Pustakawan Di Persimpangan Digital

- Penulis

Selasa, 16 September 2025 - 09:53 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Fathin Robbani Sukmana, Pengamat Sosial dan Kebijakan Publik yang menyoroti profesi Pustakawan

Fathin Robbani Sukmana, Pengamat Sosial dan Kebijakan Publik yang menyoroti profesi Pustakawan

SUARA UTAMA – Saat kita memikirkan perpustakaan, seringkali yang terlintas di benak adalah gambaran yang hening dan statis, di mana buku-buku berbaris rapi di rak dan pustakawan adalah sosok yang bertugas menjaga ketenangan.

Stereotip ini seolah membuat profesi pustakawan terkesan usang dan tidak relevan di tengah hiruk-pikuk era digital. Namun, di balik anggapan tersebut, profesi pustakawan di Indonesia sedang mengalami revolusi senyap yang fundamental.

Di tengah “banjir informasi” yang tak terbendung, di mana hoaks dan disinformasi menyebar lebih cepat daripada kebenaran, pustakawan tidak lagi hanya menjadi penjaga buku.

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Pustakawan Di Persimpangan Digital Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Mereka bertransformasi menjadi navigator dan kurator pengetahuan yang memiliki peran vital untuk membimbing masyarakat di lautan informasi. Saya  akan menganalisis evolusi peran pustakawan di Indonesia, mengaitkannya dengan data dari Kompas, dan melakukan analisa menggunakan teori sosiologi Fungsionalisme Struktural Durkheim dan Teori Pengetahuan Foucault.

Profesi Pustakawan Saat Ini

Berbagai laporan dari Kompas menunjukkan bahwa profesi pustakawan kini berhadapan dengan tantangan nyata yang kompleks. Salah satu tantangan utama adalah pergeseran budaya literasi dari buku fisik ke konten digital, yang membuat perpustakaan fisik seringkali sepi pengunjung.

Pergeseran ini bukan hanya masalah preferensi, tetapi juga mencerminkan perubahan fundamental dalam cara masyarakat mengonsumsi informasi. Namun, di tengah tantangan ini, data dari Kompas.id juga menyoroti kisah-kisah inspiratif yang membuktikan dedikasi pustakawan.

Ada pustakawan di Pamekasan yang rela menempuh jalan sulit ke pelosok desa untuk mengantarkan buku, ada pula pustakawan milenial di Malang yang memanfaatkan media sosial untuk mengadakan bedah buku daring dan menjangkau pembaca muda.

Meskipun demikian, secara struktural, Indonesia masih menghadapi masalah serius. Perpusnas (Perpustakaan Nasional) bahkan menyebutkan bahwa Indonesia masih kekurangan hampir setengah juta pustakawan yang profesional.

Data-data ini menggambarkan dilema nyata: profesi ini dituntut untuk berinovasi dan beradaptasi dengan perubahan zaman, sementara pada saat yang sama, ia masih bergulat dengan masalah struktural dan kekurangan sumber daya manusia.

Dilema ini dapat kita bedah melalui lensa sosiologi modern. Menggunakan pendekatan Fungsionalisme Struktural dari Émile Durkheim, kita bisa melihat perpustakaan dan pustakawan sebagai institusi yang memiliki fungsi spesifik dalam menjaga kohesi sosial.

Dalam masyarakat modern, pembagian kerja menjadi sangat terspesialisasi, dan pustakawan memiliki peran fungsionalnya sendiri yaitu mengorganisasi, mengelola, dan menyebarkan pengetahuan secara sistematis.

Sistem klasifikasi, prosedur peminjaman, dan aturan-aturan yang ada di perpustakaan adalah contoh dari pembagian kerja yang rasional. Melalui fungsi inilah, perpustakaan berkontribusi pada solidaritas sosial dengan menyediakan akses yang seragam dan terstruktur terhadap informasi.

Akan tetapi, sebagaimana analisis kritis terhadap fungsionalisme, sistem yang terlalu kaku dapat menjadi tidak adaptif. Data dari Kompas.id yang menyebutkan tantangan birokrasi dan kurangnya inovasi di beberapa perpustakaan menunjukkan bagaimana fungsi yang dulunya stabil ini kini terancam oleh dinamika eksternal.

Peran yang terperangkap dalam model fungsionalistik semata, yang hanya berfokus pada katalogisasi dan pelayanan standar, akan kehilangan relevansinya di tengah masyarakat yang kebutuhan informasinya terus berubah.

BACA JUGA :  Bupati Pati Minta Maaf dan Janji Evaluasi Kenaikan PBB-P2

Di sisi lain, disrupsi digital menempatkan profesi ini dalam konteks pascamodernisme, terutama melalui Teori Pengetahuan Michel Foucault. Foucault berpendapat bahwa pengetahuan bukanlah entitas netral, melainkan produk dari “rezim kebenaran” atau episteme yang terjalin erat dengan kekuasaan.

Di era pra-digital, kekuasaan untuk menentukan “kebenaran” terpusat pada institusi formal seperti perpustakaan dan universitas. Perpustakaan, dengan koleksinya yang terkurasi dan sistematis, dianggap sebagai otoritas pengetahuan.

Namun, di era pascamodern, internet dan media sosial telah mendesentralisasi kekuasaan ini. Pengetahuan menyebar luas dan terfragmentasi, memunculkan narasi-narasi tandingan yang menantang “kebenaran” tunggal.

