SUARA UTAMA,Merangin – Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Multi Jaya di Desa Mampun Baru, Kecamatan Pamenang Barat, Kabupaten Merangin, Jambi, kini bak bangunan tak berpenghuni. Usaha yang digadang-gadang menjadi motor penggerak ekonomi desa itu justru mati suri dan menuai tanda tanya besar: ke mana perginya dana desa yang dikucurkan untuk membiayai usaha tersebut?
Berdasarkan penelusuran di lapangan, Bumdes Multi Jaya yang semula bergerak di bidang warung serba ada (Waserda) kini tutup total. Salah satu warga Mampun Baru, sebut saja G, mengungkapkan kepada media ini bahwa usaha desa tersebut hancur akibat buruknya tata kelola dan lemahnya pengawasan.
“Dulu toko Bumdes itu ramai, tapi sekarang sudah mati suri. Informasinya, banyak pejabat atau perangkat desa yang ambil barang di situ dengan cara ngebon, tapi tidak dibayar. Akhirnya modal habis, tidak bisa lagi untuk belanja,” bebernya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Lebih jauh, warga juga menduga ada keterlibatan oknum Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam pusaran masalah yang membuat Bumdes itu bangkrut. Dugaan praktik kolusi ini mempertegas adanya persoalan serius dalam pengelolaan dana desa yang semestinya menjadi sarana peningkatan ekonomi warga.
Hingga berita ini dipublikasikan, Kepala Desa Mampun Baru, Sarman, belum memberikan keterangan resmi terkait mandeknya Bumdes tersebut. Padahal, sebagai pucuk pimpinan desa, ia semestinya mengetahui sekaligus bertanggung jawab atas jalannya roda usaha yang dibiayai oleh dana desa.
Fenomena matinya Bumdes Mampun Baru ini menambah daftar panjang kegagalan Bumdes di Kabupaten Merangin. Banyak Bumdes lain bernasib sama: hanya semarak di awal, namun kemudian tersungkur dan mati suri. Kondisi ini kerap dikaitkan dengan dugaan penyalahgunaan dana desa oleh pengurus maupun oknum perangkat desa.
Publik menuntut agar aparat penegak hukum segera turun tangan mengusut tuntas kasus ini. Jika benar terjadi penyalahgunaan atau bahkan praktik korupsi, maka para pengurus Bumdes wajib mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai hukum yang berlaku.
Kasus ini menjadi cermin betapa lemahnya pengawasan dana desa di daerah. Dana yang berasal dari APBN seharusnya dikelola secara transparan dan tepat sasaran, bukan malah dijadikan bancakan segelintir pihak. Jika aparat hukum tidak tegas, bukan tidak mungkin kasus serupa akan terus berulang dan rakyat kecil lagi-lagi menjadi pihak yang dirugikan.
Penulis : Ady Lubis
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














