Jakarta, 27 Agustus 2025 – Aksi demonstrasi pada Senin (25/8/2025) di sekitar Kompleks DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, berakhir ricuh. Massa yang terdiri dari mahasiswa dan pelajar SMA memadati area depan dan belakang gedung parlemen, hingga bentrokan dengan aparat tak terhindarkan.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, mengatakan para pelajar datang karena ajakan yang beredar di media sosial. “Setelah ditanya, mereka hanya ingin menonton unjuk rasa. Padahal seharusnya mereka berada di sekolah,” ujarnya. Ade Ary pun meminta para pelajar fokus belajar dan orang tua meningkatkan pengawasan.
Identitas Penggagas Aksi Tidak Jelas
Seruan aksi 25 Agustus bermula dari isu kenaikan tunjangan perumahan anggota DPR yang disebut mencapai Rp50 juta per bulan. Ajakan demonstrasi atas nama Revolusi Rakyat Indonesia ini mengundang berbagai elemen masyarakat.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, Ketua Umum KSPSI Mohammad Jumhur Hidayat menilai aksi tersebut rawan ricuh karena tidak ada penanggung jawab yang jelas. Ia memastikan serikat buruh tidak ikut serta. Hal serupa ditegaskan Koordinator Media BEM SI Kerakyatan, Pasha Fazillah Afap, yang menyebut nama organisasinya dicatut. “Kami tidak turun aksi pada 25 Agustus, karena sudah menggelar demonstrasi pada 21 Agustus lalu,” ujarnya.
Ricuh di Lokasi
Kericuhan dipicu aksi puluhan pelajar SMA yang melempar ke arah gedung DPR. Polisi merespons dengan water cannon dan gas air mata setelah imbauan agar massa mundur diabaikan. Aparat kemudian memukul mundur demonstran hingga terpecah ke arah Slipi dan Gelora.
Situasi semakin memanas ketika sebuah sepeda motor dibakar massa di depan Gerbang Pancasila DPR. Untuk mengendalikan keadaan, polisi menutup akses Jalan Palmerah menuju kompleks parlemen serta tol dalam kota keluar Slipi arah Semanggi.
Dampak Transportasi
Kericuhan juga mengganggu layanan transportasi. Perlintasan Stasiun Palmerah dipadati massa sehingga perjalanan KRL Commuter Line lintas Tanah Abang–Palmerah ditutup sementara. VP Corporate Secretary KAI Commuter, Joni Martinus, menyebut perjalanan Rangkasbitung–Tanah Abang hanya dilayani sampai Stasiun Kebayoran sebelum kembali ke Rangkasbitung.
Kekerasan terhadap Jurnalis
Selain massa, jurnalis turut menjadi korban. Seorang fotografer bernama Bayu, anggota Persatuan Pewarta Foto Indonesia (PFI) Jakarta, terekam kamera dipukul aparat saat mendokumentasikan pembubaran aksi. Seorang jurnalis Antara juga mengalami pemukulan ketika mengambil foto bentrokan.
Tindakan tersebut menuai kecaman. Eko Wahyu Pramono, mahasiswa ilmu hukum, menilai kekerasan terhadap jurnalis adalah pelanggaran Undang-Undang Pers. “Jurnalis memiliki fungsi vital dalam meliput peristiwa publik. Kekerasan aparat mencederai demokrasi dan tidak bisa dibenarkan,” tegasnya.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