Dalam lanskap ini, peran pustakawan sebagai “penjaga kebenanan” yang tunggal menjadi tidak lagi relevan. Sebaliknya, mereka harus bertransformasi menjadi fasilitator dan kurator yang membimbing masyarakat.

Pustakawan Penjaga Literasi

Analisis dari Kompas.id tentang tantangan disinformasi dan hoaks membuktikan relevansi teori Foucault. Di era pascamodern, tugas pustakawan bukanlah lagi hanya menyediakan akses, melainkan juga memverifikasi informasi, mengajarkan literasi digital, dan membantu individu membangun nalar kritis.

Inovasi yang dilakukan pustakawan seperti membuat konten edukatif di media sosial atau mengadakan lokakarya literasi digital adalah respons langsung terhadap “rezim pengetahuan” baru ini. Mereka tidak lagi bertindak sebagai otoritas, melainkan sebagai panduan yang memberdayakan masyarakat untuk menavigasi arus informasi yang kompleks. Mereka membantu individu membuat pilihan yang terinformasi di tengah banjir informasi yang saling bersaing.

Dengan menggabungkan kedua teori ini, kita bisa melihat bahwa profesi pustakawan di Indonesia berada di sebuah persimpangan yang unik dan menantang. Mereka harus menyeimbangkan struktur modern yang terorganisir (rasionalitas Durkheim) untuk mengelola institusi dan koleksi, dengan mentalitas pascamodern (Foucault) yang fleksibel dan adaptif untuk beroperasi dalam lanskap informasi yang terdesentralisasi.

Transformasi ini lebih dari sekadar menguasai teknologi; ini adalah perubahan mendasar dalam cara mereka memandang peran sosial mereka. Pustakawan harus mampu beralih dari fokus pada buku fisik ke fokus pada “informasi”, dari ruang hening yang terisolasi ke ruang virtual yang terkoneksi, dan dari penjaga gerbang pengetahuan menjadi pemandu bagi para pencari kebenaran.

Terakhir, profesi pustakawan tidaklah usang, melainkan sedang dalam masa redefinisi yang sangat krusial. Mereka adalah garda terdepan dalam menjaga literasi dan membendung arus disinformasi di era digital.

Diperlukan pengakuan dan dukungan yang lebih besar dari pemerintah dan masyarakat, tidak hanya dalam hal kesejahteraan, tetapi juga dalam hal penguatan peran mereka sebagai agen perubahan sosial.

Dengan terus berinovasi dan mengintegrasikan nilai-nilai tradisional dengan tuntutan era digital, para pustakawan dapat memastikan bahwa profesi ini tetap relevan dan menjadi kekuatan pendorong untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang lebih cerdas, literat, dan kritis di masa depan.

Fathin Robbani Sukmana, Pengamat Sosial dan Kebijakan Publik

Penulis : Fathin Robbani Sukmana

Berita Terkait

Semakin Memanas, Terindikasi Dugaan Pesanan Dalam Rotasi/Mutasi Pegawai Perumda Air Minum Tirta Argapura 
Umat Stase Goodide Gelar Renungan Pendalaman Masa Adven: Keluarga dalam Terang Iman 
Warga Desa Tegalwatu di Dampingi Pakopak, Terduga Pelaku Penipuan Asli Kelahiran Dusun Klagin Desa Brabe
Rakor Kecamatan Dorong Efektivitas Program Tata Kelola Pemerintahan Responsif
Dakwah Dan Aktivitas Amar Ma’ruf Nahi Munkar  
Penguatan HAM Dalam Wadah Negara Demokrasi Indonesia
Tinjau Proyek Jalan Rp1,3 Miliar di Pamanukan, Bupati Subang Tegaskan: Tidak Ada Anak Emas, Semua Wilayah Prioritas
Pakopak Menduga Prematur, Perihal Rotasi/Mutasi Pegawai PDAM Tirta Argapura Saat Seleksi Direktur Berlangsung 
Berita ini 37 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 5 Desember 2025 - 19:21 WIB

Semakin Memanas, Terindikasi Dugaan Pesanan Dalam Rotasi/Mutasi Pegawai Perumda Air Minum Tirta Argapura 

Jumat, 5 Desember 2025 - 18:08 WIB

Umat Stase Goodide Gelar Renungan Pendalaman Masa Adven: Keluarga dalam Terang Iman 

Jumat, 5 Desember 2025 - 12:32 WIB

Warga Desa Tegalwatu di Dampingi Pakopak, Terduga Pelaku Penipuan Asli Kelahiran Dusun Klagin Desa Brabe

Jumat, 5 Desember 2025 - 11:26 WIB

Rakor Kecamatan Dorong Efektivitas Program Tata Kelola Pemerintahan Responsif

Kamis, 4 Desember 2025 - 19:29 WIB

Dakwah Dan Aktivitas Amar Ma’ruf Nahi Munkar  

Kamis, 4 Desember 2025 - 16:12 WIB

Penguatan HAM Dalam Wadah Negara Demokrasi Indonesia

Kamis, 4 Desember 2025 - 14:37 WIB

Tinjau Proyek Jalan Rp1,3 Miliar di Pamanukan, Bupati Subang Tegaskan: Tidak Ada Anak Emas, Semua Wilayah Prioritas

Kamis, 4 Desember 2025 - 11:03 WIB

Pakopak Menduga Prematur, Perihal Rotasi/Mutasi Pegawai PDAM Tirta Argapura Saat Seleksi Direktur Berlangsung 

Berita Terbaru