Dari Singa Kritikus Menjadi Kucing Jinak di Kursi Kekuasaan

- Penulis

Kamis, 9 Januari 2025 - 18:00 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Nafian Faiz . SUARA UTAMA.ID

Nafian Faiz . SUARA UTAMA.ID

SUARA UTAMA-
Tabeekpun!!!
Sering kita jumpai, seorang tokoh yang lantang mengkritik dan berapi-api dalam menyuarakan aspirasi tiba-tiba berubah biasa saja ketika menduduki jabatan. Dari pemimpin harapan yang dielu-elukan, ia mendadak menjadi sosok yang kehilangan taring. Atau sebaliknya, ada pula yang saat berkuasa justru tenggelam dalam kesunyian. Tak ada rekam jejak signifikan, tak ada suara lantang dalam menghadapi persoalan, seolah adem tanpa kepekaan sosial. Apa sebenarnya yang terjadi?

Dua Dunia yang Berbeda

Di luar kekuasaan, seseorang bebas berbicara. Ia bisa mengkritik tajam, menawarkan solusi ideal, bahkan menantang kebijakan tanpa perlu bertanggung jawab atas implementasinya. Namun, saat ia melangkah ke dalam kekuasaan, ia dihadapkan pada kenyataan yang jauh berbeda.

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Dari Singa Kritikus Menjadi Kucing Jinak di Kursi Kekuasaan Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Birokrasi yang berbelit, anggaran yang terbatas, dan kepentingan yang saling tarik menarik menjadi “hutan belantara” yang sulit dijelajahi. Solusi sederhana yang dulu lantang disuarakan kini harus melewati proses panjang, sering kali berakhir dengan kompromi.

Kompromi: Teman atau Lawan?

Seorang pemimpin kerap berhadapan dengan berbagai kepentingan. Ada partai politik, pendukung, hingga kelompok birokrasi lama yang sulit diajak berubah. Untuk menjaga stabilitas, kompromi menjadi sesuatu yang tak terelakkan.

Namun, di mata publik, kompromi ini sering dianggap sebagai tanda melemahnya keberanian atau lunturnya idealisme seorang pemimpin. Padahal, di balik setiap kompromi, ada pertimbangan kompleks yang sering kali sulit dipahami masyarakat luas.

Ekspektasi yang Melangit

Retorika sebelum menjabat sering kali menciptakan harapan besar. Tokoh yang berapi-api di panggung ibarat “pahlawan super” yang akan menyelesaikan semua masalah dengan cepat. Namun, kenyataan tidak sesederhana itu.

BACA JUGA :  WC Umum dan Kepemimpinan

Perubahan membutuhkan waktu, dan seorang pemimpin bukanlah penyihir yang bisa mengubah segalanya seketika. Ketika realitas tidak sesuai ekspektasi, kekecewaan muncul. Padahal, mungkin saja pemimpin tersebut tengah berusaha keras di balik layar untuk merealisasikan visi yang ia janjikan.

Mudah Mengkritik, Sulit Memimpin

Berada di luar kekuasaan adalah posisi yang nyaman. Kritik bisa dilontarkan tanpa harus menanggung konsekuensi langsung. Tetapi, saat menjabat, setiap keputusan memiliki dampak nyata.

Seorang pemimpin harus mempertimbangkan berbagai faktor sebelum bertindak, karena kesalahan kecil pun dapat membawa konsekuensi besar. Tidak jarang, pemimpin yang dulunya lantang akhirnya memilih untuk lebih berhati-hati demi menjaga stabilitas dan menghindari kesalahan fatal. Akibatnya, ia terlihat kurang berani dibanding saat menjadi kritikus.

Apa yang Bisa Kita Pelajari?

Fenomena ini tidak hanya soal perubahan sikap seorang tokoh, tetapi juga mencerminkan kompleksitas sistem yang kita miliki. Konsistensi dalam menjalankan idealisme adalah tantangan besar bagi pemimpin. Sementara itu, masyarakat perlu lebih realistis dalam menilai kinerja mereka.

Kritik tetap penting, tetapi harus disertai pemahaman terhadap tantangan yang dihadapi pemimpin. Akhirnya, pemimpin sejati adalah mereka yang mampu bertahan dalam tekanan, berjuang meski harus berkompromi, dan membuktikan bahwa kata-kata yang pernah mereka lontarkan bukanlah janji kosong.

Memimpin itu tidak mudah. Kadang, mereka yang terlihat biasa saja sebenarnya sedang bekerja keras menghadapi tantangan besar yang tak terlihat. Bagi kita sebagai masyarakat, tugas utama adalah mendukung mereka yang benar-benar bekerja, sambil terus mengingatkan agar mereka tetap berada di jalur yang benar.

Penulis : Nafian faiz

Berita Terkait

Tuntutan Tinggi BCKS, Minat Guru Rendah: Alarm Peringatan Kepemimpinan Sekolah di Daerah
Krisis Penegakan Hukum di Indonesia
Pemerintah Sesuaikan PTKP 2025 untuk Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Kaleidoskop 2025: Bukan Sekadar Bencana Alam, tetapi Bencana Tata Kelola
Menjelang Nataru, harga Cabai di pasar Simpang Pematang melonjak tajam
Pernah Berhadapan dengan Hukum, Eko Wahyu Pramono Kini Aktif di Advokasi Publik
Memahami SP2DK dari Kacamata Wajib Pajak dan Fiskus
Moekajat Fun Camp 2025 #1 Sukses Digelar, Pererat Kebersamaan Keluarga Lintas Generasi
Berita ini 35,489 kali dibaca

Berita Terkait

Minggu, 14 Desember 2025 - 17:02 WIB

Tuntutan Tinggi BCKS, Minat Guru Rendah: Alarm Peringatan Kepemimpinan Sekolah di Daerah

Sabtu, 13 Desember 2025 - 15:21 WIB

Krisis Penegakan Hukum di Indonesia

Sabtu, 13 Desember 2025 - 11:16 WIB

Pemerintah Sesuaikan PTKP 2025 untuk Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Sabtu, 13 Desember 2025 - 11:11 WIB

Kaleidoskop 2025: Bukan Sekadar Bencana Alam, tetapi Bencana Tata Kelola

Jumat, 12 Desember 2025 - 20:02 WIB

Menjelang Nataru, harga Cabai di pasar Simpang Pematang melonjak tajam

Jumat, 12 Desember 2025 - 18:30 WIB

Pernah Berhadapan dengan Hukum, Eko Wahyu Pramono Kini Aktif di Advokasi Publik

Jumat, 12 Desember 2025 - 17:49 WIB

Memahami SP2DK dari Kacamata Wajib Pajak dan Fiskus

Jumat, 12 Desember 2025 - 17:13 WIB

Moekajat Fun Camp 2025 #1 Sukses Digelar, Pererat Kebersamaan Keluarga Lintas Generasi

Berita Terbaru