Menjaga Jati Diri Bangsa: Paradigma Kebangsaan dari Perspektif Warga yang Bertanggung Jawab

- Penulis

Sabtu, 21 Juni 2025 - 18:16 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

SUMBER : Ilustrasi Gambar Pemuda Indonesia dari pixabay 2025 (Tonny Rivani/SUARA UTAMA)

SUMBER : Ilustrasi Gambar Pemuda Indonesia dari pixabay 2025 (Tonny Rivani/SUARA UTAMA)

SUARA UTAMABangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menjaga dan merawat jati dirinya, bahkan di tengah arus perubahan zaman yang begitu cepat. Di era globalisasi dan digitalisasi saat ini, bangsa Indonesia dihadapkan pada berbagai tantangan yang bisa menggoyahkan nilai-nilai dasar kebangsaan. Oleh karena itu, penting untuk kembali menegaskan paradigma kebangsaan—yakni cara pandang terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara—dari sudut pandang yang paling mendasar: perspektif pribadi sebagai warga negara yang memiliki hak dan kewajiban, serta tanggung jawab untuk menjaganya agar tidak ternodai.

Paradigma Kebangsaan: Konsep dan Esensinya

Paradigma kebangsaan adalah seperangkat nilai, keyakinan, dan cara pandang yang membentuk bagaimana seseorang memandang negaranya, perannya sebagai warga, serta hubungan antarwarga negara dalam satu kesatuan bangsa. Ini mencakup semangat nasionalisme, cinta tanah air, penghargaan terhadap perbedaan, dan partisipasi aktif dalam menjaga keutuhan negara.

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Menjaga Jati Diri Bangsa: Paradigma Kebangsaan dari Perspektif Warga yang Bertanggung Jawab Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam konteks Indonesia, paradigma kebangsaan bertumpu pada nilai-nilai Pancasila dan semangat Bhinneka Tunggal Ika. Namun, lebih dari sekadar semboyan, nilai-nilai tersebut harus diinternalisasi dalam diri setiap individu. Hanya dengan begitu, paradigma kebangsaan akan menjadi sesuatu yang hidup dan mengakar kuat, bukan sekadar slogan yang dihafal.

Jati Diri Bangsa dan Ancaman Globalisasi

Jati diri bangsa adalah identitas kolektif yang mencerminkan nilai-nilai budaya, sejarah perjuangan, serta cita-cita luhur bangsa. Di tengah derasnya arus globalisasi, identitas ini kerap tergerus oleh budaya asing, paham individualistik, dan kepentingan pragmatis. Tidak sedikit anak bangsa yang lebih bangga terhadap budaya luar, mengabaikan warisan leluhur, dan terjebak dalam konsumsi informasi tanpa filter yang sehat.

Dalam kondisi seperti ini, menjaga jati diri bangsa menjadi tugas penting. Bukan hanya tugas pemerintah atau tokoh masyarakat, tetapi terutama tanggung jawab setiap warga negara. Karena hanya dengan menjaga identitas nasional, bangsa Indonesia bisa tetap berdiri kokoh di tengah dunia yang terus berubah.

Hak dan Kewajiban: Pilar Kebangsaan yang Seimbang

Sebagai warga negara, setiap individu memiliki hak yang dijamin oleh konstitusi—mulai dari hak hidup, pendidikan, kebebasan beragama, hingga hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan. Namun, di balik hak tersebut, terdapat kewajiban yang tidak kalah penting. Seperti kewajiban untuk menaati hukum, membayar pajak, menjaga ketertiban umum, serta ikut serta dalam mempertahankan negara.

BACA JUGA :  Super Camp 2025 Siap Digelar di Bandung, Ajang Silaturahmi Nasional AR Learning Center dan Suara Utama

Sayangnya, dalam praktik kehidupan sehari-hari, tidak semua warga negara menyadari pentingnya keseimbangan antara hak dan kewajiban. Banyak yang menuntut hak, tetapi enggan menunaikan kewajiban. Padahal, paradigma kebangsaan yang sehat lahir dari kesadaran akan keseimbangan tersebut. Warga negara yang bertanggung jawab tidak hanya mengambil manfaat dari negara, tetapi juga memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan dan keutuhan bangsa.

Refleksi Pribadi: Warga Negara yang Bertanggung Jawab

Dari perspektif pribadi, menjadi warga negara Indonesia bukan hanya status administratif, tetapi panggilan moral. Ini berarti bahwa saya, sebagai individu, memiliki peran aktif dalam menjaga nilai-nilai kebangsaan, memelihara kerukunan, serta menolak segala bentuk radikalisme, intoleransi, dan perpecahan.

