Suara Utama – Jakarta, 7 Oktober 2025 – Realisasi penerimaan pajak hingga kuartal III-2025 menunjukkan tren pelemahan. Kondisi ini menandakan basis penerimaan negara semakin rapuh dan ruang fiskal kian sempit apabila pemerintah terus bergantung pada pajak sebagai sumber utama pendapatan nasional.
Kepala Laboratorium Departemen Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), Kun Haribowo, menilai pemerintah perlu segera mencari sumber penerimaan alternatif yang tidak menambah beban masyarakat. Salah satu opsi strategis yang dinilainya potensial adalah pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN) yang hingga kini banyak belum dimaksimalkan.
“Dalam kondisi ekonomi yang masih belum stabil, pemerintah perlu mengoptimalkan pembiayaan di luar utang dan di luar pungutan pajak,” ujar Kun kepada wartawan, Senin (6/10/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurutnya, strategi jangka panjang melalui Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Danantara memang sudah disiapkan, namun langkah jangka pendek yang lebih cepat juga dibutuhkan untuk menjaga ketahanan fiskal negara.
“Banyak aset negara seperti lahan kosong, gedung tak terpakai, dan area publik yang bisa diubah menjadi penerimaan baru tanpa menekan masyarakat,” paparnya.
Kun menilai bahwa optimalisasi aset negara bisa dilakukan melalui berbagai skema, seperti sewa, kerja sama pemanfaatan (KSP), atau bangun guna serah (BGS/BGS). Pemerintah juga telah memiliki dasar hukum yang kuat melalui PP Nomor 28 Tahun 2020 dan PMK Nomor 115/2020, yang mengatur pemanfaatan BMN secara produktif.
“Optimalisasi BMN bisa menjadi solusi realistis untuk menambah penerimaan negara tanpa harus menaikkan tarif pajak,” tegas Kun.
Selain memperkuat posisi fiskal, ia menambahkan bahwa pengelolaan aset negara secara produktif juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui investasi infrastruktur, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
Beberapa aset potensial seperti lahan kosong, gedung perkantoran, hingga area parkir yang dapat dikembangkan sebagai sarana pendukung kendaraan listrik, disebut Kun sebagai “mesin uang baru” yang bisa digarap dengan inovasi dan transparansi.
“Dengan tata kelola yang baik, aset negara yang selama ini diam bisa menjadi energi fiskal baru,” katanya.
Sementara itu, Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP, Konsultan Pajak Senior dan Ketua Komite Tetap Fiskal KADIN Jawa Timur, menilai pelemahan penerimaan pajak merupakan tanda bahwa pemerintah harus lebih inovatif dalam mengelola pendapatan negara.
“Penerimaan pajak memang vital, tapi di tengah daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih, perlu ada kebijakan fiskal yang lebih kreatif dan inklusif,” ujar Yulianto kepada Suara Utama.
Ia mendukung langkah optimalisasi BMN sebagai alternatif yang tidak menekan ekonomi rakyat, namun tetap menegaskan pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme agar potensi aset negara tidak disalahgunakan.
“Pemanfaatan BMN harus dijalankan dengan prinsip nilai tambah ekonomi dan tata kelola yang baik, bukan sekadar proyek jangka pendek,” tambahnya.
Menurut Yulianto, pendekatan fiskal berbasis aset dapat menjadi jembatan menuju kemandirian fiskal nasional dengan tetap menjaga prinsip keadilan dan keberlanjutan ekonomi.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














