuasa hukum korban juga mengingatkan bahwa hal ini bukan hanya soal keadilan bagi Dehenafao Laia, tetapi juga untuk memastikan bahwa hukum di Indonesia benar-benar dijalankan dengan adil, tanpa ada yang dilindungi karena kekuasaan atau kedekatan pribadi. “Kami ingin masyarakat percaya bahwa hukum di Indonesia itu adil, tidak tajam ke bawah dan tumpul ke atas,” tegas Ely Fama Zebua.
Dengan berlarut-larutnya kasus ini, terdapat dugaan kelalaian dalam proses penyidikan yang perlu diusut lebih lanjut. Hal ini menjadi penting agar kepercayaan masyarakat terhadap proses hukum tidak terus terkikis. Para tersangka yang masih bebas dan tidak ditahan memberikan kesan bahwa hukum bisa dilanggar tanpa konsekuensi yang serius.
Kasus ini tidak hanya mencerminkan kesulitan dalam penegakan hukum di tingkat daerah, tetapi juga mengingatkan kita akan pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan keseriusan dalam menangani kasus-kasus kekerasan. Proses yang lamban dan ketidakpastian hukum ini membuat masyarakat semakin mempertanyakan efektivitas sistem peradilan di Nias Selatan.
Hingga berita ini diturunkan, pihak terkait belum dapat dihubungi untuk memberikan tanggapan lebih lanjut mengenai permohonan penahanan terhadap para terdakwa. Namun, kasus ini tetap menjadi sorotan penting bagi masyarakat, yang berharap agar keadilan dapat segera ditegakkan demi melindungi hak-hak korban dan memastikan bahwa para pelaku kekerasan tidak dibiarkan bebas begitu saja.