SUARA UTAMA – Dumai, 10 November 2025 – Seorang perempuan pekerja hiburan di Dumai, Riau, melaporkan dugaan pelecehan seksual dan pemutusan hubungan kerja sepihak setelah berusaha melindungi diri dari tindakan tidak pantas seorang tamu.
Korban, yang dalam laporan ini disebut DJ Naomi (31), bekerja sebagai disc jockey (DJ) di salah satu tempat hiburan malam di Dumai. Kejadian berlangsung pada 14 Oktober 2025 dini hari saat korban sedang tampil di panggung utama.
Seorang tamu laki-laki mendekati area DJ booth dan berusaha melakukan tindakan tidak pantas dengan memasukkan uang ke bagian pakaian korban. Naomi sempat menghindar dan tetap melanjutkan pekerjaannya secara profesional, namun peristiwa serupa terjadi kembali.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Saya refleks menurunkan volume musik sejenak dan meminta tamu itu turun dari panggung. Saya tidak bermaksud membuat keributan, hanya ingin melindungi diri,” ujar Naomi dalam klarifikasi yang disertai bukti rekaman CCTV.
Namun tidak lama setelah kejadian, pihak manajemen tempat kerja memberhentikannya secara sepihak dengan alasan tindakan tersebut dianggap tidak profesional dan berpotensi merusak peralatan musik.
Trauma dan Kehilangan Penghidupan
Naomi menjelaskan bahwa kontrak kerjanya masih berlaku hingga Februari 2026. Akibat pemecatan sepihak tersebut, ia kehilangan sumber penghasilan utama dan mengalami trauma mendalam.
“Saya tulang punggung keluarga. Sekarang saya kehilangan pekerjaan dan masih takut. Saya sedang bersembunyi untuk menjaga keselamatan diri,” ujarnya dalam keterangan tertulis kepada redaksi.
Naomi telah mengajukan laporan ke Komnas Perempuan untuk mendapatkan perlindungan hukum dan pendampingan psikologis. Ia juga berencana mengadu ke Dinas Tenaga Kerja serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Tanggapan Praktisi Hukum
Praktisi hukum sekaligus pemegang Izin Kuasa Hukum (IKH) di Pengadilan Pajak, Eko Wahyu Pramono, menilai bahwa pemutusan hubungan kerja terhadap korban yang sedang melindungi diri dari pelecehan tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
“Kasus ini harus dilihat dari dua aspek: pertama, hak korban atas perlindungan dari kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS); kedua, hak pekerja dalam hubungan industrial berdasarkan UU Ketenagakerjaan,” jelas Eko kepada SUARA UTAMA.
Ia menegaskan bahwa manajemen seharusnya melakukan klarifikasi secara objektif dan memberikan perlindungan kepada korban, bukan justru menjatuhkan sanksi pemecatan.
Selain itu, Eko menambahkan komitmennya untuk memberikan bantuan hukum secara penuh kepada Naomi.
“Saya akan membantu membuatkan Laporan Polisi (LP) ke Mabes Polri serta menyusun laporan resmi ke Komnas Perempuan. Ini penting agar korban mendapatkan perlindungan maksimal dan kasus ini ditangani secara profesional,” tegasnya.
Perlindungan Korban dan Aspek Etika
Komnas Perempuan dalam pedoman umumnya menegaskan bahwa setiap korban kekerasan seksual berhak atas:
- Perlindungan identitas pribadi dan keamanan diri,
- Pendampingan hukum dan psikologis,
- Pemulihan atas kerugian material maupun immaterial, dan
- Lingkungan kerja yang aman dari segala bentuk pelecehan.
Seruan Keadilan
Melalui pernyataannya, Naomi berharap kasus yang dialaminya dapat membuka mata banyak pihak mengenai pentingnya perlindungan terhadap pekerja perempuan di sektor hiburan.
“Tidak ada perempuan yang seharusnya kehilangan pekerjaan hanya karena berani membela diri,” tulis Naomi.
Catatan Redaksi
Laporan ini telah diverifikasi melalui klarifikasi korban, dokumen pendukung, dan sumber terpercaya.
SUARA UTAMA tidak menampilkan identitas pribadi korban, pelaku, maupun lokasi spesifik tempat kerja, guna melindungi privasi dan keselamatan korban, sesuai Kode Etik Jurnalistik.
Kasus ini masih dalam proses pelaporan dan pendampingan hukum. SUARA UTAMA akan terus memantau perkembangan secara berimbang dan bertanggung jawab.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














