SUARA UTAMA, Sumber Gamol Sleman- Senja di Dusun Sumbergamol, Balecatur, Gamping, Sleman, bukan hanya penanda berakhirnya hari, tetapi juga awal dari sebuah harmoni. Dari kediaman Bapak Widjono di RT 04, alunan gamelan Jawa yang merdu mulai mengalir, memecah keheningan dan mengundang warga untuk berkumpul. Inilah denyut kehidupan Paguyuban Madya Laras, sebuah komunitas yang setia menjaga api kebudayaan Jawa tetap menyala.
Setiap minggu, paguyuban ini menjadi rumah bagi semangat kebersamaan lintas generasi. Bapak-bapak, ibu-ibu, hingga anak-anak, semua larut dalam irama gamelan, berlatih bergantian dengan penuh antusiasme. Mereka bukan sekadar memainkan alat musik, tetapi merawat sebuah warisan, nguri-uri kabudayan Jawi.
Ritual yang tak pernah absen mengawali setiap sesi latihan adalah lantunan Gending Pambuko Karawitan Madya Laras. Lebih dari sekadar komposisi pembuka, gending ini adalah jiwa dari pertemuan mereka. Seperti dijelaskan dalam tradisi karawitan Keraton Yogyakarta, gending pembuka melambangkan ‘dibukanya’ sebuah persembahan seni, sebuah awal yang penuh makna.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, bagi Paguyuban Madya Laras, Gending Pambuko adalah untaian doa dan niat tulus. Berikut liriknya:
Minangka purwakanipun, Dumateng para miyarsi, Pra warga madya laras, Ing Sumber Gamol, Jroning sedya amung suka, Dadosno panglipur galih…
Bait-bait ini menggemakan tujuan utama mereka: berkesenian untuk mencari kebahagiaan batin (amung suka) dan menjadi pelipur lara (panglipur galih) bagi diri sendiri dan para pendengar. Karawitan menjadi oase di tengah kesibukan, sebuah sarana untuk menemukan ketenangan dan kegembiraan bersama.
Lebih dalam lagi, gending ini adalah ikrar untuk menjaga kelestarian seni karawitan sebagai identitas budaya Jawa (“Langen seni karawitan, Asli kabudayaan jawi“) sekaligus ajakan tulus kepada siapa saja yang mendengar untuk ikut melestarikannya (“Dumateng para miyarsa, Kersa sami angleluri“). Pesan ini selaras dengan pandangan bahwa gamelan bukan hanya alat musik, tetapi juga media penting dalam pendidikan karakter dan transmisi nilai luhur budaya Jawa.
Di penghujung gending, terselip ungkapan kerendahan hati yang indah:
…Pinangka pungkasanipun, Pamriksa kakung lan putri, Sagunging para paraga, Anggenira angayahi, Bilih asih kirang pana, Nyuwun gunging pangaksami.
Permohonan maaf atas segala kekurangan ini mencerminkan etika Jawa yang adi luhung, bahwa dalam berkesenian pun, sikap rendah hati dan saling menghargai adalah kunci. Ini menegaskan bahwa Paguyuban Madya Laras bukan hanya tempat belajar teknik menabuh gamelan, tetapi juga ruang untuk menempa budi pekerti.
Keberadaan Paguyuban Madya Laras, dengan Gending Pambuko sebagai penanda semangatnya, adalah potret hidup seni tradisi yang terus bersemi di jantung komunitas. Di tengah arus zaman, mereka membuktikan bahwa harmoni gamelan mampu menyatukan generasi, melestarikan budaya, dan memperkaya jiwa masyarakat Sumber Gamol.
Editor : Ag. Slamet
Sumber Berita : Paguyuban Seni Karawitan Madya Laras Sumber Gamol














