Jakarta, 30 September 2025 – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kembali menegaskan bahwa Polri hadir untuk mengawal demokrasi dan mendengar aspirasi masyarakat sipil, bukan membatasi kebebasan berpendapat.
Dalam dua kesempatan—dialog publik di PTIK Jakarta Selatan dan pertemuan dengan masyarakat sipil—Kapolri menyampaikan bahwa Polri kini mengedepankan pelayanan humanis, dialog, dan transparansi. Bahkan, Polri membuka ruang komunikasi langsung agar aspirasi publik dapat terserap dengan baik.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, komitmen ini memunculkan sejumlah catatan kritis dari masyarakat sipil:
1. Praktik Lapangan Tidak Selalu Sejalan
Masih ditemukan praktik pembubaran paksa, pembatasan, dan tindakan represif dalam unjuk rasa.
2. Isu Penyusupan Rentan Jadi Alasan Represif
Potensi penyusupan kerap dijadikan justifikasi untuk membubarkan aksi damai.
3. SOP dan HAM Masih Dipertanyakan
Implementasi SOP sering lemah, sementara pelanggaran hak warga jarang diusut tuntas.
4. Dialog Harus Substantif, Bukan Seremonial
Aspirasi masyarakat sipil harus benar-benar ditindaklanjuti, bukan sekadar didengar di forum formal.
—
Sikap Aliansi dan Aktivis
Ketua Aliansi Masyarakat Sipil Indonesia, Herry Setiawan, S.H., C.BJ., C.EJ., menegaskan:
> “Kami menghargai pernyataan Kapolri, tetapi kami menuntut bukti nyata. Demokrasi bukan hanya dijaga lewat kata-kata, melainkan lewat sikap aparat di jalanan. Jika polisi benar-benar pengawal demokrasi, hentikan segala bentuk intimidasi dan represif terhadap aksi damai.”
Sementara itu, aktivis lingkungan hidup dari Sumatera Barat, Ziqro Fernando, menambahkan:
> “Ruang demokrasi adalah hak rakyat. Polisi tidak boleh menutupinya dengan alasan keamanan. Justru keberanian aparat sejati terletak pada keberpihakan terhadap rakyat, bukan pada kepentingan segelintir elit.”
Penulis : Ziqro fernando
Editor : Ziqro fernando
Sumber Berita : Tim wartawan














