SUARA UTAMA, Selama empat hari mengikuti rangkaian sosialisasi sebagai calon ketua P3UW Lampung, saya telah mendatangi delapan kampung yang ada Kecamatan Rawajitu Timur, Tulang Bawang, Lampung dan bertemu dengan para petambak di pendopo-pendopo kampung. Di sana, para calon dikenalkan juga menyampaikan visi-misi dan strategi dan program unggulan tentu mendengar saran, kritik dan pertanyaan dari anggota P3UW Lampung.
Ada beberapa pertanyaan yang menurut saya pribadi, itu pertanyaan berat dan begitu menggedor hati nurani:
“Apa yang Bapak akan lakukan, kalau terpilih sebagai ketua P3UW Lampung, agar kami bisa beli beras untuk menyambung hidup?. Dan bagaimana Anda akan memberantas aktivitas terlarang di saluran pasok, kanal inlet?.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dua pertanyaan sederhana sebenarnya, namun begitu mendalam, mengingatkan pada dilema klasik: mana yang lebih dulu, telur atau ayam?
Kedua pertanyaan itu, telah mencerminkan kondisi ekonomi petambak Dipasena yang saat ini berada di titik nadir. Pandemi, perubahan iklim, penyakit udang, hingga tata kelola yang belum optimal telah menorehkan luka mendalam pada kesejahteraan petambak.
Kesulitan ekonomi akibat kegagalan berulang dalam budidaya udang, di satu sisi, melahirkan aktivitas terlarang seperti pemasangan waring, jala, hingga bubu di inlet. Aktivitas ini, meskipun memberikan penghasilan sementara bagi pelakunya untuk bertahan hidup, pada sisi lain justru memperburuk pencemaran saluran pasok air.
Argumen yang sering muncul bagi pelaku adalah bila budidaya udang tak bermasalah tak akan ada aktivitas terlarang di inlet. Padahal, saluran ini merupakan nadi utama keberhasilan budidaya udang. Kalau saluran pasukan terganggu, akibatnya, kegagalan budidaya tidak lagi menjadi masalah individu, melainkan meluas dan berdampak massal.
Lalu, apa yang harus dilakukan? Ada yang menjawab dengan; janji perbaikan lingkungan, pemeriksaan laboratorium kualitas air, pelatihan dan teknisi, permodalan, hingga revitalisasi sarana tambak. Namun, jawaban-jawaban tersebut terasa jauh dari inti persoalan utama: “Bagaimana kami bisa bertahan hidup hari ini?”
Inilah realitasnya, semua bermuara pada kesulitan ekonomi. Petambak tidak membutuhkan janji-janji kosong atau program yang hanya terasa seperti angin surga membuat pendengarnya bermimpi indah. Mereka membutuhkan solusi nyata yang dapat langsung dirasakan, tanpa harus menunggu hasil riset atau kebijakan yang baru.
Namun, di situlah letak tantangan terbesar. Masalah ekonomi Dipasena bukanlah perkara sederhana. Ia adalah benang kusut yang sulit diurai, membutuhkan pemimpin yang mampu berpikir jernih, teruji, bekerja tanpa ambisi pribadi, dan hadir dengan hati yang tulus untuk mendengar keluhan warganya.
Jika kita mau jujur, siapapun yang terpilih menjadi ketua P3UW Lampung nanti, akan dihadapkan pada tugas yang tidak ringan. Bukan hanya untuk membangun kembali perekonomian petambak, tetapi juga untuk memulihkan kepercayaan kepada organisasi P3UW Lampung yang telah tergerus. Dan ini, tentu, bukan tugas yang mudah, bahkan bagi mereka yang berpengalaman sekalipun. Apalagi yang belum punya pengalaman.
Penulis : Nafian Faiz