SUARA UTAMA – Aksi demonstrasi pada 25 Agustus 2025 di Jakarta yang menyerukan pembubaran DPR mengemuka di tengah kritik publik terhadap lembaga tersebut. Namun, survei terbaru dari Indikator Politik Indonesia menunjukkan bahwa meski kepercayaan publik hanya sebesar 69%, mayoritas masyarakat tetap menilai DPR memiliki peran penting dalam sistem demokrasi rmollampung.idsuara.com.
Saldo kepercayaan meski rendah, namun stabil, menunjukkan bahwa rakyat masih mengakui fungsi legislatif sebagai pilar demokrasi. Kritik terhadap tidak terbukanya DPR (hanya 55,1% rapat terbuka) serta besarnya tunjangan yang tidak selaras dengan kinerja nyata menambah beban moral terhadap lembaga itu Islami[dot]cormollampung.idINAnews.
Pakar seperti Asrinaldi dan Lucius Karus melihat rendahnya kepercayaan sebagai refleksi buruknya pendidikan politik dan representasi legislator, namun mereka berharap angka 69% dapat menjadi momentum bagi parlemen untuk memperbaiki diri Temposuara.com.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Adi Prayitno menyerukan DPR untuk tampil apa adanya: membuka diri, meningkatkan transparansi, dan memamerkan kinerja konkret melalui media publik INAnews.
Secara historis, pembubaran DPR selalu berakhir dengan distorsi demokrasi, seperti era otoriter di bawah Sukarno dan Gus Dur. Prof. Mahfud MD mengingatkan bahaya wacana ekstrem seperti itu infoaceh.net.
Secara kelembagaan, DPR adalah simbol kedaulatan rakyat dan memiliki tugas berat secara hukum dan moral. Sugiatan Santoso menekankan bahwa institusi ini tetap penting, meski kinerjanya masih harus diperbaiki rmollampung.id.
DPR di Pusaran Kritik Publik
Kritik terhadap DPR bukanlah hal baru. Lembaga legislatif kerap menjadi sasaran ketidakpuasan masyarakat, mulai dari isu korupsi, konflik kepentingan, hingga lemahnya fungsi pengawasan. Fenomena aksi demonstrasi yang menyerukan pembubaran DPR adalah bentuk ekstrem dari akumulasi kekecewaan tersebut.
Namun, bila ditelusuri lebih dalam, narasi “bubarkan DPR” sejatinya tidak mewakili aspirasi keseluruhan rakyat Indonesia. Suara mayoritas justru menegaskan bahwa DPR tetap diperlukan sebagai lembaga penyalur aspirasi rakyat, pengawas pemerintah, sekaligus pembuat undang-undang.
Solidaritas Dukungan terhadap Eksistensi Legislatif
Berbagai survei nasional menunjukkan bahwa meski kepercayaan publik terhadap DPR mengalami fluktuasi, mayoritas masyarakat masih menilai lembaga legislatif tak tergantikan dalam sistem demokrasi. Dukungan ini muncul dari kesadaran bahwa tanpa DPR, ruang kontrol terhadap kekuasaan eksekutif akan melemah dan membuka potensi lahirnya otoritarianisme.
Pakar politik dari Universitas Indonesia, misalnya, menegaskan bahwa “kritik keras terhadap DPR adalah sehat dalam demokrasi, tetapi wacana pembubaran justru membahayakan tatanan demokrasi itu sendiri.” Artinya, rakyat Indonesia bisa marah pada kinerja anggota DPR, tetapi tetap menyadari pentingnya institusi ini.
Legislatif sebagai Pilar Demokrasi
DPR bukan sekadar lembaga formal, tetapi simbol kedaulatan rakyat. Keberadaannya mewakili suara dari seluruh daerah di Indonesia, mulai dari Aceh hingga Papua. Dalam sistem demokrasi modern, eksistensi legislatif adalah jaminan bahwa rakyat memiliki ruang representasi.
Membubarkan DPR sama artinya dengan meniadakan salah satu pilar utama demokrasi: trias politika. Tanpa legislatif, fungsi “check and balance” akan lumpuh. Inilah sebabnya dukungan rakyat terhadap keberlangsungan lembaga legislatif sesungguhnya lebih kuat daripada suara minoritas yang menyerukan pembubaran.
Refleksi dan Rekomendasi
Fenomena aksi demo bubarkan DPR seharusnya dipahami sebagai tanda alarm bahwa lembaga legislatif perlu melakukan introspeksi. Rakyat mendukung eksistensinya, tetapi rakyat juga menuntut perbaikan kinerja, transparansi, dan integritas.
Oleh karena itu, ada beberapa rekomendasi yang patut diperhatikan:
- Reformasi Internal DPR: Peningkatan transparansi, akuntabilitas, serta kode etik yang lebih ketat untuk mencegah praktik korupsi.
- Mendekatkan DPR dengan Rakyat: Optimalisasi reses dan komunikasi publik agar aspirasi rakyat tidak sekadar formalitas.
- Pendidikan Politik Masyarakat: Agar rakyat memahami perbedaan antara kritik terhadap individu anggota dengan eksistensi lembaga itu sendiri.
- Penguatan Fungsi Legislasi dan Pengawasan: DPR harus menunjukkan kerja nyata dalam menghasilkan undang-undang yang pro-rakyat dan mengawasi pemerintah tanpa kompromi.
Penutup : Aksi demonstrasi yang menyerukan pembubaran DPR memang menarik perhatian, tetapi tidak mencerminkan arus besar suara rakyat Indonesia. Justru, rakyat menegaskan dukungannya terhadap eksistensi legislatif, sembari mengingatkan agar wakil rakyat bekerja dengan sungguh-sungguh.
Demokrasi hanya akan kuat bila legislatif, eksekutif, dan yudikatif berjalan beriringan. Maka, bukan pembubaran DPR yang harus diperjuangkan, melainkan perbaikan dan penguatan lembaga legislatif agar benar-benar menjadi rumah aspirasi rakyat Indonesia.














