SUARA UTAMA,Merangin – Siapa dalang di balik maraknya aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) di kawasan Dam Betuk, Kecamatan Tabir Lintas, Kabupaten Merangin, Jambi? Pertanyaan ini kini bergema di tengah masyarakat yang geram melihat rusaknya lingkungan akibat puluhan rakit dompeng yang terus beroperasi tanpa hambatan.
Pasalnya, meskipun telah berulang kali diekspos di berbagai media online dan nasional, serta mendapat sorotan dari berbagai pihak, aktivitas PETI di Dam Betuk tak kunjung berhenti. Bahkan, bukannya berkurang, jumlah rakit dompeng justru semakin banyak dan semakin terbuka, seolah-olah para pelaku mendapat “angin segar” dari pihak tertentu.
Berdasarkan pantauan media ini di lapangan, Dam Betuk kini telah porak-poranda. Air berubah menjadi cokelat berlumpur, tanggul dan dasar dam terkoyak, dan vegetasi sekitar hancur total. Padahal, dam ini dulunya menjadi sumber air utama bagi sawah warga dan sekaligus objek wisata milik Pemerintah Kabupaten Merangin.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ironisnya, lokasi aktivitas PETI itu tidak tersembunyi — berada di area yang mudah dijangkau, hanya beberapa kilometer dari jalan lintas dan pusat kota Bangko. Namun anehnya, hingga kini tak ada penindakan tegas dari aparat penegak hukum.
Beberapa waktu lalu, Camat Tabir Lintas bersama Kepala Desa Tambang Baru dan sejumlah pejabat setempat bahkan turun langsung ke lokasi Dam Betuk untuk memastikan tidak ada lagi aktivitas penambangan emas ilegal di kawasan tersebut.
Namun kenyataannya, pantauan terkini menunjukkan hal yang sangat berbeda. Aktivitas PETI kembali marak, bahkan lebih ramai dari sebelumnya. Suara deru mesin dompeng terdengar setiap hari, sementara para penambang bekerja dengan bebas seolah tanpa rasa takut.
“Sudah sering diberitakan, bahkan sudah dikunjungi pihak kecamatan. Tapi lihat sekarang, malah makin banyak. Siapa sebenarnya yang melindungi mereka?” ungkap salah seorang warga Tabir Lintas kepada media ini dengan nada kesal.
Warga menduga kuat bahwa ada “orang besar” atau jaringan kuat di balik layar yang mengatur dan melindungi aktivitas tambang ilegal di Dam Betuk tersebut. Sebab, tidak mungkin aktivitas sebesar ini bisa berjalan lancar tanpa adanya dukungan dari pihak-pihak tertentu.
“Kalau bukan karena ada yang kuat di belakangnya, mustahil bisa sebebas ini. Setiap hari dompeng beroperasi, tapi tak ada tindakan. Aparat seolah tak berdaya,” ujar warga lainnya.
Sebelumnya, salah seorang warga Tabir Lintas, sebut saja Mr, telah resmi melaporkan aktivitas PETI di Dam Betuk ke Polda Jambi pada 4 November 2025. Laporan itu diterima oleh Ditreskrimsus dengan nomor LAP-20251104-949AD dan perkara PETI.
“Kami sudah buat laporan resmi. Tapi kami juga ingin tahu, apakah laporan kami benar-benar ditindaklanjuti atau hanya sekadar formalitas? Karena di lapangan, sampai hari ini, aktivitas PETI tetap jalan terus,” ujarnya.
Masyarakat kini menilai penegakan hukum di Kabupaten Merangin tidak lagi berpihak pada keadilan lingkungan. Mereka mempertanyakan keberanian aparat dalam menghadapi para pelaku tambang ilegal yang jelas-jelas merusak aset daerah dan lingkungan hidup.
“Kalau aparat saja takut, berarti ada kekuatan besar di balik ini semua. Dam Betuk itu milik negara, tapi sekarang dikuasai oleh kepentingan pribadi yang rakus,” ujar salah seorang tokoh masyarakat.
Kerusakan di Dam Betuk kini sudah sangat parah. Air untuk sawah warga tidak lagi mengalir normal, dan ekosistem sekitar pun terganggu. Warga berharap Polda Jambi, Pemkab Merangin, dan instansi terkait segera turun langsung, bukan sekadar melakukan kunjungan formal atau pernyataan simbolis.
“Cukup sudah janji dan pantauan di atas kertas. Kami mau tindakan nyata. Kalau tidak, Dam Betuk akan hilang dari peta Merangin,” tegas warga dengan nada geram.
Kini, publik menanti: apakah aparat berani menembus tembok “orang kuat” di balik PETI Dam Betuk, ataukah hukum akan kembali kalah di hadapan uang dan kekuasaan?
Penulis : Ady Lubis
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














