Jovanov, Apatisme Dalam Goresan Puisi

- Penulis

Minggu, 16 Juni 2024 - 02:38 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

*MERATAP KEPADA TANAH KAMPAR*

By : Jovanov

 

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Jovanov, Apatisme Dalam Goresan Puisi Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kampar, negeri ku kini telah jauh berubah.

Kampar, kampung ku tidak seperti dahulu lagi.

Kampar ku kini merintih lirih menahan nyeri.

Kampar ku letih tertatih mengejar mimpi yang kian berlalu pergi.

 

Kampar ku, anak mu kini terbius mendustai diri sendiri, mulai candu iri dan hasat dengki.

Kampar ku, anak mu korupsi dengan berbagai dalih.

Merperkaya diri dengan jabatan yang dia beli.

Cerita dengan slogan religius dan agamis, kini hanya obrolan jalang dikedai kopi, basa basi bak bidai pengantin penutup binalnya jati diri.

 

Kampar ku….oh kampung ku, Dahulu engkau masyhur negeri terpilih anak mu terbilang insan mumpuni, gemilang di mahligai prestasi.

Tetapi kini Kampar ku menjadi negeri

HAHAHIHI…..

 

(Bangkinang, 15062024)

 

 

 

 

FB IMG 1718477039685 Jovanov, Apatisme Dalam Goresan Puisi Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

 

*Lelaki Renta Di Ujung Jalan*

  By : Jovanov

 

BACA JUGA :  Denting Gamelan di Sumber Gamol: Gending Pambuko Hidupkan Semangat Lintas Generasi di Paguyuban Madya Laras

Petang di sudut sebuah jalan

Terlunta seorang lelaki tua yang telah renta,

Berjalan letih tak berdaya di hujung usia senja.

 

Tiada siapa yang tampak mau perduli

Semua berjalan tergesa – gesa

Melewati pak tua seakan tak nyata

Dia hanya bisa msndongak tertahan air mata.

 

Lapar dan dahaga datang menggoda sakit.

Karena dari semalam tiada sebutir nasi yang dia dapati.

Namun ia masih mencoba tersenyum walau ulu hati sudah perih tiada terkira.

 

Pak tua diujung jalan, ditepian petang

Tertatih bukan lagi mengejar mimpi

Namun semata untuk sesuap nasi

Seribu mata hanya bisa menatap

Ringkih rapuh, raga tua yang tidak lagi berdaya.

Semua bisu,

Semua hening

Semua angkuh tidak peduli melangkah tanpa hati dan nurani.

 

{Sakit mu sebetulnya derita kami

Lelah mu semata kelalaian kami

Sengsara mu adalah aib besar bagi kami.}

 

(Tanjungpinang, 31102017)

Penulis : Joell

Sumber Berita : Redaksi Suara Utama

Berita Terkait

Wall Street Terperosok, Tarif Baru Trump Picu Kepanikan Pasar Global
Membaca Diskresi dalam Kasus Pelantikan Empat Kepala Desa di Halsel
Papua Negeri Damai
Titip Salam, Katakan: Aku Masih Menunggu
Mengapa Pulau Tabuan Harus Menjadi Kecamatan?
Djojodigdo dan Pesanggrahan Djojodigdan: Jejak Seorang Patih di Tanah Blitar
Denting Gamelan di Sumber Gamol: Gending Pambuko Hidupkan Semangat Lintas Generasi di Paguyuban Madya Laras
Demokrasi yang Ditelan Korporasi: Pengaruh Korporasi dalam Kebijakan Publik yang Dominan
Berita ini 1,263 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 11 Oktober 2025 - 08:23 WIB

Wall Street Terperosok, Tarif Baru Trump Picu Kepanikan Pasar Global

Kamis, 25 September 2025 - 16:05 WIB

Membaca Diskresi dalam Kasus Pelantikan Empat Kepala Desa di Halsel

Senin, 18 Agustus 2025 - 19:50 WIB

Papua Negeri Damai

Selasa, 1 Juli 2025 - 06:40 WIB

Titip Salam, Katakan: Aku Masih Menunggu

Selasa, 24 Juni 2025 - 21:45 WIB

Mengapa Pulau Tabuan Harus Menjadi Kecamatan?

Kamis, 12 Juni 2025 - 20:19 WIB

Djojodigdo dan Pesanggrahan Djojodigdan: Jejak Seorang Patih di Tanah Blitar

Sabtu, 31 Mei 2025 - 18:49 WIB

Denting Gamelan di Sumber Gamol: Gending Pambuko Hidupkan Semangat Lintas Generasi di Paguyuban Madya Laras

Rabu, 19 Februari 2025 - 15:48 WIB

Demokrasi yang Ditelan Korporasi: Pengaruh Korporasi dalam Kebijakan Publik yang Dominan

Berita Terbaru