SUARA UTAMA — Surabaya, 25 November 2025 — Kejaksaan Agung Republik Indonesia menetapkan tindakan pencegahan ke luar negeri (cekal) terhadap mantan Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiasteadi, sebagai bagian dari penyidikan dugaan tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty). Pencekalan ini menjadi langkah hukum penting untuk memastikan Ken tetap berada di wilayah Indonesia selama proses pemeriksaan mendalam berlangsung.
Kejaksaan Agung menjelaskan bahwa pencegahan dilakukan setelah tim penyidik menemukan indikasi dugaan penyimpangan dalam kebijakan perpajakan pada masa jabatan Ken. Langkah administratif ini merupakan bagian dari prosedur hukum yang lazim untuk memastikan kelancaran pemeriksaan dan menghindari potensi hilangnya alat bukti maupun saksi kunci.
Proses Pencekalan: Administratif, Bukan Penentuan Bersalah
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pihak kejaksaan menegaskan bahwa status pencekalan tidak serta-merta menunjukkan bahwa seseorang bersalah. Pencekalan adalah tindakan administratif berdasarkan Undang-Undang Keimigrasian, yang bertujuan menjaga agar individu yang dibutuhkan dalam proses penyidikan tetap berada dalam jangkauan hukum.
Meski demikian, publik mencermati bahwa kasus yang kembali menyeret pejabat dan mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak menunjukkan adanya persoalan berulang di lingkungan fiskal negara. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah pejabat pajak juga pernah berhadapan dengan masalah hukum terkait gratifikasi, manipulasi pajak, maupun penyalahgunaan wewenang.
Pendapat Eko Wahyu Pramono: Hormati Proses Hukum, Reformasi DJP Tidak Bisa Ditunda
Praktisi perpajakan sekaligus pemerhati tata kelola fiskal, Eko Wahyu Pramono, S.Ak, Praktisi Hukum dan Pajak serta pemegang Izin Kuasa Hukum (IKH) di Pengadilan Pajak, memberikan tanggapan tegas terkait dinamika ini.
“Kita harus menghormati proses hukum yang berjalan. Namun kejadian seperti ini bukan yang pertama kali terjadi. DJP harus berbenah secara serius agar persoalan serupa tidak terus berulang,” ujar Eko.
Eko menekankan bahwa pengulangan kasus dugaan korupsi yang melibatkan aparat pajak bukan sekadar masalah perilaku individu, tetapi memperlihatkan masih adanya kekosongan dalam struktur pengawasan internal DJP. Menurutnya, reformasi tidak bisa berhenti pada pergantian pejabat atau pembaruan kebijakan teknis saja, tetapi harus menyentuh aspek integritas, etika, dan sistem pengawasan yang lebih ketat.
Ia juga menyoroti bahwa sebagai lembaga yang memegang kendali atas penerimaan negara, DJP memiliki tanggung jawab moral besar untuk menjaga kredibilitasnya. Integritas institusi perpajakan akan berdampak langsung pada tingkat kepatuhan wajib pajak serta kepercayaan publik terhadap sistem fiskal nasional.
Momentum Evaluasi Total bagi DJP
Sejumlah pengamat meyakini bahwa pencekalan terhadap mantan Dirjen Pajak ini harus menjadi titik tolak evaluasi menyeluruh di lingkungan DJP. Reformasi menyangkut:
- penguatan audit internal,
- peningkatan transparansi proses administrasi,
- digitalisasi pengawasan,
- dan penegakan kode etik yang lebih tegas.
Penguatan sistem whistleblowing, rotasi jabatan yang lebih ketat, serta pembatasan potensi benturan kepentingan juga menjadi rekomendasi yang kerap disampaikan para ahli.
Kepercayaan Publik Harus Dipulihkan
Di tengah kebutuhan negara akan penerimaan pajak yang stabil, kepercayaan publik menjadi kunci utama. Setiap langkah hukum yang menyentuh pejabat pajak harus dilihat sebagai bagian dari upaya penegakan integritas lembaga, bukan sekadar penindakan kasuistik.
Pencekalan Ken Dwijugiasteadi menegaskan bahwa aparat penegak hukum tetap memiliki ruang kontrol terhadap pejabat publik yang diduga terlibat dalam tindak pidana. Namun keberhasilan reformasi pajak ke depan akan sangat ditentukan oleh kesungguhan DJP dalam memperbaiki sistem yang masih menyimpan banyak celah penyimpangan.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














