Memimpin Tanpa Menyalahkan

- Penulis

Senin, 27 Januari 2025 - 05:47 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Nafian Faiz. Dok Pribadi. (suarautama.id)

Nafian Faiz. Dok Pribadi. (suarautama.id)

SUARA UTAMA – Pernahkah Anda merasa bingung ketika setiap pekerja atau teknisi yang baru selalu menyalahkan pekerjaan sebelumnya? Lalu, bagaimana jika pola ini juga terjadi dalam kepemimpinan?

Kejadian seperti ini, meskipun tampak sepele, sebenarnya mengandung pelajaran besar tentang pola pikir yang sering kita temui—baik di dunia teknis maupun dalam kepemimpinan.

Sebagai contoh, saat memperbaiki rumah atau sepeda motor, teknisi baru sering kali mengomentari hasil pekerjaan teknisi sebelumnya: “Siapa yang kerjakan ini? Ada yang salah, seharusnya begini dan begitu.” Panjang lebar memberi penilaian sebelum bekerja.

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Memimpin Tanpa Menyalahkan Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Anehnya, jika kita mengganti teknisi lain, komentarnya hampir selalu serupa—dengan sudut pandang berbeda tentu, tetapi tetap menyalahkan orang lain.

Lucu memang. Namun, jika direnungkan lebih dalam, pola ini mencerminkan ego profesional yang lebih mementingkan siapa yang benar daripada bagaimana mencari solusi bersama.

Fenomena serupa juga sering terjadi dalam dunia kepemimpinan, baik di organisasi, perusahaan, maupun pemerintahan.

Pemimpin baru sering terjebak dalam narasi yang menyalahkan pendahulunya, mulai dari manajemen buruk hingga kebijakan yang dianggap tidak efektif.

Namun, apakah menyalahkan pendahulu membuat segalanya lebih baik?

BACA JUGA :  Peran Pemimpin dalam Analogi Lomba Lari Estafet

Seorang pemimpin yang hebat tidak melangkah dengan semangat menyalahkan, melainkan dengan tekad memperbaiki. Ia memahami bahwa pekerjaan pendahulunya adalah pondasi, meskipun tidak sempurna.

Mengkritik pendahulu hanya untuk menonjolkan diri bukanlah kepemimpinan sejati, justru menunjukan kekurangnya dan menciptakan pembenci-pembenci baru.

Pemimpin bijaksana tahu bahwa setiap keputusan pendahulunya memiliki konteks. Mengkritik hanya memperburuk keadaan, sementara berfokus pada perbaikan membawa hasil nyata.

Daripada mencari kesalahan, pemimpin baik akan mencari solusi dan merancang langkah konkret menuju masa depan yang lebih baik.

Seni memimpin adalah seni merangkul: merangkul kesalahan untuk diperbaiki, keberhasilan untuk dilanjutkan, dan perbedaan untuk menciptakan harmoni.

Dengan semangat itu, pemimpin meninggalkan warisan tidak hanya berupa hasil kerja, tetapi juga teladan kebijaksanaan.

Sebagai pemimpin—di organisasi, keluarga, atau komunitas—mari kita belajar untuk fokus pada solusi daripada kesalahan. Tanyakanlah, “Apa yang bisa saya perbaiki?” alih-alih, “Siapa yang salah?”

Pada akhirnya, yang akan dikenang bukanlah siapa yang menyalahkan atau merasa paling benar, tetapi siapa yang memperbaiki dan meninggalkan warisan berharga bagi generasi selanjutnya.

Penulis : Nafian faiz

Berita Terkait

Dakwah Dan Aktivitas Amar Ma’ruf Nahi Munkar  
Penguatan HAM Dalam Wadah Negara Demokrasi Indonesia
Kepatuhan Pajak di Tangan Algoritma: Solusi atau Ancaman?
Friedrich Nietzsche dan Gema Abadi dari Kalimat “Tuhan Telah Mati”
Penulis Tak Lagi Dibebani Administrasi Pajak? Kemenekraf Mulai Lakukan Pembenahan
Eko Wahyu Pramono Gugat Politeknik Negeri Jember ke PTUN Surabaya
Janji Boleh Lisan, Pembuktiannya Harus Kuat: Pesan Advokat Roszi Krissandi
Membedah Pemikiran Filsuf Baruch De Spinoza
Berita ini 403 kali dibaca
"Seni memimpin adalah seni merangkul: merangkul kesalahan untuk diperbaiki, keberhasilan untuk dilanjutkan, dan perbedaan untuk menciptakan harmoni"

Berita Terkait

Kamis, 4 Desember 2025 - 19:29 WIB

Dakwah Dan Aktivitas Amar Ma’ruf Nahi Munkar  

Kamis, 4 Desember 2025 - 16:12 WIB

Penguatan HAM Dalam Wadah Negara Demokrasi Indonesia

Rabu, 3 Desember 2025 - 15:29 WIB

Kepatuhan Pajak di Tangan Algoritma: Solusi atau Ancaman?

Rabu, 3 Desember 2025 - 14:43 WIB

Friedrich Nietzsche dan Gema Abadi dari Kalimat “Tuhan Telah Mati”

Selasa, 2 Desember 2025 - 14:11 WIB

Penulis Tak Lagi Dibebani Administrasi Pajak? Kemenekraf Mulai Lakukan Pembenahan

Selasa, 2 Desember 2025 - 12:48 WIB

Eko Wahyu Pramono Gugat Politeknik Negeri Jember ke PTUN Surabaya

Senin, 1 Desember 2025 - 20:03 WIB

Janji Boleh Lisan, Pembuktiannya Harus Kuat: Pesan Advokat Roszi Krissandi

Senin, 1 Desember 2025 - 14:21 WIB

Membedah Pemikiran Filsuf Baruch De Spinoza

Berita Terbaru