
Hakikat amar ma’ruf nahi munkar sesungguhnya adalah wujud kepedulian dan cinta kasih antar sesama. Ketika seorang muslim mengingatkan saudaranya tentang pentingnya berbuat baik, maka sesungguhnya ia sedang membantu menciptakan masyarakat yang harmonis dan bermoral. Sebaliknya, ketika ia mencegah kemunkaran, ia sedang berusaha melindungi masyarakat dari kehancuran moral dan sosial. Prinsip ini bukanlah tindakan memaksa atau mencampuri urusan pribadi semata, melainkan bagian dari tanggung jawab sosial demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik.
Namun, dalam praktiknya, aktivitas ini seringkali disalahartikan. Ada yang menjadikannya sebagai legitimasi untuk bersikap keras, menghakimi, bahkan merendahkan orang lain. Padahal, Islam mengajarkan agar dakwah dilakukan dengan hikmah dan kelembutan. Rasulullah SAW telah memberikan teladan bahwa perubahan tidak dihasilkan melalui kemarahan, tetapi melalui sikap bijaksana, empati, dan keteladanan. Dengan demikian, amar ma’ruf nahi munkar harus dilakukan secara proporsional, adil, dan penuh akhlak.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Di era modern, terutama di tengah derasnya arus informasi digital, tantangan dakwah semakin kompleks. Media sosial memungkinkan penyebaran kebaikan dalam hitungan detik, tetapi pada saat yang sama membuka ruang bagi kemunkaran untuk menyebar lebih cepat. Karena itu, seorang muslim perlu memiliki kecerdasan literasi digital, kemampuan memilah informasi, serta adab berkomunikasi yang baik. Mengajak kepada kebaikan di ruang digital tidak boleh dilakukan dengan cara merendahkan, memprovokasi, atau menyebarkan kebencian.
Dalam hadis, Rasulullah SAW menegaskan tingkatan amar ma’ruf nahi munkar :
“Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangan. Jika tidak mampu, maka dengan lisan. Jika tidak mampu juga, maka dengan hati, dan itulah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)
Hadis ini bukan sekadar perintah, tetapi pedoman etika : bahwa perubahan harus dilakukan sesuai kemampuan, kebijaksanaan, dan situasi. Namun, di era modern, terutama pada ruang digital, pelaksanaan prinsip ini menuntut kehati-hatian. Dakwah harus mengedepankan kelembutan dan akhlak mulia sebagaimana diajarkan Nabi : “Sesungguhnya kelembutan tidaklah ada pada sesuatu melainkan ia memperindahnya, dan tidaklah dicabut dari sesuatu melainkan ia memperburuknya.” (HR. Muslim).
Inilah alasan mengapa amar ma’ruf nahi munkar tidak boleh dilakukan dengan kemarahan, cacian, atau merendahkan orang lain.
Pada akhirnya, dakwah dan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar adalah tanggung jawab bersama. Ia membutuhkan keseimbangan antara ketegasan dalam prinsip dan kelembutan dalam pendekatan. Bila dilakukan dengan cara yang benar, aktivitas ini akan memperkokoh moral masyarakat, menumbuhkan rasa peduli, dan membawa umat menuju peradaban yang lebih bermartabat dan penuh keberkahan.
Zufran Al Ghifari,Mahasiswa UIN Raden Fatah Fakultas Dakwah & Komunikasi Jurusan Manajemen Dakwah
Penulis : Zufran Al Ghifari
Editor : Rudi
Sumber Berita : Zufran Al Ghifari














