SUARA UTAMA-Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, salah satu prinsip utama yang diajarkan oleh Islam adalah amar ma’ruf nahi munkar, yaitu memerintahkan pada kebaikan dan melarang dari kemungkaran. Seperti yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh An Nu’man bin Basyir:
“Perumpamaan orang yang mengingkari kemungkaran dan orang yang terjerumus dalam kemungkaran adalah bagaikan suatu kaum yang berundi dalam sebuah kapal. Sebagian berada di bagian atas dan sebagian di bagian bawah kapal tersebut. Yang berada di bagian bawah ketika ingin mengambil air, tentu ia harus melewati orang-orang di atasnya.
Mereka berkata, ‘Andaikata kita membuat lubang saja sehingga tidak mengganggu orang yang berada di atas kita.’ Seandainya yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang bawah menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa. Namun, jika orang bagian atas melarang orang bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu.” (HR. Bukhari no. 2493).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bagi kita, masyarakat Bumi Dipasena, Rawajitu Timur, Tulang Bawang, Lampung, yang mengandalkan sektor perikanan budidaya, berupa udang vanamei, hadits tersebut memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya kesadaran kolektif untuk mencegah kerusakan lingkungan.
Prinsip tersurat dan tersirat dari hadits di atas sangat relevan dalam menjaga saluran pasok pertambakan Dipasena dari segala aktivitas terlarang. Sebagaimana kita ketahui bersama, saluran pasok seperti kanal inlet dan pintu Dam di pertambakan Dipasena dirancang untuk memastikan pasokan air untuk budidaya udang didapat dan digunakan secara optimal.
Berbagai aktivitas terlarang seperti memancing, menjala, memasang jaring, bubu naga, trawl, dan alat tangkap ikan lainnya menjadi ancaman serius terhadap tercapainya fungsi dan manfaat saluran pasok dan pintu Dam.
Bayangkan saja, ketika saluran pasok ini terganggu, budidaya udang akan rentan terhadap serangan penyakit, produksi udang akan menurun drastis, dan ekonomi masyarakat Dipasena akan terguncang. Selain itu, biaya untuk perbaikan dan revitalisasi saluran pasok serta pintu dam yang tidak sedikit itu akan mubazir dan sia-sia.
Mengutip data dari organisasi petani tambak Dipasena, P3UWL, sebagai contoh kecil saja, biaya penggalian saluran pasok di Blok 5 dan normalisasi muara Dam 4 Kampung Bumi Dipasena Agung (saja), telah menghabiskan dana sedikitnya Rp 1,2 miliar. Ini baru satu saluran pasok dan satu pintu Dam.
Aktivitas terlarang di saluran pasok dan pintu Dam telah menghambat keinginan umum masyarakat yang pekerjaannya adalah sebagai petani tambak, menghasilkan udang dari kegiatan budidaya.
Harapan petambak yang semula mulai kembali bangkit setelah melihat saluran pasok dan pintu Dam dilakukan normalisasi dengan dana tidak sedikit dan swadaya, menjadi kandas akibat ulah tangan-tangan jahil yang hanya ingin meraih keuntungan cepat tanpa memikirkan dampaknya yang merugikan seluruh masyarakat.
Hal positif yang kita dapat petik dari apa yang pernah disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW dalam hadits tersebut bagi kita masyarakat Bumi Dipasena adalah; diperlukan kesadaran bersama untuk menjaga sterilisasi saluran pasok dan pintu Dam dari segala aktivitas terlarang. Tentu yang tak kalah penting ketegasan dan langkah solutif dari pemangku kebijakan baik itu organisasi petambak P3UWL, maupun pemerintah kampung/Desa.
Lebih dari itu masyarakat harus bersama-sama mencegah tindakan orang-orang egois yang berdampak merusak infrastruktur dan sistem budidaya. Dengan bersatu dan saling mengingatkan, kita dapat menjaga keberlanjutan pertambakan Dipasena, memastikan produksi udang yang stabil, serta memelihara dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Menjaga kebaikan dan mencegah kerusakan adalah tanggung jawab bersama. Mari bergandengan tangan untuk masa depan yang lebih baik!
Penulis : Nafian Faiz