SUARA UTAMA – 16 Agustus 2025 – Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) di Jombang mengalami lonjakan yang sangat signifikan hingga 1.202%. Kenaikan yang terjadi sejak tahun lalu ini bukan merupakan kebijakan baru dari Bupati, melainkan kebijakan yang sudah diterapkan sejak 2024. Kepala Bapenda Jombang, Hartono, mengonfirmasi hal tersebut, meskipun ia menjelaskan bahwa tidak semua wajib pajak merasakan dampak kenaikan ini.
Dari sekitar 700.000 Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) di Jombang, sekitar setengahnya mengalami lonjakan PBB P2, sementara sebagian lainnya justru mengalami penurunan. Beberapa objek pajak bahkan mencatatkan kenaikan hingga ribuan persen.
Hartono menjelaskan bahwa kenaikan PBB P2 ini dipengaruhi oleh kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang dihitung berdasarkan survei dan perhitungan tim appraisal dari pihak ketiga pada 2022. Namun, hasil survei tersebut ternyata tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi lapangan. Oleh karena itu, Bapenda Jombang bekerja sama dengan pemerintah desa untuk melakukan pendataan ulang NJOP pada 2024. Proses pendataan massal ini selesai pada November 2024, namun perbaikan NJOP dan PBB P2 baru bisa diterapkan pada 2026, sehingga pada 2025 ini, warga Jombang masih harus membayar PBB dengan tarif yang tinggi sesuai dengan perhitungan 2024.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kenaikan PBB P2 yang besar ini mengejutkan banyak warga, yang merasa keberatan dan bahkan ada yang menunda pembayaran. Beberapa warga juga mengungkapkan protes dengan cara yang unik.
Heri Dwi Cahyono (61), salah satu wajib pajak yang terkena dampak, mengungkapkan bahwa tagihan PBB untuk tanah dan rumah miliknya pada 2024 melonjak sebesar 1.202%, atau 12 kali lipat dibandingkan 2023. Sebelumnya, tanah dan rumahnya di Jalan dr Wahidin Sudiro Husodo dikenakan PBB P2 sebesar Rp292.631, namun pada 2024, tagihannya melonjak menjadi Rp2.314.768. Begitu pula tanahnya di Dusun Ngesong VI yang pada 2023 hanya dikenakan PBB P2 Rp96.979, kini naik menjadi Rp1.166.209. Heri mengaku kesulitan untuk membayar pajaknya dan hingga kini belum melunasi tagihan tersebut.
Sementara itu, Joko Fattah Rochim (63) memilih untuk menyampaikan protes dengan cara yang berbeda. Pada 11 Agustus 2025, ia datang langsung ke kantor Bapenda Jombang dan membayar PBB P2 yang naik 370% menggunakan koin pecahan Rp200 dan Rp1.000 yang dia bawa dalam galon air mineral. Menurutnya, ini adalah bentuk protes karena ia merasa tidak mampu membayar dengan cara lain. Pada 2023, PBB P2 untuk rumahnya hanya Rp334.178, namun pada 2024 melonjak menjadi Rp1.238.428.
Kritik juga datang dari Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP., seorang konsultan pajak senior, yang menegaskan pentingnya pemangku kebijakan untuk lebih berhati-hati dalam menetapkan kebijakan pajak. Ia mengingatkan bahwa kenaikan pajak merupakan isu yang sangat sensitif dan dapat memicu reaksi keras dari masyarakat. Yulianto mengingatkan bahwa kejadian serupa yang terjadi di Kabupaten Pati, di mana kenaikan pajak memicu demonstrasi, harus menjadi pelajaran bagi para pejabat daerah untuk lebih memperhatikan dampak kebijakan ini terhadap kesejahteraan rakyat. Menurutnya, komunikasi yang transparan dan kebijakan yang adil sangat diperlukan untuk menghindari ketidakpuasan masyarakat yang berkepanjangan.
Warga dan pakar berharap agar Bupati Jombang segera mengambil langkah tegas untuk menyelesaikan masalah kenaikan PBB P2 yang membebani masyarakat, serta memastikan kebijakan pajak yang lebih berpihak pada kesejahteraan rakyat.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














