SUARA UTAMA. Mudik merupakan tradisi tahunan yang sering kita jalani dan alami ketika kita akan menghadapi hari besar keagamaan umat Islam Idul Fitri dalam lebaran. Banyak hal yang dapat kita persiapkan untuk menjalani mudik ini. Mulai dari menjaga kondisi fisik, mempersiapkan logistik makanan sampai pada pengecekan kendaraan yang akan kita gunakan bagi yang mempunyai kendaraan pribadi atau memilih sarana transportasi umum bagi yang menggunakannya.
Tentunya banyak harapan besar yang diinginkan, berkumpulnya dengan keluarga memperkuat silaturahim keluarga, memberikan pandangan pengalaman baru diantara satu dengan yang lainnya dan saling menjaga nama baik keluarga.
Namun harapan tinggal harapan, kondisi berbeda jauh dengan kaum papa dari apa yang terjadi dengan masyarakat umumnya. Jangankan untuk mudik, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka sudah tidak mampu.Yang menjadi harapan kaum papa dalam hatinya yang terdalam adalah, doa dalam tetesan air mata sebagai media saluran batin yang ingin tersampaikan pada keluarganya nun jauh di kampung halamannya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Bagi kaum papa, mudik bukanlah ritual tradisi namun perjuangan untuk mendapatkan kesempatan mudik melalui harapan-harapan para pihak yang bersedia membantu akan keterbatasannya.Tentunya harapan yang diiinginkan oleh mereka sama dengan masyarakat lainnya. Berkumpul dengan keluarga menjadi obat penawar rindu dan penguat semangat dalam menghadapi kerasnya hidup, kembali ke identitas akar budaya darimana mereka berasal selain itu mudik bagi mereka adalah simbol dan praktik nyata tentang perjuangan hidup.
Sebagai bagian dari realitas masyarakat, sudah saatnya media massa mengangkat keberadaan mereka melalui pemberitaan-pemberitaan yang sifatnya kemanusiaan, karena terkadang media massa lebih banyak memotret pemberitaan yang sifatnya umum. Dan selama ini pula setiap pemberitaan yang dilakukan oleh media massa setiap tahun dalam tradisi mudik ini tidak jauh dari : kondisi lalulintas, cuaca, layanan pos-pos istirahat dan keamanan, kondisi lokasi-lokasi tertentu yang bermasalah dalam transportasi. Semuanya dikonsumsi bagi kebanyakan masyarakat pada umumnya dengan kondisi baik. Media massa sering terjebak dalam pemberitaan tersebut.
Namun kaum papa jarang mempunyai tempat untuk diberitakan diruang publik, terutama dalam mudik lebaran. Padahal mereka sama juga dengan masyarakat kebanyakan pada umumnya, yang membedakan mereka karena faktor kondisi faktual kehidupan yang dijalani dalam kesehariannya. Subandy menegaskan (2020) bahwa media harus melakukan humanisasi ruang representasi. Artinya, mereka perlu memberikan panggung lebih besar bagi orang-orang miskin dan memposisikan mereka sebagai subjek yang mengalami kemiskinan. Minimal dengan adanya pemberitaan mudik kaum papa dapat membantu mereka mendapatkan informasi-informasi yang diperlukan. Bagaimana mereka harus pulang, pihak-pihak mana saja yang dapat membantu mereka atas kepulangan mudiknya, bantuan apa saja yang dapat mereka dapatkan, Hal-hal ini tentunya sangat penting dan berharga bagi mereka,
Porsi berita bagi kaum papa
Jurnalisme bagi kaum papa dalam mudik lebaran dapat memberikan sudut pandang baru dan pemahaman mengenai mereka ketika mereka mempunyai harapan untuk mudik lebaran. Liputan pemberitaanpun tentunya tidak lepas dari prinsip jurnalisme yang berdasarkan kode etik jurnalistik, objektif, netral dan berimbang dengan harapan ke depan tentunya adanya pengaruh kepada para pemangku kepentingan, untuk memberikan kebijakan yang berpihak pada kaum papa.
Liputan yang dilakukan oleh para awak jurnalis adalah liputan yang berorientasi pada mendengar dan memahami bagaimana kaum papa berjuang, Isu-isu yang diangkat tentang isu-isu sosial yang berkaitan dengan kemiskinan, kesenjangan sosial, kurangnya akses terhadap transportasi. Isu-isu ini dapat mendorong perubahan kearah yang lebih baik bagi kaum papa.
Jurnalisme memberikan ruang pada mereka untuk bersuara melalui bercerita, berkeluh kesah, curhat dengan apa yang mereka rasakan selama ini. Menyampaikan harapan dan keinginan mereka untuk memastikan bahwa suara mereka didengar oleh publik dan pemangku kepentingan. Data dan fakta disajikan secara tepat dan akurat tentang keberadaan mereka untuk memberikan gambaran secara utuh dan menghindari bias informasi. Liputan secara khusus pada saat mereka dalam stasiun harus berdesakan, berpanas-panasan sebagai rutinitas dan pengalaman yang mereka alami.
Liputan mendalam diperlukan secara menyeluruh untuk diangkat dalam aspek sosial ekonomi, aspek kemanusiaan, keamanan keselamatan dan kesehatan. Semuanya tetap didasari oleh etika jurnalistik yang tercakup dalam akurasi dan verifikasi data, sensitivitas martabat mereka, penggunaan bahasa yang sopan serta selalu menjaga hak pribadi mereka dalam ruang privasi. Akurasi pemberitaan adalah kejujuran dalam pemberitaan yang terdiri dari keakuratan kejujuran antara judul dengan isi berita, pemuatan waktu terjadinya peristiwa berita, terdapat data pendukung, ketelitian dalam penulisan berita, asal berita, dan faktualitas berita. (Kriyantono dalam Rengganis 2023)
Diharapkan dengan adanya liputan jurnalisme mudik lebaran kaum papa ini dapat memberikan gambaran lengkap, utuh dan komprehensif untuk mendorong perubahan positif dan memberikan pengaruh pada kebijakan publik mengenai mereka.
Penulis : Agus Budiana, Mengabdi pada Suara Utama.