SUARA UTAMA– Di tengah arus globalisasi yang mendewakan kekuatan ekonomi dan kepentingan geopolitik, nurani kemanusiaan sering kali terpinggirkan. Namun, ada saat ketika dunia berhenti sejenak—bukan karena kekuatan senjata atau propaganda, melainkan karena jeritan kemanusiaan yang tak lagi bisa diabaikan.
Dalam pusaran konflik dan penindasan yang panjang, Palestina dan Iran muncul sebagai simbol perlawanan global, bukan hanya karena perjuangan politiknya, tapi karena mereka mewakili sesuatu yang lebih dalam: panggilan hati nurani umat manusia.
Palestina: Simbol Ketertindasan yang Tak Terpadamkan
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Palestina telah lama menjadi luka terbuka di hati dunia. Sejak awal abad ke-20, rakyat Palestina terusir dari tanahnya, disekap di bawah pendudukan, dan hidup dalam ketakutan serta ketidakpastian. Namun, dari reruntuhan rumah, puing-puing sekolah, dan pelukan anak-anak yatim, bangkit sebuah semangat yang tak pernah padam.
Di mata banyak orang di seluruh dunia, bendera Palestina tidak hanya mewakili sebuah negara yang belum merdeka, tapi juga melambangkan perlawanan terhadap penjajahan, ketidakadilan, dan pengkhianatan atas hak asasi manusia. Setiap suara yang berseru untuk kemerdekaan Palestina adalah gema dari hati nurani global yang menolak untuk diam saat kezaliman berlangsung terang-terangan.
Iran: Suara Perlawanan terhadap Hegemoni Dunia
Iran, dalam lanskap politik global, sering digambarkan melalui lensa konflik, embargo, dan perlawanan terhadap dominasi Barat, khususnya Amerika Serikat dan sekutunya. Namun di balik narasi itu, Iran telah membentuk dirinya sebagai lambang kedaulatan, keberanian, dan penolakan terhadap sistem dunia yang timpang.
Sejak Revolusi Islam 1979, Iran memilih jalur mandiri, menolak menjadi bagian dari sistem global yang dikendalikan oleh kekuatan adidaya. Terlepas dari kritik atas kebijakan dalam negerinya, di panggung internasional Iran konsisten menyuarakan dukungan bagi Palestina dan menolak normalisasi dengan penjajah. Posisi ini bukan sekadar politik, melainkan cerminan dari keberpihakan pada yang lemah dan yang tertindas.
Nurani Global yang Terbangun
Ketika rakyat dunia, dari Asia hingga Amerika Latin, mulai turun ke jalan, mengibarkan bendera Palestina dan Iran berdampingan dalam demonstrasi damai, itu bukan sekadar solidaritas politis. Itu adalah tanda bahwa nurani global mulai terbangun. Dunia mulai menyadari bahwa diam berarti ikut bersekongkol, dan bahwa keberpihakan bukan pilihan netral, melainkan keharusan moral.
Dalam banyak mural, grafiti, puisi, dan karya seni di berbagai penjuru dunia, kita melihat wajah anak-anak Gaza dan semangat perlawanan dari Quds; kita melihat bendera Palestina dan Iran sebagai ikon simbolik dari dunia yang menolak tunduk pada ketidakadilan dan kekuasaan buta.
Penutup: Harapan dari Perlawanan
Ketika dunia mendengar hati nurani, maka perlawanan bukan lagi tentang satu bangsa atau satu wilayah. Ia menjadi perjuangan bersama umat manusia—melawan penindasan, melawan kebohongan sistemik, dan melawan apatisme kolektif.
Palestina dan Iran adalah wajah dari perlawanan itu. Keduanya menandai bahwa di tengah dunia yang dikuasai kepentingan, masih ada mereka yang memilih untuk berdiri tegak, membawa lentera kebenaran, sekalipun harus membayar harga yang mahal.
Dan saat dunia benar-benar mendengar hati nuraninya, mereka tidak lagi sendiri.
Sumber Berita : Wartawan SUARA UTAMA














