SUARA UTAMA – Jakarta, 11 Agustus 2025 – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan membantah informasi yang beredar mengenai penagihan pajak sebesar Rp2,9 miliar kepada seorang buruh jahit di Pekalongan, Jawa Tengah. Penjelasan ini disampaikan setelah kabar tersebut menyebar luas dan memicu kehebohan di media sosial.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, mengonfirmasi bahwa petugas pajak memang melakukan kunjungan ke rumah seorang tukang jahit bernama Ismanto. Namun, kunjungan tersebut bukan untuk menagih pajak, melainkan untuk memverifikasi data yang tercatat dalam sistem administrasi DJP.
“Kepala KPP Pratama Pekalongan menegaskan bahwa tujuan kunjungan tersebut adalah untuk memastikan kebenaran data yang tercatat di sistem, bukan untuk melakukan penagihan pajak,” ujar Rosmauli dalam keterangannya yang dikutip pada Minggu (10/8/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Rosmauli menjelaskan bahwa data yang memicu pemeriksaan tersebut berasal dari DJP Pusat pada tahun 2021. Dalam sistem tercatat adanya transaksi bernilai sekitar Rp2,9 miliar yang terhubung dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) milik Ismanto dan terkait dengan sebuah perusahaan.
Setelah dilakukan klarifikasi, Ismanto membenarkan bahwa NIK tersebut memang miliknya. Namun, ia membantah keras pernah melakukan transaksi tersebut dan menyatakan bahwa identitasnya kemungkinan telah disalahgunakan. “Kami akan menelusuri pihak-pihak yang sebenarnya melakukan transaksi ini. Proses penyelidikan lebih lanjut akan dilakukan sesuai prosedur,” tegas Rosmauli.
Rosmauli juga mengingatkan masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menjaga dokumen pribadi, terutama NIK, agar tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Ia menambahkan, “Jika menerima surat atau pemberitahuan dari kantor pajak, segera lakukan klarifikasi untuk menghindari kesalahpahaman.”
Eko Wahyu Pramono, seorang praktisi pajak dan mahasiswa Ilmu Hukum, menyatakan bahwa penyalahgunaan KTP atau NIK untuk transaksi yang tidak sah bisa menimbulkan masalah hukum yang serius bagi individu yang identitasnya disalahgunakan. “Penyalahgunaan identitas dalam transaksi keuangan dapat berpotensi menjerat pelaku dalam kasus pemalsuan dokumen atau penggelapan. Selain itu, dalam konteks perpajakan, ini juga bisa menyebabkan masalah serius dengan hukum,” ujar Eko Wahyu Pramono.
Menurut Eko, penyalahgunaan identitas dapat dikenakan pasal pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya Pasal 263 tentang pemalsuan dokumen, dengan ancaman hukuman penjara hingga enam tahun. Ia juga menjelaskan bahwa dalam kasus perpajakan, pelaku bisa dikenakan sanksi berdasarkan Undang-Undang Perpajakan, yang dapat berujung pada hukuman pidana perpajakan yang sangat berat. Berikut adalah beberapa pasal yang relevan:
- Pasal 263 KUHP – Pemalsuan Dokumen
Pasal ini mengatur tentang pemalsuan surat atau dokumen yang digunakan untuk menipu atau mengelabui pihak lain. Penyalahgunaan KTP atau NIK dalam transaksi tanpa izin atau persetujuan yang sah bisa dianggap sebagai pemalsuan dokumen yang dapat dikenakan sanksi pidana.
Pasal 263 Ayat (1):
“Barang siapa dengan sengaja membuat surat palsu atau memalsukan surat yang sebenarnya tidak sah, yang dapat menipu pihak lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun.”
- Pasal 378 KUHP – Penipuan
Pasal ini mengatur tentang tindak pidana penipuan yang melibatkan perbuatan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan secara tidak sah dengan cara menipu. Jika identitas disalahgunakan untuk tujuan penipuan, pasal ini dapat diterapkan.
Pasal 378:
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan tipu muslihat, menjatuhkan seseorang ke dalam keadaan salah mengira, sehingga memberikan sesuatu barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
- Pasal 55 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan – Penyalahgunaan Identitas dalam Perpajakan
Pasal ini berkaitan dengan penyalahgunaan identitas atau data yang digunakan dalam penghindaran pajak, serta sanksi yang dapat dikenakan kepada pelaku yang menggunakan identitas orang lain untuk tujuan perpajakan.
Pasal 55 Ayat (1):
“Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan atau data yang tidak benar untuk kepentingan penghindaran pajak dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau pidana perpajakan.”
- Pasal 49 UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) – Penyalahgunaan Data Elektronik
Pasal ini mengatur tentang larangan penyalahgunaan data pribadi atau data elektronik orang lain tanpa izin, yang termasuk penyalahgunaan identitas untuk kepentingan pribadi. Dalam hal ini, jika seseorang menggunakan NIK atau informasi pribadi orang lain secara elektronik tanpa izin, maka dapat dikenakan pasal ini.
Pasal 49:
“Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses sistem elektronik orang lain atau menggunakan data pribadi orang lain untuk kepentingan pribadi, dapat dikenakan sanksi pidana.”
Eko juga mengingatkan masyarakat untuk selalu menjaga keamanan dokumen pribadi mereka, seperti KTP dan NIK, agar tidak jatuh ke tangan yang salah. “Jaga dokumen pribadi Anda dengan hati-hati dan jika merasa identitas Anda telah disalahgunakan, segera laporkan ke pihak berwenang untuk mencegah kerugian lebih lanjut,” pungkasnya.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














