SUARA UTAMA – TNI lahir dari rahim perjuangan rakyat, mengusir penjajah, dan mempertahankan kemerdekaan. Dalam sejarahnya, TNI dikenal dengan semboyan “Bersama Rakyat, TNI Kuat”, yang menegaskan kedekatan antara tentara dan masyarakat sipil. Namun, kedekatan itu kerap diuji ketika dinamika politik dan sosial memunculkan tuntutan agar TNI kembali menegaskan posisinya sebagai penjaga pertahanan negara, bukan pengendali kehidupan sipil.
Tuntutan Demo: “TNI Masuk Barak”
Dalam beberapa gelombang aksi unjuk rasa, muncul aspirasi yang kuat dari masyarakat sipil dan kelompok prodemokrasi dalam Tuntutan 17 + 8: dimana salah satu tuntutannya Permintaan Penarikan TNI dari Pengamanan Sipil atau artian lain TNI diminta kembali ke barak. Tuntutan ini bukan berarti menolak keberadaan TNI, melainkan mengingatkan agar TNI tetap konsisten dengan amanat reformasi 1998 yang menegaskan pemisahan militer dan politik.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Aktivis mahasiswa dan organisasi masyarakat sipil menegaskan bahwa keamanan dalam negeri seharusnya menjadi ranah kepolisian, sementara TNI fokus pada pertahanan negara dari ancaman eksternal. Kekhawatiran utama publik adalah ketika TNI terlalu sering dilibatkan dalam penanganan aksi demonstrasi, pengamanan sipil, atau urusan politik praktis. Hal itu dinilai berpotensi mengaburkan batas sipil-militer, dan dapat mengurangi kepercayaan rakyat terhadap institusi TNI yang sejatinya sangat dihormati.
Analisa Akademisi: TNI Masih Dibutuhkan
Namun, sejumlah akademisi menilai bahwa tuntutan “TNI masuk barak” harus dilihat secara proporsional. Prof. Ikrar Nusa Bhakti, pengamat militer, pernah menegaskan bahwa Indonesia memiliki karakteristik unik sebagai negara kepulauan yang sangat luas, dengan lebih dari 17 ribu pulau dan ratusan suku bangsa. Kondisi ini membuat ancaman terhadap stabilitas nasional tidak hanya datang dari luar, tetapi juga bisa muncul dari dalam negeri, baik berupa konflik komunal, separatisme, hingga bencana alam.
Oleh karena itu, menurut para akademisi:
- TNI tetap diperlukan untuk membantu Polri dalam situasi darurat yang mengancam stabilitas nasional, misalnya kerusuhan besar, terorisme, atau konflik bersenjata. Polri memang bertugas utama dalam keamanan dalam negeri, tetapi kapasitas TNI dengan struktur dan kedisiplinan militer sering kali menjadi faktor penentu dalam meredam situasi.
- TNI juga membantu pemerintah dalam bidang nonmiliter, seperti penanggulangan bencana, distribusi logistik di wilayah terpencil, pembangunan infrastruktur dasar, hingga misi kemanusiaan. Kehadiran TNI di pelosok sering kali menjadi ujung tombak negara dalam menjangkau daerah yang sulit diakses oleh aparat sipil.
- Dengan keragaman etnis, budaya, dan agama, Indonesia rawan gesekan sosial. Akademisi berpendapat, keterlibatan TNI yang terukur dan sesuai aturan bisa menjaga harmoni sosial, asalkan tetap menghormati prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.
Pandangan Parpol dan Ormas
- Pakar politik dari Universitas Indonesia menyebut, tuntutan “TNI kembali ke barak” adalah bentuk konsistensi publik terhadap agenda reformasi. Namun, mereka mengingatkan bahwa aturan pelibatan TNI dalam tugas selain pertahanan sudah diatur dalam UU TNI dengan prinsip perbantuan (Military Aid to Civil Authority), sehingga tidak perlu ditafsirkan sebagai ancaman demokrasi.
- Partai-partai politik cenderung berbeda pandangan. Sebagian mendukung keterlibatan TNI dalam pengamanan demo dengan alasan stabilitas, namun sebagian lain menilai ini bisa memunculkan gesekan horizontal.
- Ormas keagamaan seperti Muhammadiyah dan NU mengingatkan agar keterlibatan TNI dalam urusan sipil tidak berlebihan. Namun, mereka tetap mengakui bahwa peran TNI penting dalam penanggulangan bencana, menjaga wilayah perbatasan, dan melindungi masyarakat terpencil.
Menjaga Citra TNI di Era Demokrasi
Kehormatan TNI tidak hanya lahir dari senjata atau barisan pasukan, tetapi juga dari kepercayaan rakyat. Dengan konsisten berada di jalur konstitusional—menjaga kedaulatan dan pertahanan negara—TNI akan tetap dipandang sebagai pilar kokoh yang lahir dari rakyat dan mengabdi kepada rakyat.
Tuntutan demo agar TNI kembali ke barak adalah pengingat keras dari masyarakat sipil bahwa demokrasi Indonesia masih memerlukan pematangan institusional. Namun di sisi lain, peran TNI tetap dibutuhkan untuk membantu Polri dan pemerintah, mengingat kompleksitas geografis dan keragaman sosial bangsa ini. Keseimbangan inilah yang harus dijaga agar TNI tidak kehilangan jati dirinya sebagai “Tentara dari Rakyat, untuk Rakyat, demi Rakyat.”














