Suarautama.id,Gunungsitoli – Dugaan praktik ilegal pengelolaan limbah medis yang seharusnya ditangani dengan sangat hati-hati, kini menyeruak dari jantung pelayanan kesehatan di Gunungsitoli. Empat karyawan Rumah Sakit Swasta Bethesda Gunungsitoli terpaksa diamankan jajaran Polres Nias, Selasa (20/5), setelah kedapatan membuang limbah medis padat di lokasi yang disinyalir tidak sesuai prosedur. Insiden ini sontak memicu pertanyaan besar tentang komitmen rumah sakit dalam menjaga kesehatan publik dan lingkungan.
Aroma pelanggaran ini mulai tercium setelah laporan masyarakat menyoroti aktivitas pembuangan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang mencurigakan. Informasi ini, jika terbukti, bukan sekadar kelalaian administrasi, melainkan potensi ancaman serius bagi ekosistem dan kesehatan ribuan warga Nias. Limbah medis, yang dapat mengandung patogen berbahaya hingga zat kimia beracun, jika tidak diolah secara benar, adalah bom waktu lingkungan yang siap meledak.
Unit IV Satreskrim Polres Nias tak tinggal diam. Dengan sigap, tim kepolisian melakukan pembuntutan terhadap sebuah kendaraan yang mengangkut limbah medis tersebut. Pukul 10.30 WIB, drama penangkapan terjadi di Desa Ombolata Simenari, Kecamatan Gunungsitoli Selatan. Sebuah mobil pick up yang mengangkut dua boks besar berisi limbah medis padat, tertangkap tangan tengah menurunkannya di sebuah gudang tak jauh dari akses jalan umum. Empat karyawan RS Swasta Bethesda, yang kemudian diketahui berinisial D.F.Z. (19), C.L. (28), D.L. (26), dan F.M.S.L. (18), langsung digelandang bersama barang bukti.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kasat Reskrim Polres Nias, AKP Adlersen Lambas Parto, S.H., M.H., menegaskan keseriusan polisi dalam kasus ini. “Pengelolaan limbah medis memiliki standar dan regulasi ketat yang harus dipatuhi. Ini bukan main-main. Kami akan mendalami dugaan pelanggaran Undang-Undang Lingkungan Hidup dan peraturan terkait limbah B3 yang dapat membahayakan lingkungan dan kesehatan masyarakat,” tegas AKP Adlersen, menggambarkan potensi ancaman laten dari praktik semacam ini.
Langkah-langkah awal kepolisian, mulai dari olah TKP, pengamanan terduga, hingga pembuatan Laporan Polisi Model A, menunjukkan komitmen untuk membongkar tuntas praktik yang membahayakan ini. Namun, penangkapan karyawan di lapangan adalah puncak gunung es. Pertanyaan mendasar yang harus dijawab adalah: mengapa praktik ini bisa terjadi? Apakah ada standar operasional prosedur yang diabaikan, ataukah ini indikasi kelemahan sistematis dalam pengelolaan limbah di RS Swasta Bethesda? Siapa yang bertanggung jawab penuh atas rantai pengelolaan limbah di fasilitas kesehatan vital ini? Dimanakah Pemerintah selama ini?
Publik Nias berhak mendapatkan kejelasan. Insiden ini bukan hanya tentang empat karyawan yang tertangkap, melainkan tentang transparansi dan akuntabilitas sebuah institusi kesehatan dalam menjalankan tugasnya. Proses penyidikan yang kini berlangsung diharapkan tidak hanya berhenti pada pelaku lapangan, namun mampu mengungkap seluruh jaringan dan pertanggungjawaban, hingga ke tingkat manajemen tertinggi jika ditemukan kelalaian atau pembiaran. Kesehatan lingkungan dan masyarakat adalah taruhannya.
Hingga kini pihak Rumah Sakit Swasta Bethesda belum memberikan tanggapan resmi terkait hal tersebut dan awak media tengah berupaya untuk mengkonfirmasi.














