
SUARA UTAMA, Mesuji – Kawasan pasar Simpang Pematang, Mesuji belakangan dipenuhi oleh pengemis dan anak-anak terlantar. Fenomena ini tidak hanya menimbulkan kesan kumuh, tetapi juga mulai mengganggu kenyamanan masyarakat yang beraktivitas di pusat ekonomi tersebut.
Pantauan warga, jumlah anak-anak yang mengemis semakin bertambah, bahkan sebagian besar masih di bawah umur. Kondisi ini memunculkan dugaan adanya pihak tertentu yang mengkoordinir dan mengeksploitasi mereka.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Tanggung Jawab Pemerintah
Konstitusi telah menegaskan bahwa “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara” (UUD 1945 Pasal 34 ayat 1). Penanganan masalah sosial seperti gelandangan, pengemis, fakir miskin, dan anak terlantar merupakan urusan wajib pemerintah daerah, sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam praktiknya, Dinas Sosial bertanggung jawab melakukan pembinaan dan perlindungan, sementara Satpol PP berwenang melakukan penertiban di lapangan.
Dugaan Eksploitasi Anak
Jika benar anak-anak tersebut dikoordinir untuk mengemis, maka persoalan ini tidak lagi sebatas masalah sosial. Berdasarkan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, tindakan eksploitasi ekonomi terhadap anak adalah tindak pidana.
Pasal 76I melarang eksploitasi anak untuk tujuan ekonomi.
Pasal 88 mengatur ancaman hukuman hingga 10 tahun penjara dan denda Rp200 juta bagi pelakunya.
Dengan dasar itu, kepolisian memiliki kewenangan menyelidiki dan menindak pelaku yang mengeksploitasi, sementara Dinas Sosial wajib menyelamatkan anak-anak korban ke rumah singgah atau panti perlindungan.
Dampak Ekonomi dan Sosial
Maraknya pengemis dan anak terlantar di pasar Simpang Pematang berdampak langsung pada aktivitas ekonomi masyarakat:
– Mengurangi kenyamanan pengunjung pasar.
– Menurunkan citra kawasan perdagangan.
– Memperkuat kesan kumuh di pusat keramaian.
Jika dibiarkan, kondisi ini dapat menurunkan daya tarik pasar sebagai pusat ekonomi lokal.
Peran Masyarakat
Masyarakat diminta tidak memberikan uang secara langsung kepada pengemis di jalan. Bantuan sebaiknya disalurkan melalui lembaga resmi seperti Dinas Sosial, panti asuhan, atau organisasi sosial keagamaan, agar tidak memperkuat praktik eksploitasi.
Fenomena ini menjadi pengingat bahwa masalah sosial di jalanan bisa berubah menjadi kriminalitas dan ancaman ekonomi. Pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan masyarakat harus bergerak bersama: menertibkan, melindungi anak-anak sebagai korban, dan menindak tegas pihak yang di duga mengeksploitasi mereka.














