Pasal 1313 dan 1320 KUHPerdata: Beda Janji Moral dan Perjanjian Hukum

- Penulis

Selasa, 23 September 2025 - 19:54 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi simbolik hukum perdata: seorang wanita memegang topeng di depan wajahnya, dengan Lady Justice di latar belakang. Gambar ini menggambarkan batas tipis antara janji moral dan perjanjian hukum.

Ilustrasi simbolik hukum perdata: seorang wanita memegang topeng di depan wajahnya, dengan Lady Justice di latar belakang. Gambar ini menggambarkan batas tipis antara janji moral dan perjanjian hukum.

SUARA UTAMA – Jakarta, 23 September 2025 – Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak pernah lepas dari perjanjian. Mulai dari transaksi jual beli sederhana, kerja sama bisnis, hingga janji dalam keluarga, semuanya berakar pada prinsip perikatan. Agar perjanjian memiliki kekuatan hukum yang mengikat, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) mengatur secara tegas mengenai definisi serta syarat sahnya perjanjian.

Definisi Perjanjian Menurut Pasal 1313

KUHPerdata Pasal 1313 menyebutkan:

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Pasal 1313 dan 1320 KUHPerdata: Beda Janji Moral dan Perjanjian Hukum Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

Definisi ini menegaskan bahwa perjanjian merupakan suatu perbuatan hukum yang melahirkan hubungan hak dan kewajiban di antara para pihak. Meski demikian, para ahli menilai definisi tersebut masih sempit karena hanya menekankan pihak yang “mengikatkan diri”, tanpa menyinggung keseimbangan hak dan kewajiban timbal balik.

Syarat Sah Perjanjian Pasal 1320

Agar perjanjian sah menurut hukum, Pasal 1320 KUHPerdata menetapkan empat syarat pokok:

  1. Kesepakatan para pihak tanpa adanya paksaan, penipuan, atau kekhilafan.
  2. Kecakapan hukum, yaitu para pihak harus dewasa, tidak berada di bawah pengampuan, dan tidak dilarang undang-undang.
  3. Suatu hal tertentu, di mana objek perjanjian jelas dan dapat ditentukan.
  4. Suatu sebab yang halal, artinya tujuan perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, maupun ketertiban umum.

Jika syarat subjektif (kesepakatan dan kecakapan) tidak terpenuhi, perjanjian dapat dibatalkan. Sedangkan jika syarat objektif (hal tertentu dan sebab halal) dilanggar, perjanjian batal demi hukum alias dianggap tidak pernah ada sejak awal.

Ilustrasi Janji Orang Tua kepada Anak

Praktisi hukum, Eko Wahyu Pramono, memberikan contoh sederhana. Misalnya, seorang ayah berjanji akan membelikan sepeda kepada anaknya jika berhasil meraih peringkat satu di sekolah.

BACA JUGA :  Purbaya Tanggapi Aduan Terkait Oknum AR Pajak, Janji Tindak Tegas Pelanggaran

Janji tersebut memang bisa disebut perjanjian dalam arti moral, tetapi secara hukum tidak termasuk perjanjian yang melahirkan wanprestasi. Mengapa? Karena hubungan orang tua dan anak tidak serta merta memenuhi syarat sah perjanjian dalam KUHPerdata. Itu lebih tepat dipandang sebagai perikatan natural atau kewajiban moral, bukan kontrak hukum yang bisa digugat di pengadilan,” jelas Eko.

Ia menambahkan, anak juga belum cakap hukum. Menurut ketentuan perdata, kecakapan hukum umumnya melekat pada orang dewasa atau yang sudah menikah. “Seorang anak secara hukum belum bisa dianggap subjek yang cakap membuat perjanjian. Karena itu, meskipun ada janji antara orang tua dan anak, secara yuridis perjanjian itu tidak sempurna,” ujarnya.

Pinjam Uang dengan Jaminan Sertifikat Tanah

Eko juga menyinggung praktik lain yang sering terjadi di masyarakat: pinjam uang dengan jaminan sertifikat tanah tanpa adanya perjanjian tertulis.

Dalam hukum perdata, perjanjian tidak selalu harus tertulis. Selama ada kesepakatan antara pemberi pinjaman dan peminjam, serta terpenuhi syarat Pasal 1320, maka hubungan itu sudah bisa disebut perjanjian. Jika peminjam gagal bayar, hal itu termasuk wanprestasi, meskipun tidak ada kontrak tertulis,” terangnya.

Namun, ia mengingatkan, ketiadaan bukti tertulis kerap menimbulkan sengketa. Karena itu, masyarakat disarankan tetap membuat perjanjian hitam di atas putih, bahkan lebih baik dalam bentuk akta notaris agar memiliki kepastian hukum.

Relevansi di Era Modern

Pemahaman masyarakat mengenai Pasal 1313 dan 1320 KUHPerdata sangat penting, terutama di tengah maraknya transaksi digital dan kontrak elektronik. Dengan memahami syarat sah perjanjian, masyarakat dapat membedakan mana yang sekadar janji moral dan mana yang benar-benar kontrak hukum, sehingga terhindar dari sengketa yang merugikan di kemudian hari.

 

Penulis : Odie Priambodo

Editor : Andre Hariyanto

Sumber Berita : Wartawan Suara Utama

Berita Terkait

Gelar Reses, Petrus Goo Siap Perjuangkan Aspirasi Demi Kesejahteraan Masyarakat
Negara Hadir: Bupati Subang Jenguk Dua Warga Penderita Tumor di Ciasem, Biaya Medis Ditanggung Pemda
Tuntutan Tinggi BCKS, Minat Guru Rendah: Alarm Peringatan Kepemimpinan Sekolah di Daerah
Anak Usia Sekitar 10 Tahun Kesetrum Listrik di GMK, Beruntung PKL dan Paguyuban Sigap Mengambil Tindakan 
Jambore Posyandu Jadi Momentum, Honor Kader di Subang Dinaikkan
Krisis Penegakan Hukum di Indonesia
Pemerintah Sesuaikan PTKP 2025 untuk Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Kaleidoskop 2025: Bukan Sekadar Bencana Alam, tetapi Bencana Tata Kelola
Berita ini 60 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 15 Desember 2025 - 22:05 WIB

Gelar Reses, Petrus Goo Siap Perjuangkan Aspirasi Demi Kesejahteraan Masyarakat

Senin, 15 Desember 2025 - 14:04 WIB

Negara Hadir: Bupati Subang Jenguk Dua Warga Penderita Tumor di Ciasem, Biaya Medis Ditanggung Pemda

Minggu, 14 Desember 2025 - 17:02 WIB

Tuntutan Tinggi BCKS, Minat Guru Rendah: Alarm Peringatan Kepemimpinan Sekolah di Daerah

Sabtu, 13 Desember 2025 - 22:45 WIB

Jambore Posyandu Jadi Momentum, Honor Kader di Subang Dinaikkan

Sabtu, 13 Desember 2025 - 15:21 WIB

Krisis Penegakan Hukum di Indonesia

Sabtu, 13 Desember 2025 - 11:16 WIB

Pemerintah Sesuaikan PTKP 2025 untuk Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Sabtu, 13 Desember 2025 - 11:11 WIB

Kaleidoskop 2025: Bukan Sekadar Bencana Alam, tetapi Bencana Tata Kelola

Jumat, 12 Desember 2025 - 18:30 WIB

Pernah Berhadapan dengan Hukum, Eko Wahyu Pramono Kini Aktif di Advokasi Publik

Berita Terbaru