SUARA UTAMA, Lampung – Setiap tanggal 1 Mei, dunia memperingati Hari Buruh Internasional sebagai pengakuan terhadap perjuangan kelas pekerja dalam menuntut kerja layak, penghidupan yang manusiawi, dan perlindungan sosial. Di Provinsi Lampung, momentum ini memiliki makna yang semakin penting, mengingat wilayah ini menjadi episentrum pertumbuhan sektor industri, perkebunan, dan pertanian yang melibatkan jutaan tenaga kerja dan ratusan perusahaan berskala besar.
Namun, pertumbuhan ekonomi yang digerakkan oleh investasi di berbagai sektor juga dibayangi sejumlah tantangan struktural, mulai dari ketenagakerjaan, konflik agraria, hingga ketimpangan harga komoditas yang menekan kesejahteraan rakyat kecil. Hari Buruh 2025 menjadi saat yang tepat untuk mengevaluasi kembali relasi antara negara, pekerja, investor, dan masyarakat.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
1. Dinamika Investasi dan Sengketa Lahan di Lampung
Provinsi Lampung mencatat geliat investasi yang signifikan, terutama di sektor perkebunan kelapa sawit, tebu, karet, dan kehutanan. Banyak perusahaan besar hadir dengan status legal dan perizinan yang lengkap. Namun di sisi lain, sejumlah wilayah masih mengalami sengketa lahan antara masyarakat dan perusahaan.
Beberapa kasus menunjukkan bahwa konflik muncul karena tumpang tindih data lahan, perbedaan tafsir terhadap hak ulayat atau tanah garapan lama, serta kurangnya partisipasi masyarakat dalam proses awal pengadaan lahan. Di sisi perusahaan, klaim sepihak masyarakat kerap dianggap sebagai penghambat operasional yang sah dan berpotensi merusak iklim investasi.
Pemerintah Provinsi Lampung harus memperkuat fungsi mediasi, penyelesaian agraria berbasis data, serta menjamin kepastian hukum bagi kedua belah pihak. Keadilan sosial dan kepastian investasi bukanlah dua hal yang saling meniadakan, melainkan harus diletakkan secara seimbang.
2. Isu Ketenagakerjaan: Sistem Kontrak, Upah, dan Pengawasan
Lampung juga menghadapi tantangan serius di bidang ketenagakerjaan. Banyak sektor industri dan perkebunan yang masih didominasi oleh pekerja kontrak dan outsourcing jangka panjang, dengan hak normatif yang belum sepenuhnya terpenuhi.
Laporan dari beberapa kabupaten/kota menunjukkan masih ditemukannya:
– Penundaan penerapan kenaikan upah minimum.
– Pemotongan hak sosial dan tunjangan tanpa dasar hukum.
– Minimnya jaminan sosial dan pesangon saat PHK.
Meskipun perusahaan wajib menyesuaikan diri dengan dinamika ekonomi, pemerintah tidak boleh abai terhadap hak pekerja. Dinas Tenaga Kerja dan Pengawas Ketenagakerjaan di tingkat provinsi dan kabupaten harus memperkuat pengawasan aktif, mendorong pembentukan serikat pekerja, serta memediasi sengketa hubungan industrial secara adil.
Miftahul Anwar, ketua SPPP-SPSI PUK PKS PT LIP group di Mesuji mengatakan “Apa yang ada pada Omnibus law itu parah. Tapi pada prakteknya ada yang lebih parah dari Omnibus law”. “Seperti Pekerja yang statusnya outsorching atau kontrak per tahun tapi sampai bertahun-tahun terjadi pada salah satu perusahaan tebu tanpa THR dan tanpa pesangon sama sekali. Pegawai dan sopir pada perusahaan Armada mitra Perusahaan sawit yang tanpa jaminan sosial apapun” tambahnya
3. Petani dan Anjloknya Harga Komoditas: Ancaman Kesejahteraan Rakyat Kecil
Lampung dikenal sebagai lumbung pertanian dan perkebunan nasional, namun petani di banyak wilayah menghadapi persoalan klasik: harga jual yang rendah dan biaya produksi yang tinggi. Anjloknya harga komoditas seperti karet, singkong, dan sawit bukan hanya berdampak pada daya beli, tetapi juga mengancam keberlanjutan usaha tani rakyat.
Sebagian petani merasa berada dalam posisi lemah karena perusahaan menjadi pembeli tunggal, tanpa adanya mekanisme penetapan harga yang adil atau perlindungan harga dasar dari pemerintah.
4. Serikat Pekerja dan Peran Strategisnya
Dalam konteks inilah, serikat pekerja di Provinsi Lampung memiliki peran penting: bukan hanya memperjuangkan hak anggotanya, tetapi juga menjadi mitra dialog antara buruh, perusahaan, dan pemerintah. Serikat pekerja perlu memperluas basis di sektor perkebunan dan informal, serta terlibat dalam advokasi kebijakan publik yang melindungi buruh dan petani tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi.
Kesimpulan: Mewujudkan Ekonomi Berkeadilan di Tanah Sai Bumi Ruwa Jurai
Hari Buruh 2025 adalah pengingat bahwa pembangunan ekonomi harus berjalan seiring dengan penghormatan terhadap hak-hak dasar manusia. Di Provinsi Lampung, keseimbangan antara investasi, hak pekerja, dan kesejahteraan petani harus menjadi fondasi dari strategi pembangunan berkelanjutan.
Pemerintah, pengusaha, dan masyarakat sipil harus bersinergi untuk membangun Lampung yang inklusif, adil, dan sejahtera. Karena di balik setiap angka pertumbuhan ekonomi, ada manusia yang bekerja, bertani, dan berjuang untuk hidup yang lebih layak.














