Kebijakan Anggaran Pendidikan dan Pengingkaran Hak Konstitusional Anak Bangsa

- Penulis

Sabtu, 26 Juli 2025 - 19:07 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Eko Wahyu Pramono – Mahasiswa Ilmu Hukum, Praktisi Pajak

SUARA UTAMA – Alokasi anggaran pendidikan di Indonesia menunjukkan potret yang jomplang. Data terbaru menunjukkan bahwa pendidikan kedinasan mendapat porsi anggaran fantastis, mencapai Rp104,5 triliun untuk hanya sekitar 13 ribu orang peserta. Sementara itu, pendidikan dasar, menengah, hingga perguruan tinggi, yang menampung sekitar 62 juta siswa, hanya kebagian Rp91,2 triliun.

Dengan kata lain, satu siswa kedinasan tampaknya setara dalam hitungan rupiah dengan ribuan siswa lain di luar lingkaran istimewa itu. Bahkan, jika dihitung secara kasar, satu orang peserta pendidikan kedinasan “memegang” hampir Rp8 miliar dana negara. Mungkin memang beginilah wujud konkret dari pendidikan “berbasis seleksi ketat” bukan hanya soal nilai, tapi juga nilai rupiah.

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Kebijakan Anggaran Pendidikan dan Pengingkaran Hak Konstitusional Anak Bangsa Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Skema yang (Tidak) Berkeadilan

Pendidikan dasar hingga menengah hanya mendapatkan Rp33,5 triliun, sementara pendidikan tinggi mendapat Rp57,7 triliun. Jumlah itu memang besar jika dilihat sepintas, namun menjadi mengecil jika dibandingkan dengan anggaran pendidikan kedinasan. Ironisnya, justru kelompok mayoritas pelajar yang hanya menikmati sisa-sisa dari piring anggaran negara.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan serius soal arah kebijakan pendidikan nasional. Ketika anggaran besar diberikan untuk kelompok kecil yang telah menyandang status sarjana (S1), apakah pendidikan benar-benar dimaknai sebagai hak seluruh rakyat?

Anggaran Membesar, Ketimpangan Mengeras

Anggaran pendidikan nasional memang terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2020 tercatat sebesar Rp547,9 triliun dan melonjak menjadi Rp724,2 triliun pada 2025. Namun pertumbuhan ini belum menjawab rasa keadilan, sebab sebagian besar justru tak menyentuh kelompok terbanyak.

Seolah-olah, anggaran pendidikan lebih gemar bertamasya ke ruang-ruang institusi elite dibanding mampir ke kelas-kelas bocor di pelosok negeri. Siswa-siswa di sekolah biasa, dengan bangku rusak dan akses internet terbatas, hanya bisa menyaksikan dari jauh bagaimana dana negara mengalir deras ke institusi-institusi khusus.

Payung Hukum vs Praktik Lapangan

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2022 telah menegaskan bahwa anggaran pendidikan kedinasan seharusnya tidak menggunakan dana pendidikan dari APBN, tetapi berasal dari alokasi kementerian atau lembaga terkait. Namun dalam praktiknya, garis ini tampak lebih seperti batas kapur di tanah becek mudah luntur dan sulit dibedakan.

BACA JUGA :  Bupati Subang Mengajak Kepala Desa Terlibat dalam Sejarah Pembangunan Infrastruktur Merata Di Subang

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (4), negara diwajibkan mengalokasikan minimal 20 persen dari APBN untuk pendidikan. Begitu pula UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 49 ayat 1) menegaskan dana Pendidikan di luar gaji dan pendidikan kedinasan harus dijamin minimal 20 persen.

Namun publik sulit memastikan apakah pembagian tersebut benar-benar konsisten diterapkan. Sering kali, transparansi soal mana yang termasuk dalam 20 persen itu, justru lebih sulit dilacak daripada jejak anggaran itu sendiri.

Pemerintah Menjawab: Anggaran Kedinasan Bukan Bagian dari Dana Pendidikan

Kementerian Keuangan menyatakan bahwa anggaran pendidikan kedinasan tidak termasuk dalam porsi 20 persen anggaran pendidikan nasional. Dana tersebut disebut sebagai bagian dari belanja rutin kementerian dan tidak tercatat dalam alokasi resmi pendidikan.

Namun pernyataan ini tidak menjawab sejumlah keraguan yang sudah lama beredar. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), misalnya, mencatat bahwa penggunaan dana pendidikan untuk sekolah kedinasan pernah menjadi temuan dalam Panitia Kerja Pembiayaan Pendidikan DPR. Bahkan, program Makan Bergizi Gratis (MBG) juga disebut ikut menyedot sekitar Rp56 triliun dari anggaran pendidikan.

Catatan Akhir: Indonesia Emas atau Sekadar “Emas Kedinasan”?

Dengan angka-angka setimpang ini, mimpi Indonesia Emas 2045 tampaknya berisiko berubah jadi Indonesia Cemas. Pendidikan yang seharusnya menjadi jalan utama pemerataan, justru bisa menjadi pemisah antara yang “berhak lebih” dan “cukup melihat“.

Sementara mayoritas siswa masih berjuang dengan seragam pinjaman dan guru honorer, kelompok kecil menikmati jalur khusus dengan fasilitas nyaris setara bintang lima. Mungkin memang sudah saatnya bertanya ulang: untuk siapa pendidikan di negeri ini dirancang?

 

Penulis : Odie Priambodo

Editor : Andre Hariyanto

Sumber Berita : Wartawan Suara Utama

Berita Terkait

Tuntutan Tinggi BCKS, Minat Guru Rendah: Alarm Peringatan Kepemimpinan Sekolah di Daerah
Krisis Penegakan Hukum di Indonesia
Pemerintah Sesuaikan PTKP 2025 untuk Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Kaleidoskop 2025: Bukan Sekadar Bencana Alam, tetapi Bencana Tata Kelola
Menjelang Nataru, harga Cabai di pasar Simpang Pematang melonjak tajam
Pernah Berhadapan dengan Hukum, Eko Wahyu Pramono Kini Aktif di Advokasi Publik
Memahami SP2DK dari Kacamata Wajib Pajak dan Fiskus
Moekajat Fun Camp 2025 #1 Sukses Digelar, Pererat Kebersamaan Keluarga Lintas Generasi
Berita ini 175 kali dibaca

Berita Terkait

Minggu, 14 Desember 2025 - 17:02 WIB

Tuntutan Tinggi BCKS, Minat Guru Rendah: Alarm Peringatan Kepemimpinan Sekolah di Daerah

Sabtu, 13 Desember 2025 - 15:21 WIB

Krisis Penegakan Hukum di Indonesia

Sabtu, 13 Desember 2025 - 11:16 WIB

Pemerintah Sesuaikan PTKP 2025 untuk Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Sabtu, 13 Desember 2025 - 11:11 WIB

Kaleidoskop 2025: Bukan Sekadar Bencana Alam, tetapi Bencana Tata Kelola

Jumat, 12 Desember 2025 - 20:02 WIB

Menjelang Nataru, harga Cabai di pasar Simpang Pematang melonjak tajam

Jumat, 12 Desember 2025 - 18:30 WIB

Pernah Berhadapan dengan Hukum, Eko Wahyu Pramono Kini Aktif di Advokasi Publik

Jumat, 12 Desember 2025 - 17:49 WIB

Memahami SP2DK dari Kacamata Wajib Pajak dan Fiskus

Jumat, 12 Desember 2025 - 17:13 WIB

Moekajat Fun Camp 2025 #1 Sukses Digelar, Pererat Kebersamaan Keluarga Lintas Generasi

Berita Terbaru