Warga negara yang bertanggung jawab sadar bahwa kontribusi kecil seperti membuang sampah pada tempatnya, menghormati perbedaan, aktif dalam kegiatan sosial, atau bahkan bersikap jujur dalam bekerja, adalah bagian dari menjaga martabat bangsa. Tidak harus menunggu menjadi pemimpin untuk berkontribusi—kesadaran pribadi adalah titik awal yang paling nyata.

Selain itu, di era digital, tanggung jawab warga negara juga mencakup literasi digital: menyaring informasi, tidak menyebarkan hoaks, serta menjaga etika dalam komunikasi daring. Dunia maya saat ini adalah salah satu medan utama dalam membentuk opini publik, sehingga warga yang bijak digital adalah mereka yang juga menjaga jati diri bangsanya secara tidak langsung.

Akhirnya Paradigma kebangsaan bukan sesuatu yang bersifat teoritis belaka, melainkan cara hidup yang dibentuk dari kesadaran pribadi sebagai warga negara. Dalam menjaga jati diri bangsa, kita tidak boleh hanya mengandalkan peran institusi, tetapi harus memulainya dari diri sendiri: dengan memahami dan menyeimbangkan hak dan kewajiban, serta menjaga nilai-nilai luhur yang membentuk Indonesia.

Bangsa ini akan tetap kokoh, bukan karena kekuatan militer atau kekayaan alam semata, tetapi karena rakyatnya memiliki tanggung jawab yang tidak ternodai terhadap negaranya. Dengan paradigma kebangsaan yang kuat, setiap warga menjadi benteng pertahanan terakhir dari runtuhnya nilai-nilai kebangsaan. Dan dari sanalah, masa depan Indonesia dibangun.

Penulis : Tonny Rivani

Editor : Andre Hariyanto

Sumber Berita : Wartawan Suara Utama

Berita Terkait

Perlu Normalisasi Sungai Batang Gasan yang Masuk ke Pemukiman Penduduk di Korong Piliang
Krisis Penegakan Hukum di Indonesia
Pemerintah Sesuaikan PTKP 2025 untuk Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Kaleidoskop 2025: Bukan Sekadar Bencana Alam, tetapi Bencana Tata Kelola
Andi Jadi Sorotan: Pembangunan Sumur Bor di Kelurahan Mampun Diduga Tak Sesuai Aturan Transparansi
Proyek Sumur Bor APBN di Dusun Baru Diduga Tidak Transparan, Warga Pertanyakan Tanpa Papan Informasi
Bidan PPPK Desa Beringin Sanggul Dinilai Tak Maksimal, Warga Minta Dinkes Merangin Turun Tangan
Ironi Merangin: Jembatan Hampir Ambruk, Warga Terjatuh, Pemerintah Belum Juga Hadir
Berita ini 45 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 13 Desember 2025 - 15:32 WIB

Perlu Normalisasi Sungai Batang Gasan yang Masuk ke Pemukiman Penduduk di Korong Piliang

Sabtu, 13 Desember 2025 - 15:21 WIB

Krisis Penegakan Hukum di Indonesia

Sabtu, 13 Desember 2025 - 11:16 WIB

Pemerintah Sesuaikan PTKP 2025 untuk Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Sabtu, 13 Desember 2025 - 11:11 WIB

Kaleidoskop 2025: Bukan Sekadar Bencana Alam, tetapi Bencana Tata Kelola

Sabtu, 13 Desember 2025 - 06:46 WIB

Andi Jadi Sorotan: Pembangunan Sumur Bor di Kelurahan Mampun Diduga Tak Sesuai Aturan Transparansi

Sabtu, 13 Desember 2025 - 05:16 WIB

Bidan PPPK Desa Beringin Sanggul Dinilai Tak Maksimal, Warga Minta Dinkes Merangin Turun Tangan

Jumat, 12 Desember 2025 - 22:12 WIB

Ironi Merangin: Jembatan Hampir Ambruk, Warga Terjatuh, Pemerintah Belum Juga Hadir

Jumat, 12 Desember 2025 - 21:53 WIB

Proyek Drainase Tanpa Papan Informasi di Kelurahan Mampun Diduga Milik CV Masyarakat Merangin Mandiri: Warga Pertanyakan Transparansi

Berita Terbaru

Dr. Firman Tobing

Hukum

Krisis Penegakan Hukum di Indonesia

Sabtu, 13 Des 2025 - 15:21 WIB